Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

APAKAH MELAKSANAKAN HAJI DIDAHULUKAN DARIPADA MENIKAH YANG KEDUA KALI

132653

Tanggal Tayang : 07-09-2014

Penampilan-penampilan : 8047

Pertanyaan

Jika seorang pria memiliki satu isteri dan anak-anak, lalu dia ingin menikah lagi dengan wanita lain, akan tetapi dia belum menunaikan haji fardhu. Apakah dia harus mengeluarkan hartanya terlebih dahulu untuk haji kemudian setelah itu menikah untuk kedua kali?Akan tetapi dia ingin menikah yang kedua kali dan pergi haji pada saat sekarang, namun dirinya tidak memiliki biaya yang cukup untuk melaksanakan keduanya sekaligus. Mohon penjelasannya, mana di antara kedua perkara yang lebih utama didahulukan. Perlu diketahui bahwa dia telah memiliki seorang isteri dan anak-anak?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Para ulama menyebutkan bahwa seseorang yang belum menikah, maka hendaknya dia mendahulukan pergi haji sebelum menikah, kecuali jika dia takut terjerumus dalam perbuatan zina atau kesulitan lainnya, maka ketika itu dia boleh mendahulukan menikah sebelum haji.

Asy-Syirazi dalam kitabnya Al-Muhazzab (1/197) berkata, "Jika dia butuh menikah dan khawatir terjerumus zina, maka hendaknya dia mendahulukan nikah."

Al-Mardawai berkata dalam kitab Al-Inshaf (3/404),

"Jika seseorang yang telah mampu melaksanakan haji khawatir terjerumus zina, hendaknya dia mendahulukan menikah sebelum haji, menurut pendapat shahih dalam mazhab (Ahmad). Hal ini dinyatakan langsung oleh Imam Ahmad dan mayoritas ulama mazhabnya. Bahkan sebagian besar mereka menyatakan wajib. Al-Majd bahkan menyatakan sebagai ijmak. Akan tetapi kami ragukan pengakuannya tentang ijmak."

Ulama yang tergabung dalam Lajnah Daimah berkata,

"Jika seorang muslim tidak khawatir dirinya terjerumus zina, maka dia wajib mendahulukan haji sebelum menikah. Akan tetapi jika dirinya khawatir terjerumus zina, maka hendaknya dia mendahulukan menikah sebelum haji untuk menjaga kesucian diri. Karena sesungguhnya haji diwajibkan bagi orang yang mampu. Maka orang tersebut dianggap belum mampu sebelum dia dapat menjaga dirinya."

Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 23/320

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, ‘Barangsiapa yang sangat perlu sekali untuk menikah, maka dia harus secepatnya menikah sebelum melakukan haji. Karena dalam kondisi seperti ini tidak termasuk mampu. Kalau tidak mampu membiayai pernikahan dan haji secara bersamaan, maka menikah terlebih dahulu agar terjaga dirinya.’ selesai

Majmu Fatawa Ibnu Baz (16/359)

Lihat jawaban soal no. 27120.

Adapun jika dirinya sudah menikah, maka sesungguhnya dia telah melindungi dirinya dengan pernikahan. Maka yang diwajibkan baginya adalah segera melakukan haji sebelum menikah yang kedua kali. Karena haji adalah salah satu rukun Islam.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (سورة آل عمران: 97)

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah; Yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji maka sesungguhnya Allah Maha Kaya  (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97)

Boleh jadi seorang pria telah menikah, namun dia butuh untuk menikah lagi, apakah karena dia dikenal memiliki syahwat yang kuat, atau karena isteri pertama sakit, atau sebab lainnya. Maka dalam kondisi seperti ini, dia boleh mendahulukan menikah yang kedua kali sebelum haji, karena adanya keperluan untuk itu.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

"Jika sang bapak itu sendiri yang membutuhkan nikah dan khawatir atas dirinya apabila dia tidak menikah, sementara uang yang ada di tangannya hanya cukup untuk salah satunya, antara melaksanakan haji atau menikah, maka ketika itu kami katakan; Dahulukan menikah.

Jangan heran jika saya katakan seorang bapak ingin menikah (lagi) sementara uangnya hanya sekedarnya. Karena perkara ini sering terjadi pada laki-laki. Apakah karena mereka besar syahwatnya, tidak cukup dengan isterinya yang pertama, atau karena isteri pertama telah meninggal atau telah diceraikan, sehingga dia membutuhkan isteri berikutnya."

(Fatawa Nur Ala Darb, 227/30)

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam