Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

IBUNYA MENOLAK PELAMAR, KARENA DIA SEBELUMNYA TIDAK ADA HUBUNGAN DAN JANJIAN

166429

Tanggal Tayang : 28-11-2011

Penampilan-penampilan : 6237

Pertanyaan

Saya telah masuk Islam, dan saya mendapatkan teman sebagai (calon) suami yang tepat. Saya ingin semuanya berjalan sesuai dengan cara Islam. Akan tetapi ibuku menganggapnya pernikahan dengan orang asing karena diantara kami belum pernah ada janjian (pacaran). Saya ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan, akan tetapi ibuku ingin supaya saya menataatinya agar tidak menikah dengan lelaki tersebut. Saya sekarang telah berumur 27 tahun. Saya memerlukan untuk menikah, apakah saya taati ibuku?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama,

Kami ucapankan selamat kepada saudariku yang mulia atas masuk Islam. Kami memohon kepada Allah agar anda diberi kebaikan dengan diberi hidayah keluarga anda dan orang-orang tercinta anda. Dan anda diberi taufik untuk ketaatan dan keredoan-Nya. Serta diberi rizki suami sholeh dan keturunan yang shaleh.

Kedua,

Pernikahan dalam Islam dimulai dengan meminang kemudian akad. Ketika meminang, orang yang meminang memungkinkan untuk melihat wanita pinangannya. Begitu juga (wanita tersebut) memungkinkan untuk dapat melihat pelamar. Agar pernikahan terjadi dengan pengetahuan. Seyogyanya hal itu disertai dengan pertanyaan kepada pelamar untuk mengetahui akhlak dan agamanya. Kondisi dia dan kondisi keluarganya. Kalau dia rela. Maka asalnya adalah diterima berdasarkan sabda Nabi sallallahau’alaihi wa sallam:

(إِذَا خَطَبَ إِلَيكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فزوِّجُوه إِلا تَفْعلُوا تكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسادٌ عَرِيضٌ)

‘Kalau ada orang yang datang melamarmu, yang ada redo agama dan akhlaknya. Maka nikahkan dengannya. Kalau tidak anda lakukan, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan besar. HR. Tirmizi, 1084 dari Hadits Abu Hurairah dan dihasankan oleh Al-Alany di Shoheh Tirmizi.

Pelamar adalah orang asing dari wanita yang dipinang, maka tidak boleh berduaan, bersalaman   atau melihatnya selain dari penglihatan waktu meminang. Dari sini anda tahu, bahwa dalam Islam tidak diperbolehkan menjalin hubungan antara lelaki dan wanita asing meskipun dengan tujuan untuk menikah. Hubungan semacam ini tidak diperbolehkan sebelum atau sesudah meminang. Akan tetapi kalau diperlukan urusannya untuk duduk bersama pelamar sekali atau beberapa kali untuk mengenal akan kondisinya atau untuk mengurusi masalah akad, maka hal itu tidak mengapa dengan syarat adanya mahrom, memakai hijab dan berinteraksi seperti berinteraksi dengan lelaki asing.

Ketiga,

Kalau ibu anda tidak setuju dengan pelamar disebabkan seperti apa yang disebutkan tadi yaitu bahwa dia berpendapat harus ada janjian, hubungan perkenalan (pacaran) sebelum meminang. Maka anda tidak harus mentaatinya dalam menolak peminang ini. Karena hal itu menjerumuskan anda kepada sesuatu yang tidak diperbolehkan agama. Dan tidak ada ketaatan kepada makhluk ketika bermaksiat kepada Kholik. Seyogyanya anda jelaskan kepadanya akan hukum hubungan semacam ini, dan berusaha untuk dapat menerimanya menikah dengannya disela-sela menyampaikan sifat dan kelebihan pelamar setelah anda bertanya dan berhati-hati dengannya.

Kalau penolakannya masuk akal dari sisi agama dan dunia, seperti kekurangan harta, atau penampilannya atau keluarganya jelek atau semisal itu, maka yang lebih utama anda mentaati ibu anda.

Kalau tidak ada sebab yang masuk akal dalam penolaknnya, maka anda tidak harus mentaatinya. Maka secepatnya anda meminta redonya dan menghibur hatinya, karena ibu mempunyai hak yang besar dalam berbuat baik dan kebajikan.

Keempat,

Syarat sahnya pernikahan, wali wanita yang melakukan akad pernikahan. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

(لا نكاح إلا بولي)

‘Tidak (sah) pernikahan kecuali ada wali.’ HR. Abu Dawud, 2085. Tirmizi, 1101. Ibnu Majah, 1881 dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari dan dishohehkan oleh Al-Albany di shoheh TIrmizi.

Wali seorang wanita adalah ayahnya, kemudian kakeknya, anaknya kemudian cucunya (hal ini jikalau dia mempunyai anak). Kemudian saudara laki-laki seibu bapak. Kemudian saudara laki-laki sebapak saja. Kemudian anak-anak dari ibu bapak. Kemudian pamannya. Kemudian anak pamannya. Kemudian paman dari ayah. Kemudian penguasa. Silahkan dilihat kitab ‘Al-Mugni, 9/355.

Kalau tidak mendapatkan wali muslim dari mereka, maka yang menihkannya adalah Qodi (hakim) muslim. Kalau tidak ada, maka dinikahkan oleh orang yang mempunyai kedudukan di kalangan umat Islam seperti imam Markaz Islamy.

Kemi memohon kepada Allah Ta’ala untuk anda taufik dan ketepatan.

Wallahu’alam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam