Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

SISI PENGGABUNGAN ANTARA HADITS LARANGAN DARI TAHLIL (ORANG YANG MENIKAH WANITA AGAR HALAL DIKAWINI SUAMINYA YANG PERTAMA) DAN HADITS ISTRI RIFA’AH

159041

Tanggal Tayang : 11-02-2013

Penampilan-penampilan : 12645

Pertanyaan

Telah ada di Abu Dawud bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda; “Allah melaknat al-muhallil dan muhallil lahu.” Al-Muhallil adalah orang yang menikah wanita dengan tujuan agar halal untuk suaminya yang pertama. Al-Muhallil lahu adalah suami yang pertama. Telah ada di Ibnu Majah dari hadits Uqbah bin Amir radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Saya akan kabarkan kepada anda semua kambing pinjaman? Mereka (shahabat0 bertanya, ‘Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda; “Yaitu Al-Muhallil. Allah melaknat Al-Muhallil dan Al-Muhallal lahu.
Ringkasan dari dua hadits ini, bahwa tahlil (mengawini wanita agar halal dapat kawin dengan suami pertama) adalah haram dari sisi agama. Akan tetapi sebaliknya kita dapatkan hadits lain dalam Sunan Abu Dawud, no. 2302 dalam kitab 12 dari hadits Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu’anha sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang seseorang yang telah menceraikan istrinya dengan talak tiga, kemudian wanita itu menikah dengan lelaki lain dan diceraikan sebelum dikumpulinya. Apakah diperbolehkan wanita tersebut kembali kepada suami yang pertama. Aisyah radhiallahu’anha berkata. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidak dihalalkan baginya sampai dia merasakan madunya dan (wanita) merasakan madu lelaki (yakni suami kedua). Yang kami fahami dari hadits ini, tahlil diperbolehkan dengan syarat suami kedua menggaulinya. Apakah ini tidak termasuk saling kontradiksi diantara dalil-dalil. Dalam hadits pertama, dilaknat Al-Muhallil dan Al-Muhallal lahu. Dalam hadits kedua, kami lihat masalahnya tidak mengapa. Apa pendapat anda tentang hal itu?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Disana tidak ada kontradiksi diantara hadits-hadits ini. Karena lelaki ketika menikah dengan wanita yang telah dicerai tiga kali dengan maksud agar halal dinikahi dengan suami pertama, maka pernikahan ini adalah haram. Ini yang dilaknat oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam kepada pelakunya. Sementara hadits istri Rifa’ah, di dalamnya tidak ada (larangan itu) bahwa Abdurrahman bin Zubair ketika menikah bukan berniat tahlil (penghalalan untuk menikah dengan suami pertama). Bahkan riwayat-riwayat hadits menunjukkan bahwa beliau menikahinya dia ada keinginan untuk menahannya. Tidak diceraikan sekedar meminta untuk bercerai. Akan tetapi (wanita) itu sendiri yang menginginkan kembali ke suaminya yang pertama. Kemudian Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan bahwa dia tidak dihalalkan hal itu sampai suami kedua berhubungan dengannya. Wanita itu menyebutkan bahwa belum berhubungan dengan suami kedua.

Ini sebagian teks hadits istri Rifa’ah yang diriwayatkan oleh Bukhori, 2639 dan Muslim, 1433 dari Aisyah radhiallahu’anha,

: (جَاءَتْ امْرَأَةُ رِفاعَةَ الْقُرَظِيِّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : كُنْتُ عِنْدَ رِفَاعَةَ فَطَلَّقَنِي فَأَبَتَّ طَلَاقِي فَتَزَوَّجْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ . فَقَالَ : ( أَتُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِي إِلَى رِفَاعَةَ ؟ لَا ، حَتَّى تَذُوقِي عُسَيْلَتَهُ ، وَيَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ ) .

“Istri Rifa’ah AL-Quradhi mendatangi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Saya dahulu di sisi Rifa’ah, kemudian dia menceraikanku. Sehingga saya  berpisah penuh (karena) perseraian (tiga kali). Kemudian saya menikah dengan Abdurrahman bin Zubair. (Nabi) bertanya, ‘Apakah anda ingin kembali ke Rifa’ah? Tidak (bisa), sampai anda menikmati madunya dan dia menikmati madu anda (berhubungan dengannya).

وروى مسلم (1433) عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : طَلَّقَ رَجُلٌ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا ، فَأَرَادَ زَوْجُهَا الْأَوَّلُ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا ، فَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ : ( لَا حَتَّى يَذُوقَ الْآخِرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ الْأَوَّلُ)

Diriwayatkan oleh Muslim, 1433 dari Aisyah radhiallahu’anha berkata, ‘Seseorang menceraikan istrinya tiga kali cerai. Kemudian dia menikah dengan lelaki lain, kemudian dia diceraikan sebelum berhubungan dengannya. Kemudian suami pertama ingin menikahinya lagi. Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, maka beliau bersabda: “Tidak, sampai suami lain (kedua) menikmati madu (istrinya) sebagaimana suami pertama.’

Jadi dalam hadits tidak ada Abdurrahman menikahi dengan niatan tahlil (untuk menghalalkan menikah dengan suami pertama). Akan tetapi wanita itu sendiri yang ingin kembali ke suami pertama. Adanya niatan ini tidak menjadikan nikah ini menjadi nikah tahlil (yang menghalalkan). Karena perceraian tidak ada kuasa di tangannya.

Syeikhul Islam rahimahullah berkata, ‘Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika memperbolehkan kembali ke suami pertama ketika telah disetubuhi suaminya yang kedua, setelah terliaht keinginan wanita itu kepada suami pertama, tanpa memperinci keinginannya ini terjadi setelah akad (nikah) atau sebelum akad. Ha litu menunjukkan bahwa kehalalan mencakup pada dua gambaran tadi. Karena wanita ketika senang dengan suami kemudian diceraikan, terkadang masih banyak tersisa pada dirinya kondisi-kondisi (kenangan tertentu). Para wanita kebanyakan tidak menyukai perceraian, keinginan kembali kepada suami pertama lebih besar diabndingkan bermuasyarah dengan lelaki lainnya.’ Selesai ‘AL-Fatawa Al-Kubra, 6/301.

Ibnu Abdul Bar rahimahullah berkata, ‘Sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kepada istri Rifa’ah ‘Apakah anda ingin kembali ke Rifa’ah’ bahwa keinginan wanita kembali ke suaminya tidak merusak akadnya. Bahwa hal itu tidak termasuk tahlil yang mana pelakunya mendapatkan laknat.’ Selesai. ‘At-Tamhid, 13/227.

Ibnu Qayyim rahimahulah berkata, ‘Niatan istri dan wali tidak berpengaruh. Sesungguhnya pengaruh (tahlil) itu dari pihak suami kedua, karena kalau dia berniat tahlil, maka itu termasuk pelaku muhallil yang berhak mendapatkan laknat. Kemudian suami yang menceraikan juga berhak mendapatkan (laknat juga) kalai dia kembali kepadanya dengan nikah yang batil ini. Sementara kalau suami kedua dan suami pertama tidak mengetahui di hati wanita atau walinya dari niatan tahlil, maka hal itu tidak merusak akad sedikitpun. Sungguh Nabi sallallahu’alaihis salam telah mengetahui bahwa istri Rifa’ah ingin kembali ke suami pertama, hal itu tidak menjadikan penghalang kembalinya wanita ke suami pertama. Akan tetapi yang menjadi penghalang adalah karena belum digauli oleh suami kedua dengan mengatakan ‘Sampai anda menikmati madunya dan dia menikmati madu anda.’ Selesai ‘I’alamul Muwaqi’in, 4/45-46.

Wallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam