Alhamdulillah.
Pertama,
Seharusnya anda mengetahui bahwa Allah Ta’ala melakukan apa yang diinginkan. Dia tidak ditanya apa ayang dilakukan, sedangkan mereka (para makhluk) ditanya (amalannya). Seorang hamba tidak patut mempertanyakan Tuhan tentang prilaku-Nya kenapa melakukannya? Akan tetapi seharusnya melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Ketika Iblis membantah terhadap perintahnya untuk bersujud kepada Nabi Adam alaissalam dengan firman-Nya, ‘Apakah saya bersujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah’ (QS. Al-Israa: 61. Maka dia dijauhi dari rahmat-Nya.
Al-Qurtuby rahimahullah berkata:
“Bagi Allah bersumpah dengan apa yang disukai dari makhluk-Nya baik hewan dan makhluk padat. Meskipun tidak diketahui hikmah hal itu." (Al-Jami Liahkamil Qur’an, 19/237)
Syekh Ibnu utsaimin rahimahullah berkata, ‘Ini adalah perbuatan Allah, Allah tidak ditanya apa yang dilakukannya, Dia dapat bersumpah dengan apa yang disukai dari makhluk-Nya. Dia yang bertanya bukan ditanya, Yang menghukum bukan dihukum.’ (Majmu’ Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 10/797)
Kedua,
Segala sesuatu yang Allah bersumpah dengannya merupakan tanda-tanda dan bukti ketauhidan-Nya, bukti kekuasan-Nya serta membangkitkannya dari kematian. Sumpah dengannya menunjukkan keagungan bagi-Nya subhanahu. Dan mengingatkan orang kepada bukti keesaan-Nya, serta tanda-tanda yang menunjukkan keagungan kekuasannya dan kesempurnaan rububiyah-Nya. Ini termasuk kesempurnaan memberikan hujjah kepada hamba-Nya. Dimana (Allah) bersumpah dengan makhluk yang agung agar mengingatkan akan keagungan yang dibuat sumpah. Sehingga yang bersumpah sebagai dalil terhadap apa yang dibuat sumpah.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah bersumpa dengan yang disumpahi dari makhluk-Nya karena ia termasuk ayat dan makhluk-Nya. Ini adalah dalilakan kerububiyaan, keulihiyaan, ilmu, kekuasaan, keinginan, rahmat, hikmah, keagungan, dan izzah-Nya, maka Dia subhanahu bersumpah dengannya. Karena sumpah dengannya menunjukkan akan keagungan-Nya. Kami makhluk tidak diperkenankan bersumpah dengannya secara nash dan ijma’.’ Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa, 1/290.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Allah bersumpah dengan ayat-ayat ini sebagai dalil atas keagungan dan kesempurnaan kekuasaan dan hikmah-Nya. Sehingga bersumpah dengannya menunjukkan keagungannya dan Tingginya kedudukannya yang mengandung pujian kepada Allah Azza Wa Jalla. Sementara kita tidak dibolehkan bersumpah dengan selain nama Allah atau sifat-Nya, karena kami dilarang melakukan hal itu.’ (Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 10/798)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah telah merinci hikmah sumpah Allah dengan makhluk-Nya dengan mengatakan, ‘Kalau dikatakan, ‘Apa faedah dari sumpah-Nya padahal Allah jujur meskipun tanpa bersumpah. Karena sumpah kalau untuk kaum yang berimana kepada-Nya dan membenarkan perkataan-Nya, maka tidak diperlukan lagi. Sedangkan jika untuk kaum yang tidak mempercayai-Nya, maka tidak ada gunanya. Allah Ta’ala berfirman:
ولئن أتيت الذين أوتوا الكتاب بكل آية ما تبعوا قبلتك (سورة البقرة: 145)
“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu.” (QS. Al-Baqarah: 145)
Jawabannya bahwa manfaat bersumpah terdiri dari beberapa sisi:
Pertama, ini adalah metode Bahasa Arab untuk menguatkan sesuatu dengan sumpah, bahwa hal itu telah diketahui oleh semua atau ketika ada bentuk pengingkaran dari yang diajak bicara. Dan Al-Qur’an itu diturunkan dengan memakai Bahasa Arab yang jelas.
Kedua, bahwa orang mukmin akan bertambah keyakinannya dengan hal itu. Tidak mengapa adanya tambahan penguat yang akan menambah keyakinan seorang hamba. Allah berfirman terkait dengan nabi Ibrahim:
رب أرني كيف تحي الموتى قال أولم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبي (سورة البقرة: 260)
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (QS. Al-Baqarah: 260)
Ketiga, bahwa Allah bersumpah dengan sesuatu yang agung, hal itu menunjukkan kesempurnaan kekuasaan, keagungan dan ilmu-Nya. Maka, ciptaan yang Dia bersumpah dengannya, adalah bukti akan kebenaran yang bersumpah lewat keagungan apa yang diciptakan.
Keempat, mengisaratkan kedudukan yang disumpah. Karena Allah tidak bersumpah melainkan dengan sesuatu yang agung. Kedua sisi ini tidak kembali kepada pembenaran berita, bahkan untuk menunjukkan bahwa ciptaan yang Allah bersumpah dengannya merupakan penegasan akan kebesarannya.
Kelima, perhatian terhadap sumpah, bahwa selayaknya mendapatkan perhatian dan penetapan.’ (Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 10/612-613)
Kedua,
Adapun pengakuan orang Kristen bahwa agama Kristen menganggap tidak memerlukan sumpah, dan membuat hal itu sebagai subhat kepada orang-orang Islam. Maka kami dapat katakan sebelumnya, sesungguhnya hak Allah untuk menetapkan suatu urusan sebelum dan sesudahnya. Dia berhak bersumpah terhadap apa yang dikehendaki dan melakukan apa yang dikehendaki ‘(Dia) tidak ditanya terhadap apa yang dilakukan, (sementara) mereka (para makhluk) yang ditanya’ meskipn begitu, orang Kristen tidak berhak menyanggah di sini, berbicara tentang masalah agamanya, sementara kitab suci ada pada mereka. Tidak benar kalau Allah tidak bersumpah di kitab mereka dengan sesuatu dari makhluk-Nya.
Coba kita baca hal itu, ‘Sesungguhnya Tuhan telah bersumpah dengan kebanggaan Ya’qub, sesungguhnya Saya tidak akan melupakan selamanya semua amalan-amalannya.’ Amus, 8: 7.
Dalam terjemahan bersama di antara golongan-golongan Kristen pada paragraf yang sama, ‘Dengan kedudukan Ya’qub, Tuhan bersumpah. Saya tidak akan melupakan amalan-amalan mereka selamanya.'
Begitu juga dengan Tuhan Babil telah bersumpah dengan pencuri, penipu dan pezina! Karena Ya’qub telah mencuri kenabian dari saudaranya ‘’Iisu’ (Kitab Takwin Pasal 27), menipu pamannya ‘Laban’ pada kambing (Kitab Takwin Pasal 30 no, 32-43) sebagaimana dia menikah lebih dari dua wanita, keduanya itu ‘Rahil’ dan Liah’ (keduanya bersaudara) dan masuk (bersetubuh) dengan dua budak, dimana keduanya milik kedua istrinya ‘Rahil dan Liah, nama budaknya itu ‘Balha’ dan Zulfah’ (Kitab Takwin Pasal 30 no. 4 dan Kitab Takwin Pasal 3 no. 9-10) hal itu dalam tinjauan Kristen termasuk berzina.
Sementara kami kaum muslimin menjadikan Nabi Allah Ya’qub alaihis salam itu mulia, dari tuduhan orang yang menuduh, dan dusta para pendusta. Akan tetapi kami katakan kepada mereka, ‘Debu di pelupuk mata saudaranya terlihat, sementara batang dipelupuk matanya tak terlihat.’ Jangan kamu beragama agar dapat mengecoh, karena dengan beragama itu yang menjadikan kamu punya agama. Dengan timbangan yang kamu buat menimbang, maka kamu ditimbang.
Oleh karena itu kenapa anda melihat debu yang ada dipelupuk mata saudara anda, sementara kayu yang ada di pelupuk mata anda tidak teliti, atau bagaimana anda dapat mengatakan kepada saudara anda, ‘Biarkan saya keluarkan debu dari pelupuk mata anda, sementara kayu ada di pelupuk mata anda?? Wahai orang yang ingin dilihat, keluarkan dahulu kayu yang di pelupuk mata anda, maka ketika itu anda akan melihat dengan jelas dapat mengeluarkan debu di pelupuk mata saudara anda. (Injil Matta, 1/5-7).
Ini kalau sekiranya di pelupuk mata saudara anda ada debu, bagaimana kalau debu itu ada di pelupuk mata anda –maka anda menyangka, karena debu terus bersama anda- bahwa semuanya terlihat ada debu!!
Barangsiapa yang di mulutnya terdapat penyakit pahit, maka akan didapatkan (rasa) pahit itu meski pada air yang mendidih.
Wallahu’alam.