Kamis 6 Jumadil Ula 1446 - 7 November 2024
Indonesian

Beberapa Dalil dari Al-Qur’an dan Hadits tentang Kehujjahan Ijma’

197937

Tanggal Tayang : 06-11-2024

Penampilan-penampilan : 161

Pertanyaan

Apa sajakah dalil dari Al-Qur’an dan hadits Nabi yang menyatakan bahwa Ijma ulama digunakan sebagai dalil dalam tasyri’ Islam ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Ijma’ yang shahih adalah salah satu sumber tasyri’ Islam. Apabila suatu masalah ditetapkan dengan Ijma’, maka ia adalah hujjah syariat yang harus dilaksakan dan tidak boleh seorang pun yang menentangnya.

Banyak dalil dari Al-Qur’an dan hadits Nabi yang menunjukkan kehujjahan Ijma’. Di antara dalil dari Al-Qur’an Al-Karim, yaitu :

  • Firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

النساء/ 115 .

“Siapa yang menentang Rasul (Nabi Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan dalam kesesatannya dan akan Kami masukkan ke dalam (neraka) Jahanam. Itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’ : 115).

Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan, “Yang dijadikan sandaran oleh As-Syafi’i Rahimahullah dalam berargumen (berhujjah) bahwa Ijma’ adalah dalil yang haram ditentang adalah ayat yang mulia ini, setelah perlahan-lahan berpikir panjang. Inilah kesimpulan yang paling baik dan paling kuat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/413).

Sisi dalilnya dari ayat ini adalah sesungguhnya Allah Ta’ala mengancam orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan kaum Mukminin dengan azab. Maka hal ini menunjukkan kewajiban mengikuti jalan kaum Mukminin, yaitu sesuatu yang mereka sepakati.

  • Allah Ta’ala juga berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

البقرة/ 143 .

“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah : 143).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan, “Umat pertengahan yang adil dan baik telah dijadikan oleh Allah sebagai saksi atas manusia. Allah menempatkan persaksian mereka sebagai persaksian Rasulullah. Dalam hadits shahih dinyatakan bahwasanya ada jenazah -diusung- melewati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu mereka memujinya dengan kebaikan. Nabi bersabda, ‘Wajib. Wajib.’ Kemudian ada jenazah lain yang -diusung- melewati beliau, lalu mereka mengecamnya dengan keburukan. Nabi bersabda, ‘Wajib. Wajib.‘ Lalu mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah makna perkataanmu wajib, wajib?’ Nabi bersabda, ‘Jenazah yang kalian puji dengan kebaikan, maka aku katakan, ‘Wajib baginya masuk surga. Dan jenazah yang kalian kecam dengan keburukan, maka aku katakan, ‘Wajib baginya masuk neraka.’ Kalian adalah saksi Allah di bumi.’

Apabila Tuhan telah menjadikan mereka sebagai saksi dan mereka tidak mempersaksikan kebatilan. Oleh karenanya, apabila mereka mempersaksikan bahwa Allah telah memerintahkan sesuatu, maka Dia telah memerintahkannya. Dan apabila mereka mempersaksikan bahwa Allah melarang sesuatu, maka Dia telah melarangnya. Jika seandainya mereka mempersaksikan kebatilan atau kesalahan, maka pastinya mereka tidak akan menjadi saksi Allah di muka bumi. Akan tetapi, Allah menganggap suci persaksian mereka sebagaimana Dia menganggap suci para nabi atas ajaran yang mereka sampaikan dari-Nya, dan bahwasanya mereka tidak akan mengatakan tentang Allah kecuali kebenaran. Begitu pula umat Islam, tidak akan mempersaksikan Allah kecuali kebenaran. Allah Ta’ala berfirman, ‘…dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.’ Umat Islam adalah umat yang kembali kepada Allah, maka wajiblah diikuti jalannya.” (Majmu’ Al-Fatawa, 19/177-178).

Firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

النساء/ 59 .

“Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir.’ (QS. An-Nisa : 59).

Firman Allah Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah menunjukkan bahwasanya apa yang mereka sepakati tidak wajib mengembalikannya kepada Al-Qur’an dan hadits, cukup dengan Ijma’ yang terjadi.

Di antara dalil dari hadits tentang kehujjahan Ijma’, yaitu :

  • Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2167),

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ ، وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وصححه الألباني في “صحيح الترمذي” .

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku berada di atas kesesatan, dan tangan Allah bersama jamaah.” (Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Ashim dalam As-Sunnah, no. 83,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ : ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ : إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَجَارَ أُمَّتِي أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلَالَةٍ .وصححه الألباني في ” صحيح الجامع ” (1786) .

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melindungi umatku dari berkumpul di atas kesesatan.” (Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 1786).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan dalam lebih dari satu hadits untuk bersama dengan jamaah kaum Muslimin dan melarang untuk menyelisihi dan berpisah dari mereka, sebagaimana dalam sabdanya,

لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ ، إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وروى البخاري (7143) ، ومسلم (1849) ،

“Tidak ada seorang pun yang berpisah dengan jamaah sejengkal saja kemudian ia meninggal dunia, kecuali meninggal dunia dalam keadaan jahiliah.” (HR. Al-Bukhari, no. 7143 dan Muslim, no, 1849).

Begitu pula sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ رواه أبو داود (4758) ، وصححه الألباني في ” صحيح أبي داود ” .

“Siapa yang meninggalkan jamaah meskipun hanya satu jengkal, sungguh ia telah melepas ikatan Islam dari lehernya.” (HR. Abu Daud, no. 4758 dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Imam As-Syafi’i Rahimahullah mengatakan, “Perintah Rasulullah untuk bersama dengan jamaah kaum Muslimin termasuk yang menjadi hujjah bahwasanya Ijma’ kaum Muslimin -Insya Allah- termasuk wajib.” (Ar-Risalah, 1/403).

Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan, “Berita-berita ini tetap jelas dan terkenal di kalangan para sahabat dan tabiin, tidak ditolak oleh satupun kalangan salaf dan khalaf. Meskipun ia tidak mutawatir satu per satunya, namun dengan banyaknya jumlahnya tercapailah ilmu yang sangat penting, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengagungkan urusan umat Islam ini dan menjelaskan terjaganya umat ini dari kesalahan.” (Raudhatu An-Nazhir, 1/387).

Inilah sebagian dalil yang digunakan oleh para ulama dari Al-Qur’an dan hadits bahwasanya Ijma’ adalah hujjah syariat.

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah mengatakan, “Ijma’ umat Islam terhadap sesuatu terkadang menjadi benar dan terkadang menjadi batil. Jika benar, maka menjadi hujjah. Jika batil, bagaimana mungkin umat Islam yang merupakan umat termulia di sisi Allah semenjak masa Nabinya hingga terjadinya Hari Kiamat ini boleh berkumpul dalam kebatilan yang tidak diridhai oleh Allah ?! ini termasuk kemustahilan yang paling besar.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Al-Utsaimin, 11/63).

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam