Alhamdulillah.
.Pertama : Talak yang mendapatkan ganti atau timbal balik harta atau digugurkannya kewajiban membayar mahar disebut : khulu’, meskipun dikemas dengan lafadz talak, ini merupakan pendapat yang paling sahih dan paling rajih, dan telah disebutkan penjelasannya tentang hal ini pada jawaban soal nomer ( 126444 ).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “ Maka talak yang muthlaq dan ketentuannya terdapat pada kitab Allah meliputi talak yang dijatuhkan oleh seorang suami dan hal ini tanpa mendapatkan ganti rugi atau imbalan harta, kemudian ada ketentuan di dalamnya masalah rujuk, adapun talak yang mendatangkan imbalan harta maka tidak ada hukum rujuk di dalamnya, dan bukanlah termasuk talak yang muthlak ; akan tetapi ia lebih merupakan tebusan yang seorang perempuan atau istri menebus dirinya dari suaminya, sebagaimana seorang tawanan yang menebus dirinya dari orang yang menawannya, dan tebusan ini bukanlah talak yang dijatuhkan sampai tiga kali, meskipun biasa disebut dengan ; khulu’, fasakh, fida’, as Saraah, al firaaq, at thalaaq, al ibanah atau lain sebagainya dari lafadz-lafadz yang memiliki pengertian yang sama ”. dari kitab “ Majmu’ Al Fatawa ” ( 32/306 ). Atas dasar ini maka apa yang bersumber dari seorang istri disebut khulu’ bukan talak, dan pernikahan wajib untuk dipisahkan antara keduanya.
Kedua : Khulu’ itu dianggap fasakh yaitu memisahkan antara suami dan istri, bukan talak, maka tidak dihitung dari bilangan talak, dan tidak diperbolehkan bagi seorang suami merujuk kembali istrinya kecuali dengan keridhoan pihak istri, maka jika keduanya sama-sama ridho untuk melakukan rujuk ; maka harus melaksanakan akad pernikahan yang baru dengan mahar yang baru yang disepakati oleh keduanya. Ibnu Abdil Barr berkata : “ Jumhur Ahli ilmu berpendapat : Tidak ada lagi peluang untuk menikahinya kecuali dengan keridhoan darinya, dengan akad nikah yang baru, dan dengan mahar yang telah disepakati ”. Dari kitab “ Al Istidzkar ” ( 6/82 ).
Ibnu Rusyd mengatakan : “ Jumhur Ulama’ berpendapat : mereka bersepakat bahwasannya tidak ada rujuk di masa-masa Iddah bagi seorang suami terhadap istri yang menggugat khulu’ dan jumhur ulama’ juga sepakat bahwasannya diperbolehkan bagi suami untuk menikahinya di masa-masa iddahnya dengan syarat mendapatkan keridhoannya ”. Dari kitab “ Bidayatul Mujtahid ” ( 3/92 ).
Ketiga : Anak atau janin yang saat ini dalam kandungan merupakan anak yang sah secara syari’at, dan ditetapkan jalur nasabnya kepada ayahnya apakah dia berkehendak menerimanya ataupun menolaknya, maka wajib atasnya untuk menanggung nafkahnya dan sekaligus ibunya, dan memberikan jaminan tempat tinggal bagi keduanya selama masa kehamilannya, adapun setelah proses persalinan maka bagi suami atau ayah bekewajiban memberikan nafkah kepada anaknya saja, dan masuk dalam kategori nafkah adalah : biaya persalinan, tempat tinggal, makan dan minum, pakaian, ongkos menyusui dan segala apa yang menjadi kebutuhan sang anak seperti obat-obatan dan lain sebagainya, dan tentu saja nafkah ini diperkirakan sesuai dengan kelayakan dan yang terpenting pula adalah menjaga dan peduli terhadap kondisi istri. Dan sesungguhnya penjelasan masalah ini telah disebutkan pada jawaban soal nomer ( 146851 ). Dan telah dijelaskan pula bahwasannya talak yang dilontarkan sebanyak tiga kali dalam satu majlis maka yang jatuh hanya satu talak saja, menurut pendapat yang paling rajih yang pernah difatwakan pada jawaban soal nomer ( 96194 ), dan untuk menambah faedah bisa juga dilihat pada jawaban soal nomer ( 46561 ) dan nomer ( 167255 ).
Wallahu A’lam..