Alhamdulillah.
Hukum asal seorang muslim menikah dengan wanita ahli kitab yang menjaga kesuciannya adalah halal. Allah telah menyatakan kehalalan tersebut dalam kitab-Nya yang mulia, maka demikianlah pendapat mayoritas ulama dahulu dan sekarang, namun kebolehan ini memiliki syarat-syarat bahwa wanita tersebut benar-benar seorang ahli kitab yang taat pada agamanya, ia mampu menjaga kesucian dirinya (tidak pernah berzina), perwaliannya dan perwalian anak-anaknya kepada suaminya yang muslim bukan pada undang-undang negaranya atau kepada agamanya, salah satu dari syarat di atas tidak terpenuhi maka pernikahannya adalah haram.
Kalau misalnya telah terjadi pernikahan yang benar dengan ahli kitab, maka pernikahan tersebut sebenarnya akan mendatangkan banyak kemadharatan. Di antara bentuk kemadharatan tersebut adalah sang ibu yang ahli kitab akan mempengaruhi anak-anaknya yang akan bertentangan dengan keinginan suaminya yang muslim untuk mendidiknya sesuai dengan hukum Allah yang suci, kemadharatam tersebut tidak menjadikan yang halal berubah menjadi haram, justru dengan kemadharatan tersebut menjadikan seseorang akan menjauhi untuk menikahi wanita ahli kitab. Jika syari’at yang mulia telah mewasiatkan untuk memilih secara khusus kepada wanita muslimah, maka syari’at juga berwasiat untuk menikahi wanita yang taat agama dan berakhlak yang baik. Maka lebih utama bagi seorang muslim untuk menjauhi pernikahan dengan wanita ahli kitab, namun kalau dia mau tetap hukumnya halal, jika semua syaratnya terpenuhi.
Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Hukumnya boleh menikahi wanita ahli kitab berdasarkan nash al Qur’an yang menyatakan:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“… (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu”. (QS. Al Maidah: 5)
Arti muhshanat adalah yang menjaga kehormatannya (tidak berzina).
Abdullah bin Ahmad berkata: “Saya telah bertanya kepada bapak saya tentang seorang muslim yang menikahi wanita nasrani atau wanita yahudi, beliau menjawab: “Saya tidak senang ia melakukan hal itu, namun jika ia tetap melakukannya maka sebagian para sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga pernah melakukannya”. (Ahkam Ahlidz Dzimmah: 2/794-795)
Bentuk penjagaan suami muslim kepada istrinya yang dari ahli kitab adalah dengan mendakwainya agar mau memeluk agama Islam, berterus terang dengan menampakkan akhlak dan muamalah yang baik hingga ia ingin masuk agama Islam, dari sisi inilah yang menjadi hikmah bolehnya menikah dengan wanita ahli kitab, oleh karena itu tidak boleh wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, disebabkan kebanyakan suami pengaruhnya bergitu kuat tidak sebaliknya.
Kami setuju dengan pendapat anda bahwa sebaiknya seorang muslim mencukupkan diri untuk menikah dengan wanita muslimah tidak dengan wanita ahli kitab, namun hal ini tetap sebagai nasehat saja kepada laki-laki muslim dan pilihan baginya, karena kami tidak berhak untuk mengharamkan seseorang yang menikahi wanita ahli kitab; karena Allah telah menghalalkannya, maka yang bisa kita lakukan adalah menasehatinya, memberi semangat untuk melakukan kebaikan untuk agama, rumah dan anak-anaknya, dialah yang pada akhirnya harus memutuskan pilihan hidupnya.
Telah disebutkan sebelumnya tentang syarat-syarat wanita ahli kitab yang boleh dinikahinya pada jawaban soal nomor: 95572.
Lihat juga jawaban soal nomor: 2527, di sana juga dijelaskan seperti apakah kreteria wanita ahli kitab yang boleh dinikahi oleh seorang muslim.
Adapun akibat dari pernikahan dengan wanita ahli kitab banyak sekali, telah kami sebutkan pada jawaban soal nomor: 44695.
Wallahu a’lam.