Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Apa Hukum Tambahan Bilangan Yang Ada Dalam Zikir?

Pertanyaan

Bagaimana menggabungkan antara sabda Nabi sallallahu alaihi  wa sallam, “Siapa yang membaca ketika pagi hari dan ketika sore doa ‘Shubhaanallahi wa bihamdihi, sebanyak 100 kali, kemudian tidak ada seseorang pun nanti pada hari kiamat yang lebih baik dari apa yang dia bawa kecuali seseorang yang mengucapkan seperti apa yang dia baca atau lebih banyak darinya.” (HR. Muslim, no. 2692) dengan soal no. 148699 yang di dalamnya dinyatakan bahwa tidak boleh ada tambahan bilangan dalam zikir?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Allah menyebutkan dua macam zikir; Zikir yang bersifat umum (mutlaq) dan zikir yang bersifat khusus (muqoyyad). Dua macam zikir tersebut terdapat dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً * وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

سورة الأحزاب :41-42

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

Dan firman-Nya:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

سورة آل عمران : 41 .

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari." (QS. Ali Imron: 41)

Zikir yang bersifat umum (mutlaq) adalah zikir yang tidak terikat oleh waktu atau tempat atau kondisi. Seseorang dapat berzikir kepada Allah dalam semua kondisi, sebagaimana Nabi sallallahu alaihi  wa sallam melakukan hal itu. Telah diriwayatkan oleh Muslim, (373) dari ‘Aisyah radhiallahu anha berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه

“Biasanya Nabi sallallahu alaihi  wa sallam mengingat Allah dalam semua keadaan.”

Memperbanyak zikir pada macam ini itu dianjurkan oleh agama, dimana Allah ta’ala berfirman:

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

سورة الأحزاب : 35

“laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Dan firman-Nya:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

سورة الأنفال : 45

“Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 35)

Driwayatkan oleh Muslim (2676) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسير في طريق مكة ، فمر على جبل ، يقال له جمدان ، فقال :   سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ ) ، قالوا : وما المفردون يا رسول الله ؟ قال : ( الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ (

“Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi  wa sallam melewati jalanan Mekkah dan melewati gunung yang bernama Jumdan. Maka beliau bersabda, ‘Berjalanlah kalian semua di bukit ini, tapi al-mufarridun telah mendahului,’ Mereka (Para shahabat) bertanya, ‘Siapakah yang dimaksud al-mufaridun itu wahai Rasulullah?’ Maka beliau bersabda, “Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah.”

Adapun zikir yang bersifat khusus adalah zikir yang terikat dengan waktu atau tempat atau kondisi atau teks dan bilangan tertentu. Ini Zikir macam ini, dasarnya seseorang hendaknya  berpedoman dengan apa yang diajarkan.

Di antara contoh macam ini, misalnya zikir  yang diajarkan setelah shalat, zikir hendak tidur, zikir pagi dan petang hari, dan zikir-zikir khusus lainnya. Maka hendaknya seseorang melakukan seperti apa yang diriwayatkan, baik dari sisi redaksi maupun bilangannya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dari sini dapat disimpulkan, bahwa berpatokan jumlah bilangan tertentu  pada berbagai bentuk zikir (muqoayyad)  adalah hal yang berlaku. Kalau tidak, maka dapat saja dikatakan kepada mereka, “Tambahkan padanya bacaan tahlil tigapuluh tiga  kali.’ Sebagian ulama berkata, ‘Bilangan seperti zikir setelah selesai shalat wajib jika dibaca sesuai bilangannya akan diberikan pahala khusus. Jika ada yang menambah melebihi jumlah yang telah disebutkan, maka dia tidak akan memperoleh pahala khusus tadi. Karena ada kemungkinan bilangan tertentu itu memiliki hikmah khusus yang akan hilang jika bilangannya ditambah.” (Fathul Bari karangan Ibnu Hajar, 2/330, berdasarkan penomoran Maktabah Syamilah)

Terdapat dalam ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, vol Satu, (24/203).

“Adapun doa-doa dan zikir-zikir yang ada dari Nabi, asalnya adalah sudah baku dari sisi teks dan bilanganya. Maka seorang muslim hendaknya memperhatikan hal itu dan menjaganya, jangan menambah bilangan yang telah ditentukan, begitu juga teksnya dan juga jangan mengurangi dan merubahnya. Wabillahit taufiq.”

Yang menunjukkan bahwa hendaknya seseorang  berpatokan dalam zikir khusus sesuai dengan riwayat yang adalah fakta bahwa Rasulullah shallallahu alais shalatu wassalam tidak pernah dinukil bahwa beliau menambah teks yang ada pada sebagian zikir, seperti zikir setelah shalat wajib –contohnya-. Bahkan ketika kalangan fakir dari kaum Muhajirin mengadukan kepada beliau bahwa orang-orang kaya itu juga ikut mengucapkan zikir yang ada setelah selesai shalat, beliau tidak mensyariatkan tambahan dari bilangan tiga puluh tiga. Bahkan beliau bersabda, “Itu adalah keutamaan yang Allah berikan kepada orang yang Dia kehendaki.”

Hal itu menunjukkan bahwa zikir itu dibatasi dengan bilangan tertentu.

Adapun jawaban terhadap hadits yang ada di dalamnya: “Siapa yang membaca waktu pagi dan petang hari ‘subhanallah wa bihamdihi (maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya) 100 kali, tidak seorang pun nanti datang pada hari kiamat yang lebih baik darinya, kecuali jika ada orang yang berkata seperti perkataannya atau melebihinya.” Maka kami katakan, ‘Hadits ini ada kemungkinan bahwa tambahannya itu adalah dari zikir itu sendiri, maka zikir ini menjadi pengecualian dari dibolehkan menambahi dari apa yang ada pada nash. Dan ada kemungkinan tambahan itu dari zikir secara umum, sehingga artinya adalah berkata zikir yang ada kemudian ditambahi dengan zikir yang lainnya.

An-An-Nawawi  rahimahullah berkata,

“Sabda Nabi sallallahu alaihi  wa salam, ‘Siapa yang membaca, Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu, wa huwa alaa kulli syai’in qodiir’ (Tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, segala kerajaan dan pujian hanya milik-Nya, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu) ’ Sebanyak seratus kali, maka tidak ada seorang pun yang lebih baik dari apa yang dia baca kecuali orang yang membacanya lebih dari itu.”

Hadits ini menjadi dalil bahwa kalau dia mengucapkan tahlil lebih banyak dari 100 kali sehari, maka dia akan mendapatkan pahala yang disebutkan dalam hadits, yaitu pahal membaca seratus kali dan mendapatkan pahala bacaan tambahannya. Ini tidak termasuk perkara  yang dilarang melebihkan bilangannya atau bahwa tambahannya tidak memiliki keutamaan atau dapat membatalkannya, seperti tambahan dalam bilangan bersuci dan bilangan rakaat shalat.

Ada kemungkinan juga bahwa maksudnya tambahan dari amalan kebaikan tersebut, bukan dari tahlil itu sendiri, ada kemungkinan maksudnya itu tambahan secara umum, baik tahlil atau lainnya, baik darinya atau dari yang lainnya. Kemungkinan seperti ini yang lebih tepat. Sallallahu alaihi.” (Syarah  Muslim, An-An-Nawawi , 17/17, dengan penomoran syamilah)

Kesimpulannya adalah bahwa zikir itu ada dua macam; Umum dan khusus. yang umum tidak ada bilangan tertentu, seseorang dibolehkan berzikir sesuai kemampuannya. Adapun zikir yang khusus adalah, maka prinsip dasarnya seseorang berzikir sesuai dengan redaksi maupun bilangannya.

Kecuali kalau ada nash yang menunjukkan ada tambahan dari apa yang ada. Seperti ucapan ‘Subhanallah wabihamdihi’ (Maha suci Allah dan segala pujian untuk-Nya) sebanyak 100 kali dan ucapan ‘Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu, wa huwa alaa kulli syai’in qodiir’ (Tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, segala kerajaan dan pujian hanya milik-Nya, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu) sebanyak 100 kali, maka jika demikian  kondisinya, kalau seseorang menambah lebih dari 100, itu tidak mengapa. Sallallahu alaihi

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam