Alhamdulillah.
Yang tampak adalah, dan ilmu milik Allah, bahwa tetesan darah yang dimaksud tidak dianggap haid, kecuali jika ia bersambung dengan darah haid. Karena haid adalah darah yang mengalir. Jika ia bersambung dengan darah haid, maka dia adalah haid.
Banyak ahli fiqih yang berkata: Minimal masa suci di antara kedua haid adalah 13 hari, maksudnya adalah bahwa masa haid berikutya baru mungkin datang lagi setelah 13 hari dari selesainya haid pertama, bukan sebelumnya.
Tapi yang kuat adalah bahwa darah yang keluar dari rahim merupakan darah haid, selama tidak sampai sebulan penuh. Jika sampai sebulan penuh, maka ia adalah istihadhah. Akan tetapi ini berlaku bagi darah yang mengalir, bukan tetesan darah.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, "Jika seorang wanita mengeluarkan darah di siang hari bulan Ramadan dalam bentuk tetesan darah sedikit, dan hal itu berlangsung selama bulan Ramadan dalam keadaan dia berpuasa, apakah puasanya sah?"
Beliau menjawab:
Ya, puasanya sah. Adapun tetesan darah tidak dianggap haid, karena ia hanya darah biasa. Terdapat atsar dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, bahwa dia berkata, "Tetesan darah yang keluar mirip dengan mimisan di hidung, ia tidak dianggap haid." Ungkapan ini dikatakan berasal dari beliau radhiallahu anhu." (60 soal dalam haid, hal. 6)
Jika tetesan darahnya berhenti dan tidak bersambung dengan darah haid, maka dia merupakan darah rusak yang tidak mencegah seseorang dari puasa dan shalat.