Alhamdulillah.
Diharamkan bagi lelaki mencukur jenggotnya dan memendekkannya, berdasarkan dalil yang memerintahkan untuk memanjangkannya.
Silakan lihat jawaban soal no. 100909.
Seharusnya seorang mukmin menerima dan tunduk terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam. Hendaknya di dalam dirinya tidak ada kesempitan akan hal itu. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
(سورة النساء: 65)
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa: 65)
Dan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
(سورة الأحزاب: 36)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Sang suami sudah sangat tepat dengan memanjangkan jenggotnya, tak peduli apakah menarik atau tidak menarik. Sang istri tidak dibolehkan memintanya untuk mencukur atau memendekkannya. Dan (kalau memintanya) maka dia berdosa. Karena itu permintaan terhadap kemaksiatan dan menyalahi agama.
Nasehat kami kepada istrinya, hendaknya dia menerima masalah ini dengan jiwa terbuka, dan lapang dada. Hendaknya diketahui bahwa merealisasikan perintah agama terdapat kebaikan, kesuksesan dan keberhasilan. Barangsiapa yang membiarkan jenggotnya, maka dia menyerupai manusia terbaik sallallahu’alaihi wa sallam. Dia akan bersama para Nabi sebelumnya, para shahabat, tabiin dan para ahli kebaikan dan utama setelahnya. Kalau dicukur, maka tidak dikenal kecuali pada zaman-zaman terakhir sekali.
Yang dapat membantu menerima masalah ini adalah anda mengetahui bahwa Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan yang dikehendaki-Nya baik kemudahan maupun kesusahan. Sebagaimana firman-Nya:
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
(سورة الأنبياء: 35)
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)
Kalau jenggotnya membuat dia tak suka atau membuat penampilan suaminya tidak menarik, hendaknya dia bersabar akan hal itu. Maka dia akan mendapatkan pahala insya Allah. Cukuplah suaminya itu ingin melaksanakan ketaatan kepada Tuhannya dan merealisasikan perintah-Nya.
Selain dari itu, kami juga memberikan nasehat kepada suami agar memperhatikan penampilan di hadapan istrinya, dengan sesuatu yang mubah sesuai yang ada pada laki-laki. Dan ini termasuk hak istri atas suami. Sebagaimana hak (suami) atas (istrinya) juga berpenampilan baik untuk suaminya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ (سورة البقرة: 228)
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, “Sesungguhnya saya senang berhias untuk istriku, sebagaimana saya senang istriku bersolek untukku. Karena Allah Ta’ala berfirman ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.’ Dan saya tidak ingin (nanti) dia meminta untuk dipenuhi haknya kepadaku. Karena Allah Ta’la berfirman ‘Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, 5/272. Thabrani dalam tafsirnya, 4/532).
Al-Qurtuby rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan,” Masalah bersoleknya suami, berbeda kondisinya. Hendaknya mereka laksanakan dengan kecerdasan dan kesesuaian. Terkadang berhias layak di suatu waktu tapi tidak layak di waktu lain. Berhias layak untuk para pemuda, berhias layak untuk orang tua tidak layak untuk para pemuda. Tidaklah anda lihat, bahwa seorang syekh dan berumur kalau kumisnya ditipiskan maka hal itu layak baginya dan termasuk berhias. Sedangkan kalau pemuda malakukan hal itu menjadi kurang pas. Karena jenggotnya belum tumbuh. Kalau ditipiskan kumis yang baru pertama kali tumbuh, maka wajahnya kuras pas. Kalau jenggotnya telah lebat, dan kumisnya ditipiskan, maka hal itu menjadi hiasan. Diriwayatkan dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bawah beliau bersabda:
أمرني ربي أن أعفي لحيتي وأحفي شاربي (أخرجه ابن جرير وغيره ، وحسنه الألباني)
“Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk melebatkan jenggotku dan menipiskan kumisku.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dan lainnya, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albany)
Begitu juga terkait dengan kiswah (pakaian khas untuk syekh). Semuanya ini sebagai pemenuhan hak, maka dia melakukan dengan kecerdikan dan kesesuaian untuk istrinya dalam berhias demi menyenangkan istrinya dan menjaga dari lelaki lain. Begitu juga dengan celak, ada yang layak dan ada yang tidak layak.
Sementara kalau wewangian, siwak, membersihkan gigi, membersihakan tangan, lebat rambutnya, bersuci, dan memotong kuku itu jelas dan semuanya disepakati." (Tafsir Qurtuby, 3/124).
Kesimpulannya, istri tidak dibolehkan meminta kepada suaminya agar mencukur jenggotnya, karena hal itu termasuk perintah bermaksiat kepada Allah. Bagi suami hendaknya berhias untuk istrinya dengan menyisir jenggot, membersihkan dan memakai wewangian. Dan memnggunakan sesuatu yang layak dan mubah untuk berhias.
Wallahu a'lam.