Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Sebab Perbedaan Penetapan Ramadan Setiap Tahun Masehi

Pertanyaan

Mohon penjelasan terkait dengan tahun hijriah. Mengapa setiap tahun Ramadan datang terlambat selama tigabelas atau empat belas hari dari tahun masehi?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Sebagaimana diketahui bahwa penetapan tahun bermacam-macam di tengah masyarakat, antara penetapan berdasarkan peredaran matahari (sanah syamsiah) yang jumlah harinya 365 hari, dan penetapan berdasarkan peredaran bulan (sanah qamariah), yang jumlah harinya berjumlah 354 hari.

Tahun syamsiyah sesuai dengan tahun qamariyah dalam jumlah bilangan bulan, tapi berbeda dalam jumlah harinya. Jumlah harinya lebih banyak 11 hari dibanding tahun qamariah.

Penaggalan masehi berpatokan pada tahun matahari. Adapun penanggalan hijriah, berpatokan pada tahun bulan. Karena sebab itu, awal bulan Ramadan berbeda setiap tahun dalam penanggalan masehi, dan berpindah-pindah di antara empat musim.

Kedua:

Penanggalan qamariah adalah penanggalan yang wajib diikuti. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, 

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً ، وَالْقَمَرَ نُورًا ، وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, serta menetapkan tempat-tempatnya agar kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.” SQ. Yunus: 5.

Ibnu Katsir berkata, “Dengan matahari dketahui hari-hari sedangkan dengan bulan diketahui bilangan bulan dan tahun.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/248)

Matahari berfungsi untuk menetapkan hari dan malam. Sedangkan bulan telah Allah jadikan sebagai penetap bulan dan tahun. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ

“Serta menetapkan tempat-tempatnya agar kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.” SQ. Yunus: 5.

Allah Ta’ala juga berfirman,

إنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ، فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” SQ. At-Taubah: 36

Firman Allah Ta’ala,

“Itulah (ketetapan) agama yang lurus.” SQ. At-Taubah: 36

Hal ini menunjukkan bahwa penanggalan ini merupakan syariat lurus yang Allah ridhai untuk kita. Dan bahwa selainnya merupakan kebiasaan manusia yang tidak lurus yang dapat terjadi penyimpangan dan ketidaktepatan.

Al-Qurthubi berkata, “

“Ayat ini menunjukkan bahwa yang diwajibkan adalah mengaitkan hukum-hukum dalam ibadah dan selainnya dengan bulan dan tahun yang telah dikenal oleh bangsa Arab, bukan bulan yang dikenal oleh non Arab dan Romawi dan qibti.” (Al-Jami Li Ahkamil Quran, 8/133)

Asy-Syaukani berkata,

“Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa bulan-bulan yang dikenal oleh bangsa non Arab, Romawi dan Qibti tidak dapat dianggap. Sebagiannya mereka tetapkan berjumlah 30 hari, kadang lebih dan kadang kurang.” (Fathul Qadir, 2/521)

Allah Ta’ala berfirman,

يَسْأَلونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ، قُلْ : هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” SQ. Al-Baqarah: 189

Maksudnya adalah waktu-waktu bagi manusia baik sebelum atau sesudah ihram, berpuasa dan berbuka, nikah, thalak, iddah atau dalam mu’amalah, perdagangan dan utang-utang mereka. Dalam perkara agama dan dunia secara sama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Dia mengabarkan bahwa bulan-bulan ini merupakan patokan waktu bagi manusia, dan ini bersifat umum dalam semua perkara mereka. Maka Allah menetapkan bulan sebagai patokan dalam waktu manusia dalam hukum-hukum yang ditetapkan syariat. Hal ini termasuk puasa, haji, masa ila, iddah, puasa kafarat.” (Majmu Fatawa, 25/133)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah, “Penetapan waktu berdasarkan bulan-bulan asing (bulan masehi) tidak memiliki landasan yang jelas, logis dan syar’i. Karena itu kadang bulannya berjumlah 28 hari, sebagiannya 30 hari, sebagiannya 31 hari tanpa diketahui sebab-sebab yang diketahui sehingga menimbulkan perbedaan. Kemudian bulan-bulan ini (masehi) tidak memiliki tanda-tanda jelas yang dapat dirujuk dalam menetapkan waktu-waktu mereka, berbeda dengan bulan-bulan qamariah yang dapat ketahui setiap orang.” (Tafsir Al-Baqarah, 2/371)

Wallahua’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam