Alhamdulillah.
Kaidah yang berlaku sesuai agama adalah bahwa orang yang diberi wewenang untuk memanfaatkan sebagai wakil dari orang lain, maka dia harus memanfaatkannya sesuai kemaslahatan. Oleh karena itu seharusnya penangggung jawab lembaga tidak boleh melakukan sesuatu dengan memakai bus lembaga kecuali ada kemaslahatan yang kembali kepadanya. Suyuti berkata, “Melakukan sesuatu sebagai wakil orang lain syaratnya adalah melakukannya berdasarkan kemaslahatan.” (Demikian dari kitb ‘Al-Asybah wan Nazhoir, hal. 109)
Al-Qarafi mengatakan, “Ketahuilah siapa yang diberi wewenang, baik sebagai khalifah atau yang dibawahnya hingga wasiat, tidak diperkenankan melakukan sesuatu kecuali yang mendatangkan kebaikan (kemaslahatan) atau menolak keburukan. Berdasarkan firman
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُواْ مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ (سورة الأنعام: 152)
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih.” (QS. Al-An’am: 152)
(Demikian dari kitab Al-Furuq, 4/76).
Sungguh tepat sikap anda dengan menolak antarkan murid masjid jami untuk shalat tarawih dengan memakai bus lembaga Tahfiz. Karena mengantarkan ini tidak ada kemaslahatan yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga tahfiz wanita.
Jika busnya diwakafkan oleh penderma, maka dalam kondisi seperti ini, kembali ke syarat wakaf. Kalau diwakafkan khusus untuk lembaga tahfiz wanita, maka tidak boleh digunakan untuk apapun yang tidak terkait dengan lembaga tahfiz wanita meskipun itu adalah amal kebaikan. Kalau diwakafkan untuk yayasan secara umum, maka boleh digunakan semua yang terkait untuk kebaikan yayasan tersebut. Di antaranya mengantarkan murid muridnya untuk shalat tarawih di beberapa masjid.
Disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 6/30,
“Kalau orang yang wakaf mensyaratkan agar wakafnya dimanfaatkan dengan syarat tertentu, maka mayoritas (jumhur) ulama berpendapat ketentuannya kembali ke syarat orang yang wakaf. Karena syarat yang disebutkan orang-orang yang wakaf menentukan pengaturan cara mengambil manfaatnya. Ini adalah syarat yang berlaku selagi tidak bertentangan dengan agama.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Harus digunakan sesuai syarat orang yang wakaf. Maksudnya dengan syarat sebagaimana disampaikan sifat-sifatnya, atau ketentuannya atau keumumannya atau untuk lembaga tertentu, atau yang lainnya. Hal itu tidak dikembalikan kepada pendapat pencatat wakaf, tapi dikembalikan kepada syarat orang yang wakaf. Maka dia dapat digunakan dengan syarat tidak menyalahi agama.” (Syarh Al-Mumti, 12/11).
Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah ditanya,
“Apakah dibolehkan mempergunakan mobil yayasan social untuk tujuan tertentu untuk kepentingan pribadi?” Beliau menjawab, “Hal itu tidak dibolehkan. Karena ia diwakafkan ke yayasan untuk amal kebaikan yang bercabang dari yayasan itu. Pekerja tidak diperkenankan mempergunakannya yang dikhususkan untuk diri sendiri kecuali kalau diwakafkan untuk orang yang berkebutuhan khusus dan dia sesuai dengan sifat dari orang yang dimaksud dalam wakaf, baik dalam kondisi tetap atau khusus.” (Demikian dari website Syekh Ibnu Jibrin)
Wallahu a’lam.