Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Kenapa Ulama Fikih Menganjurkan Puasa Pada Hari ke-11 Setelah Puasa Pada Hari ke-10

Pertanyaan

Saya telah membaca semua hadits tentang hari ‘Asyura, namun saya tidak menemukan satupun bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberikan isyarat untuk berpuasa pada hari ke-11 guna menyelisihi orang-orang Yahudi, hanya saja beliau bersabda:
لئن عشت إلى قابل لأصومن التاسع والعاشر 
“Kalau saya masih hidup sampai tahun depan, maka saya sungguh akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10”.
Untuk menyelisihi orang-orang Yahudi.
Sebagaimana juga bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak mengarahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari ke-11. Atas dasar itulah maka apakah tidak termasuk bid’ah jika melaksanakan apa yang belum pernah dilakukan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya ? dan apakah yang ketinggalan untuk berpuasa pada hari ke-9 dia hanya cukup berpuasa pada hari ke-10 saja ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Para ulama menganjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11 dari bulan Muharram; karena ada sebuah riwayat dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- anjuran untuk berpuasa pada hari tersebut, hal itu sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh imam Ahmad (2155) dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda-:

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Berpuasalah kalian pada hari ke-10, dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah kalian sebelumnya atau sesudahnya”.

Para ulama telah berbeda pendapat akan keshahihan hadits tersebut, Syeikh Ahmad Syakir telah mengkategorikannya sebagai hadits hasan, namun para peneliti Al Musnad telah mendha’ifkannya.

Ibnu Khuzaimah (2095) telah meriwayatkan dengan redaksi tersebut. Albani berkata: “Sanadnya lemah; karena buruknya hafalan Ibnu Abi Laila. Atha’ dan yang lainnya telah menyelisihinya, telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dengan derajat mauquf. Sanadnya shahih menurut Thahawi dan Baihaqi”.

Jika ternyata hadits tersebut hasan maka tentu baik (tidak masalah), namun jika hadits tersebut dha’if, maka hadits dha’if dalam masalah seperti ini para ulama memaafkannya (bisa menerimanya); karena tingkat kedha’ifannya tergolong ringan, tidak termasuk maudhu’ (dusta), dan termasuk bab fadhail amal, apalagi telah diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- anjuran untuk berpuasa pada bulan Muharram, sampai Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ  رواه مسلم (1163(.

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram”. (HR. Muslim: 1163)

Al Baihaqi telah meriwayatkan hadits ini di dalam Sunan Kubro dengan redaksi di atas, dan dalam riwayat lain dengan redaksi:

صوموا قبله يوماً وبعده يوماً 

“Berpuasalah sehari sebelum dan sesudahnya”.

Dengan menggunakan huruf “wawu” (dan) bukan dengan “aw” (atau).

Al Hafidz Ibnu Hajar telah menyebutkan dalam Ithaf al Maharah (2225) dengan redaksi:

 صوموا قبله يوماً وبعده يوماً 

“Berpuasalah kalian sehari sebelum dan sesudahnya”.

Dan beliau berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang lemah, karena lemahnya Muhammad bin Abi Laila, namun tidak hanya dia, diikuti juga oleh Sholeh bin Abi Shalih bin Hay”.

Pelajaran yang bisa diambil dari riwayat ini adalah disunnahkannya berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11.

Sebagian ulama telah menyebutkan sebab lain untuk disunnahkannya berpuasa pada tanggal 11, sebagai bentuk jaga-jaga dari tanggal 10, karena bisa saja seseorang salah dalam menentukan hilal bulan Muharram, sehingga tidak diketahui kapan tanggal 10 yang sebenarnya, jika seorang muslim berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 maka dia telah melaksanakan puasa ‘Asyura’. Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dalam Al Mushannif (2/313) dari Thawus –rahimahullah- bahwa beliau telah berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya karena khawatir tidak mendapatkan keutamaan tanggal 10.

Imam Ahmad berkata:

“Barang siapa yang ingin berpuasa ‘Asyura, maka dia hendaknya berpuasa pada tanggal 9 dan 10, kecuali jika penentuan bulan bermasalah maka hendaknya berpuasa 3 hari, Ibnu Sirin mengatakan demikian”. (Al Mughni: 4/441)

Maka menjadi jelas bahwa tidak benar mengatakan berpuasa selama 3 hari termasuk bid’ah.

Adapun bagi yang ketinggalan untuk berpuasa pada tanggal 9, jika dia hanya berpuasa pada tanggal 10 nya saja, tidak apa-apa, hal itu tidak dibenci, namun jika diikuti dengan berpuasa pada tanggal 11 nya maka akan lebih utama.

Al Mawardi berkata dalam Al Inshaf (3/346):

“Berpuasa hanya pada tanggal 10 saja tidak dibenci menurut pendapat yang benar dalam madzhab kami, hal itu disetujui oleh Syeikh Taqiyyud Diin (Ibnu Taimiyah)”.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam