Alhamdulillah.
..Tidak boleh seorang lelaki yang akan menikahi calon istrinya memeriksakan ke dokter untuk memastikan kegadisannya karena yang demikian termasuk berprasangka buruk terhadap sesama dan bagian dari meneliti aurat atau aib orang lain. Syariat Islam yang suci telah melarang dari hal demikian dan mengancamnya dengan siksa yang pedih sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya dalam fatwa no. 112196.
Di samping itu perbuatan semacam ini merupakan penyingkapan aurat secara sengaja dengan tanpa adanya kebutuhan yang darurat dan merupakan perbuatan yang diharamkan sebagaimana telah kami sebutkan dalam fatwa no. 5693.
Penting untuk diperhatikan terkait problematika ini, sesungguhnya hilang atau ketiadaan selaput dara bukan berarti bukti dari nistanya seorang perempuan atau rusaknya kepribadiannya. Karena bisa jadi selaput dara hilang karena melompat yang terlalu kuat, karena haid yang sangat deras, dan menunggangi sesuatu yang tumpul atau lain sebagainya. Apabila telah ditetapkan bahwa seorang lelaki tidak diperkenankan melakukan hal semacam ini, maka seorang wanita pun tidak dibolehkan mendatangi dokter wanita atau lelaki agar memeriksa kegadisannya dan mengambil surat keterangan akan hal tersebut, sebagaimana yang terjadi disebagian orang. Karena sesungguhnya perbuatan semacam ini merupakan membuka aib orang lain tanpa ada keperluan yang mendasar, dan terdapat pengecualian dalam hal tersebut ; yaitu jika terjadi tuduhan atau timbul keraguan dalam diri perempuan tersebut, maka upaya satu-satunya untuk menepis tuduhan tersebut adalah dilakukannya pemeriksaan ini.
Masalah dibolehkannya bagi perempuan tadi memeriksakannya ke dokter perempuan muslimah (jika darurat), terdapat dalam fatwa-fatwa Al Lajnah Ad Daimah, 24/421: “Apa hukumnya dokter yang memeriksa seorang gadis agar dia mengetahui apakah dia masih gadis ataukah tidak? dan yang demikian tersebut dengan memberikannya surat keterangan, bagaimanakah hukum dokter tersebut ?
Jawab :
· Pertama: dibolehkan jika memang hal itu sangat dibutuhkan, seperti apabila ada tuduhan yang dengan memeriksakan bisa membebaskannya dari tuduhan tersebut, atau terbebas dari tuduhan yang menjadikannya merasa teraniaya, jika tidak demikian maka hukumnya tidak dibolehkan.
· Kedua : saat malakukan pemeriksaan hendaknya memilih dokter perempuan yang muslimah jika hal itu memungkinkan, apabila tidak maka boleh dengan dokter perempuan yang kafir, jika hal itu tidak memungkinkan juga maka dengan dokter laki-laki muslim dengan didampingi mahramnya ”.
Dan kami juga telah melontarkan pertanyaan ini kepada syekh Abdurrahahman bin Nashir Al barrak Hafizahullah, maka beliau menjawab, “Allah telah menjadikan buruk cara semacam ini! Sungguh orang ini telah mati akal sehatnya! (Yaitu yang memeriksakan calon istrinya kepada dokter hanya untuk mengetahui hal tersebut).
Dan tidak dibolehkan bagi dokter meneliti serta memeriksa hal tersebut, tidak boleh juga memberitakan sesuatu apapun, dan jika memang harus menyampaikan hasil lab nya, hendaklah dia mengatakan : saya tidak tahu !!
Wallahu A’lam.