Alhamdulillah.
Pertama:
Terdapat riwayat dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam penentuan waktu berbekam dalam banyak hadts baik dari sabda maupun perilaku beliau. Hal itu terbagi menjadi dua bagian:
Bagian pertama, hadits yang menegaskan pada hari-hari utama untuk berbekam. Dia adalah hari ketujuh belas –apalagi kalau bertepatan pada hari selasa- hari kesembilan belas, hari keduapuluh satu bulan hijriyah. Dan hari senen dan kamis pada setiap minggu.
Bagian kedua, hadits yang melarang berbekam pada hari-hari tertentu dalam seminggu yaitu hari sabtu, ahad dan selasa. Ada jaga anjuran berbekam pada hari selasa, rabu dan Jum’at. Kebanyakan ulama menegaskan bahwa hadist pembagian ini semuanya lemah, tidak ada yang shahih satupun dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Ini sebagian sah dari mereka:
1.Imam Malik ditanya tentang berbekam pada hari sabtu dan hari rabu, maka beliau menjawab, “Tidak mengapa hal itu, tidak ada hari kecuali saya berbekam, dan saya tidak memakruhkannya. “ (Diringkas dari Al-Muntaqa Syarkh Muwato, 7/225, dinukil dari ‘Utaibah’. Terdapat riwayat dalam ‘Fawakih Dawani, (2/338) dari kitab Malikiyah: “Dibolehkan pada setiap hari dalam setahun termasuk hari sabtu dan rabu. Bahkan Malik sengaja melakukan bekam pada hari itu. Tidak ada yang dimakruhkan berobat pada dua hari ini. Dan hadits yang ada larangan berbekam pada dua hari, tidak sah menurut Malik radhiallahu anhu.”
2.Abdurrahman Mahdi rahimahullah mengatakan, “Tidak yang shahih sedikitpun dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam –maksudnya dalam penentuan waktunya – melainkan beliau menganjurkannya.” (dikutip oleh Ibnu Jauzi dalam kitab Al-Mudu’at, 3/215).
3.Dikutip oleh Kholal dari Imam Ahmad bahwa hadits ini tidak tetap. Dikutip oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, 10/149.
4.Barzu’i mengatakan, “Saya menyaksikan Abu Zur’ah tidak menetapkan makruhnya berbekam pada waktu tertentu. Tidak dalam anjurannya satu hadits tertentu.” )Su’alat Barzu’i, 2/757).
5.Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan –dalam syar Ungkapan Imam Bukhari- “Bab Fi Ayi Sa’atin Yahtajim (Bab waktu berbekam). Dan abu Musa berbekam waktu malam hari. “Terdapat riwayat waktu yang layak berbekam beberapa hadits yang tidak ada syarat sedikitpun. Seakan-akan mengisyaratkan melakukan hal itu untuk berhujah. Tanpa terikat pada waktu tertentu. Karena beliau menyebutkan berbekam waktu malam hari.” (Fathul Bari, 10/149).
6.Uqaili rahimahullah mengatakan, “Tidak ada dalam bab ini –pemilihan hari untuk berbekam- riwayat yang tetap (shahih).” (Dhuafa Kabir, 1/150).
7.Ibnu Jauzi rahimahullah telah membuat dalam kitabnya ‘Al-Maudhu’at, 3/211-215, satu bab penuh yang mengumpulkan hadits-hadits terkait dan mengomentarinya dengan mengatakan, “Hadits-hadits ini tidak ada yang shahih.”
8.Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kesimpulannya, bahwa tidak ada sedikitpun larangan berbekam pada hari tertentu.” (Al-Majmu, 9/69, meskipun An-Nawawi menghasankan hadits penentuan waktu berbekam pada hari ketujuh belas, Sembilan belas dan duapuluh satu)
9.Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits ini tidak ada yang shahih sedikitpun.” (Fathul Bari, 0/149).
Kedua:
Kebanyakan ahli ilmu menganjurkan berbekam pada hari ketujuh belas, Sembilan belas dan duapuluh satu hijriyah. Berpatokan pada beberapa dalil:
1.Terdapat riwayat hal itu dengan sanad yang shahih dari beberapa shahabat radhiallahu anhum:
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata: “Dahulu para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam berbekam tanggal ganjil pada satu bulan.” (HR. Ath-Thabari di ‘Tahzibul Atsar, no. 2856, dia berkata, kami diberitahukan Muhammad bin Basyar berkata, kami diberitahukan Abu Daud, dia berkata, kami diberitahukan Hisyam dari Qatadah dari Anas, ini sanadnya shahih. Abu Zur’ah mengatakan, “Paling bagus dalam hal ini adalah hadits Anas,
“Dahulu para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam berbekam pada hari ketujuh belas, kesembilan belas dan duapuluh satu.” (Sualat Barza’i, 2/757).
Ath-Thabari meriwayatkan juga setelah menyebutkan atsar radi dari Rafi’ Abu Aliyah berkata, “Mereka menyukai berbekam di hari ganjil pada setiap bulan.”
Ibnu Aun mengatakan, “Dahulu sebagian shahabatnya memberikan wasiat untuk berbekam pada tanggal tujuh belas dan Sembilan belas.” Ahmad mengatakan, Sulaim mengatakan, kami diberitahu Hisyam dari Muhammad, beliau menambahkan, dan (tanggal) dua puluh satu.
Kemungkinan kebiasaan para shahabat waktu itu bersandar pada perbuatan Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Maka dianggap bahwa hadits ini ada asalnya marfu’ (sampai kepada Nabi sallallahu alaihi w sallam). Bahkan sebagian ahli ilmu berpendapat menguatkan sebagian hadits itu sebagai hadits marfu’ (sampai kepada Nabi). Seperti Imam Tirmizi ketika mengeluarkan hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يحتجم في الأخدعين والكاهل ، وكان يحتجم لسبع عشرة ، وتسع عشرة ، وإحدى وعشرين، (رقم، 2051 ، قال : حديث حسن)
“Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berbekam pada akhzi’ain dan kahil (tulang belakang). Beliau berbekam pada tanggal tujuh belas, Sembilan belas dan duapuluh satu.” (No. 2051 dan beliau mengatakan Hadits hasan)
Begitu juga yang dilakukan oleh ulama belakangan (mutaakhirin) seperti As-Suyuthi di ‘Hawi Lil Fatawa, 1/279-280 dan Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Fatawanya 4/351, syekh Al-Albany dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 622, 1847.
Meskipun telah kami ketengahkan bahwa pendapat para imam yang melemahkan sampainya hadits kepada Nabi (marfu’) itu lebih kuat.
2.Penguatan hal itu dari sisi kedokteran.
Al-Allamah Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan setelah menyebutkan hadits berbekam pada tangggal tujuh belas, Sembilan belas dan dua puluh satu, “Hadits-hadits ini sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan para dokter, bahwa berbekam pada pertengahan kedua dan setelahnya dari tiga perempat terahir itu lebih bermanfaat dari yang pertama dan yang terakhirnya. Jika anda lakukan saat dibutuhkan, akan bermanfaat waktu kapan saja, baik di awal ataupun di akhir bulan.
Khallal mengabarkan kepadaku, ‘Ishmah bin ‘Isyam berkata, kami diberitahukan Hanbal, dia berkata, dahulu Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berbekam waktu kapan saja ketika darahnya tidak stabil.” (Zadul Ma’ad, 4/54).
Adapun terkait pemilihan hari dalam seminggu untuk berbekam, tidak ada sedikitpun yang tetap hal itu dari sisi kedokteran, sepengetahuan kami, meskipun terdapat riwayat dari sebagian shahabat akan hal itu. Terdapat riwayat ketetapan dari Imam Ahmad yang memperingatkan agar tidak berbekam pada hari sabtu dan rabu. Hal itu dinukil Ibnu Qoyim di Zadul Ma’ad, 4/54, dari Khallal.
Ibnu Muflih rahimahullah mengatakan,
“Dimakruhkan berbekam pada hari sabtu dan hari rabu ditegaskan keduanya dalam riwayat Abu Thalib dan sekelompok. Ditambahi Ahmad dalam riwayat Muhammad bin Hasan bin Hisan mereka mengatakan hari Jum’at, dan ini yang ditegaskan dalam mustau’ab dan lainnya.
Al-Marwazi mengatakan, “Dahulu Abu Abdullah berbekam pada hari Ahad dan hari selasa.”
Al-Qadi mengatakan, “Telah dijelaskan pilihan hari ahad dan selasa, dimakruhkan pada hari sabtu dan rabu dan belum ada pilihan hari Jum’at.”
Kaidahnya bahwa kalau belum ada pilihan dalam sesuatu, berarti ada dua kemungkinan.
Terdapat riwayat dari Zuhri secara mursal (tidak menyebutkan nama shahabat). “Siapa yang berbekam pada hari sabtu atau hari rabu, kemudian ditimpa kusta, maka jangan mencela kecuali dirinya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad dan beliau berdalil dengannya. Abu Daud mengatakan telah disebutkan sanadnya dan tidak sah.
Baihaqi menyebutkan tidak hanya seorang yang menyambungkan (sanadnya) dan melemahkan hal itu. Yang benar adalah riwayat itu munqoti’ (terputus sanadnya).
Diriwayatkan Abu Bakar bin Abu Syaibah dengan sanadnya dari Makhul secara mursal (tidak disebutkan nama Shahabat). Kata ‘Al-Wadh’ adalah penyakit kusta. Diceritakan kepada Ahmad bahwa seseorang berbekam pada hari rabu, dan meremehkan hadits dengan mengatakan, hadits apa ini? Kemudian dia terkena kusta. Ahmad mengatakan, “Tidak layak seorang pun boleh meremehkan hadits.” (HR. Khollal)
Dari Ibnu Umar marfu’an (sampai kepada Nabi):
أن في الجمعة ساعة لا يحتجم فيها محتجم إلا عرض له داء لا يشفى منه (رواه البيهقي بإسناد حسن وفيه عطاف بن خالد وفيه ضعف)
“Bahwa pada hari Jum’at, ada suatu waktu, tidak seseorang berbekan di dalamnya kecuali diperlihatkan padanya penyakit dan tidak akan sembuh darinya.” (HR. Baihaqi dengan sanad hasan. Di dalamnya ada ‘Atof bin Khalid, dia orangnya lemah)
Al-Adab Syar’iyyah karangan Ibnu Muflih, 3/333).
Begitu juga Terdapat riwayat dari Ibnu Ma’in, Ali bin Madini semisal itu.
Wallahu a’lam .