Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Apakah Dibolehkan Merubah Niat Dari Tamattu Ke Qiran Bagi Orang Yang Tidak Membawa Hadyu? Apakah Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ana Menyembelih Hari Nahr Ketika Beliau Berhaji Qiran?

196997

Tanggal Tayang : 08-08-2016

Penampilan-penampilan : 7216

Pertanyaan

Apakah dibolehkan merubah niat dari tamattu ke qiron bagi orang yang tidak membawa hadyu? Apakah ummul mukminin Aisyah radhiallahu anha menyembelih pada hari Nahr setelah menjadi haji Qiron?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Orang haji tamattu kalau tidak memungkinkan umrah sebelum haji, maka dia dibolehkan merubah niatnya dari tamattu ke qiron. Sehingga dia berniat menjadi qorin antara haji dan umrah bersamaan.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kalau seorang wanita melakukan haji tamattu lalu mengalami haid sebelum tawaf untuk umrah, dan dia khawatir tidak sempat melaksanakan hajinya atau khawatir hal yang lain, maka dia dibolehkan merubah niat ihram menjadi haji dan umrah secara bersamaan, sehingga dia menjadi haji qiran.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah. Karena dibolehkan memasukkan haji ke umrah tanpa ada uzur, sehingga ketika ada kekhawatiran, maka hal itu lebih utama (dibolehkan). (Al-Kafi Fi Fiqhi Imam Ahmad, 1/483).

Telah dijelaskan hal ini dalam jawaban dari soal no. 109336.

Hal itu tidak berbeda antara orang yang melakukan haji tamattu baik membawa hadyu atau tidak membawa hadyu. Karena dia melakukan hal itu agar jangan sampai tak dapat laksanakan haji. Ini maksud dari kesamaan orang yang membawa hadyu dan yang tidak membawa hadyu.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Setiap jamaah haji tamattu yang khawatir luput melaksanakan haji, maka dia hendaknya sertakan niat ihram untuk haji juga, sehingga menjadi haji qiron. Begitu juga jamaah haji tamattu yang membawa hadyu, dia tidak tahalul dari umrahnya, tetapi memasukkan niat haji bersama (umrah) sehingga menjadi haji qiron.” (Al-Mughni, 3/422).

Kalau telah menjadi haji qiron setelah (sebelumnya) tamattu, maka seluruh amalan umrah masuk ke dalam haji.

Terdapat dalam kitab ‘Kasyaful Qana An Matnil Iqna’ (2/416), “Gugur darinya umrah, maksudnya adalah seluruh amalan umrah masuk dalam amalan haji seperti jamaah haji qiran dan diterima sebagai umrah Islam.”

Dari pendapat ini, dapat digabungkan antara tamattu dan membawa hadyu. Kalau tidak, di antara ulama ada yang melarang tamattu bagi orang yang membawa hadyu.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang kuat bahwa kalau dia membawa hadyu, maka dilarang tamattu. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لو استقبلت من أمري ما استدبرت ما سقت الهدي ولأحللت معكم »

“Kalau aku dapat kesempatan lagi (berhaji tahun depan) sebagaimana yang telah lewat, maka aku tidak akan membawa hadyu dan aku tahalul bersama kalian (tamatu).” 

Dengan demikian, maka bagi orang yang membawa hadyu tidak ada pilihan di hadapannya kecuali qiran atau ifrad. Kalau kita katakan, kalau dia membawa hadyu tidak tahalul menjadi tamattu maka ini adalah bentuk manasik keempat yang tidak ada dalam sunah. Menjadi tamattu tidak tahalul antara umrah dan haji. Dan ini tidak ada kesamaannya.” (Asy-Syarhul Mumti, 7/278).

Kedua:

Sementara pertanyaan anda apakah Aisyah radhiallahu anha menyembelih (hadyu) setelah menjadi qiron? Jawabannya adalah bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah menyembelih untuknya sapi. Dalam shoheh Muslim dari Jabir radhiallahu anhu, (1319) berkata:

ذبح رسول الله صلى الله عليه وسلم عن عائشة بقرة يوم النحر

“Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam menyembelih untuk Aisyah sapi pada hari Nahr Idul Adha.”

Sementara perkataan Aisyah radhiallahu anha sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (1211):

 فقضى الله حجنا وعمرتنا ، ولم يكن في ذلك هدي ولا صدقة ولا صوم

“Maka Allah telah menyelesaikan haji dan umrah kami, dan waktu itu tidak ada hadyu, sadakah juga tidak puasa.”

Hal ini telah dijawab oleh para ulama. Dikatakan, (perkataan) ini disisipkan bukan dari perkataan Aisyah radhiallahu anha. Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan, “Tambahan ini ‘Dan waktu itu tidak ada hadyu, sadaqah juga tidak puasa.’ Sisipan dalam hadits dari perkataan Hisyam binUrwah. Hal itu telah dijelaskan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.” (Tahzib Sunan, 1/190).

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan, “Perkataan yang bermasalah ini, gampang diselesaikan. Bahwa hal itu diriwayatkan oleh Waqi mauquf (periwayatan sampai Shahabat saja) terhadaap Hisyam bin Urwah dan ayahnya. Urwah berkata, “Sesungguhnya Allah telah menyelesaikan haji dan umrahnya.” Hisyam berkata, “Dan waktu itu tidak ada hadyu, sadaqah juga tidak puasa.” Kalau masalahnya seperti itu, maka mudah untuk memisahkannya. Yaitu dengan mengatakan bahwa Urwah dan Hisyam ketika itu belum sampai berita kepada keduanya sehingga keduanya memberi kabar menafikan. Hal itu tidak mesti berarti beliau (Nabi) tidak melakukannya. Bisa jadi Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyembelih untuknya, sementara info hal itu belum sampai kepada keduanya. Penakwilan ini juga dapat berlaku jika diperkirakan bahwa ini adalah perkataan Aisyah. Hal itu dikuatkan perkataan Jabir bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyembelih sapi untuk Aisyah.

Ada kemungkinan perkataan Aisyah ‘Dan waktu itu tidak ada hadyu’ maksudnya tidak menyuruh hal itu dan tidak membebani sedikitpun dari itu. Karena beliau meniatkan akan melakukan (hadyu) untuknya. Sebagaimana telah dilakukan seperti apa yang diriwayatkan oleh Jabir dan lainnya.” (Almufhim Lima Usykila Min Talkhisi Kitabi Muslim, 10/62).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ibnu Huzaimah mengatakan, makna perkataan ‘Dan waktu itu tidak ada hadyu’ maksudnya meninggalkanya karena amalan umrah pertama memasukan dalam ibadah haji. Bukan pada umrah yang beliau lakukan juga dari Tan’im. Dan ini pentakwilan yang bagus.” Selesai dari ‘Fathul Barie, (3/610).

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini kemungkinan memberikan kabar pada dirinya maksudnya ‘Dan waktu itu tidak ada hadyu, sadaqah dan tidak ada puasa’ Kemudian ada permasalahan dimana beliau melakukan haji qiron. Sementara qiran harus menyembelih dam. Begitu juga tamattu. Mungkin bisa ditakwilkan hal ini bahwa maksudnya tidak diwajibkan kepadaku dam yang terkana dari sesuatu larangan ihram seperti memekai wewangian, menutup wajah, membunuh hewan buruan, memotong rambut dan kuku serta selain dari itu. Maksudnya saya tidak terkena larangan, sehingga disebabkan hal itu diwajibkan hadyu atau sodaqah atau puasa. Dan ini adalah pertakwilan yang menjadi pilihan. Selesai dari ‘Syarkh Muslim, (8/145).

Wallahua’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam