Alhamdulillah.
Tidak mengapa merayakan dalam kegembiraan pada momen gembira seperti pernikahan, kedatangan bayi, kedatangan orang yang tidak terlihat (lama), keberhasilan siswa, mendapatkan pekerjaan dan semacam itu dari urusan yang biasa dengan syarat melakukannya saat terjadi (kejadian tersebut) dan tidak terulang. Karena kalau terulang-ulang akan menjadi hari raya. Dan kita tidak dianjurkan –para umat Islam- selain hari raya fitri, adha dan jum’ah. Tidak dianjurkan merayakan setiap tahun kelahiran seseorang, merayakan perkawinan atau merayakan lulus Universitas atau semisal itu. Dan tidak mengapa terjadinya perayaan yang diperbolehkan tersebut pada musim natal, karena urusan terkait dengan sebabnya. Maka anda lakukan ketika terjadi sebab (adanya perayaan itu).
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: “Tentang perayaan ketika menghatamkan Al-Qur’an atau ketiak ada mement bahagia seperti keberhasilan, kedatangan orang yang bepergian. Apakah hal ini termasuk berfoya-foya. Saya mohon penjelasan tentang ini. Semoga Allah membalas kebaikan anda?
Beliau menjawab: “Mengadakan perayaan ketika kedatangan orang yang tidak terlihat (lama), ketika berhasil atau semacam itu adalah tidak mengapa. Karena orang melakukan ini tidak bermaksud ibadah. Dan tidak terbersit dalam pikirannya melakukan hal ini sebagai pendekatan kepada Allah. Akan tetapi mereka melakukan karena senang dan gembira terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada mereka karena mendapatkan apa yang diinginkannya. Tidak mengapa perayaan semacam ini. Akan tetapi yang dikhawatirkan adalah berlebih-lebihan dalam perayaan baik dari sisi makanan yang berliebih dari keperluan atau kelebihan mengundang dengan mengundang ratusan orang untuk menghadiri perayaan ini. Kalau tidak, maka asal (hukum) perayaan karena kegembiraan bukan karena beribadah dan mendekatkan kepada Allah. Akan tetapi memperlihatkan kegembiraan dan kebahagiaan itu tidak apa-apa. Wallahu’alam selesai dari kitab ‘Fatawa Nur ‘Alad Darbi.’
Dan telah ada dalam kumpulan fatawa beliau rahimahullah, 9/376. Hukum merayakan hari kelahiran anak. Faedah, segala sesuatu yang dijadikan hari raya adalah terulang setiap minggu atau setiap tahun dan tidak ada anjurannya maka ia termasuk bid’ah. Dalil akan hal itu adalah, bahwa agama telah menjadikan orang yang dilahirkan dengan aqiqah dan tidak menjadikan sesuatu setelah itu. dan menjadikan perayaan ini terulang setiap minggu atau setiap tahun, artinya mereka menyerupai dengan hari raya islam. Hal ini adalah diharamkan tidak diperbolehkan. Dalam Islam tidak ada perayaan kecuali tiga perayaan yang dianjurkan, iedul Fitri, iedul Adha dan ied mingguan yaitu hari Jum’ah. Hal ini bukan masuk kebiasaan karena berulang-ulang. Oleh karena itu ketika Nabi sallallahu’alaihi wa sallam datang dan mendapati kaum Ansor merayakan dua hari raya beliau bersabda:
(إن الله أبدلكما بخير منهما : عيد الأضحى ، وعيد الفطر)
“Sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu ied Adha dan Ied Fitri.”
Padahal ini adalah urusan biasa bagi mereka. Selesai. Silahkan melihat untuk mendapatkan faedah pada soal jawab no. 134163, no. 12032 dan no. 486.
Wallahu’alam .