Alhamdulillah.
Pertama,
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya, paling mudah dalam bermuamalah. Baik saat menjual, membeli dan ketika menyelesaikan (urusan). Dunia bukan keinginan tertinggi baginya, begitu juga urusan jual beli bukan keinginan besarnya. Akan tetapi beliau biasa berjalan ke pasar dan berjual beli, mengajarkan orang dengan perkataan dan perbuatan, mengajarkan adab berinteraksi dan apa yang selayaknya dimiliki pedagang, baik kejujuran, menjaga diri, amanah, muamalah yang baik dan mencintai kebaikan untuk manusia.
Kedua.
Boleh jadi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menawar harga dalam berjualan. Kata ‘المماكسة’ menawar harga. Tapi hal itu bukan karena kecintaannya dan berlomba-lomba dalam urusan dunia. Akan tetapi beliau adalah orang yang menetapkan syariat, maka orang-orang merujuk kepadanya dalam urusan agama, dalam perniagaan dan seluruh urusanya. Maka beliau menjelaskan kepada mereka urusan yang terpenting dengan ucapan dan perbuatan.
Kemudian, dalam masalah menyimpan harta dan membelanjakannya dalam urusan mubah, termasuk watak manusia. Hal itu tidak menyalahi adab maupun dunia.
Silahkan perhatikan prilaku Nabi sallallahu alaihi wa sallam dalam riwayat yang shahih dari beliau:
Diriwayatkan Bukhari, no. 1991 dan Muslim, no. 715, redaksi berasal darinya, dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma,
أَنَّهُ كَانَ يَسِيرُ عَلَى جَمَلٍ لَهُ قَدْ أَعْيَا، فَأَرَادَ أَنْ يُسَيِّبَهُ ، قَالَ: فَلَحِقَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا لِي ، وَضَرَبَهُ ، فَسَارَ سَيْرًا لَمْ يَسِرْ مِثْلَهُ ، قَالَ: بِعْنِيهِ بِوُقِيَّةٍ ، قُلْتُ: لَا، ثُمَّ قَالَ: بِعْنِيهِ ، فَبِعْتُهُ بِوُقِيَّةٍ، وَاسْتَثْنَيْتُ عَلَيْهِ حُمْلَانَهُ إِلَى أَهْلِي ، فَلَمَّا بَلَغْتُ أَتَيْتُهُ بِالْجَمَلِ، فَنَقَدَنِي ثَمَنَهُ ، ثُمَّ رَجَعْتُ، فَأَرْسَلَ فِي أَثَرِي ، فَقَالَ: أَتُرَانِي مَاكَسْتُكَ لِآخُذَ جَمَلَكَ ، خُذْ جَمَلَكَ ، وَدَرَاهِمَكَ فَهُوَ لَكَ
“Beliau berjalan dengan onta yang sudah payah dan dia ingin menginggalkannya. Lalu Nabi sallallahu alaihi wa sallam menyusulku dan mendoakan aku. Kemudian beliau memukul onta itu. Maka (onta) berjalan (cepat), belum pernah dia dapat berjalan seperti itu. (Nabi) mengatakan, “Juallah (ontamu) dengan satu uqiyah (emas).” Aku (Jabir bin Abdullah) menjawab,”Tidak.” Beliau mengatakan lagi, ”Juallah (ontamu) kepadaku.” Akhirnya aku jual ke beliau dengan satu uqiyah. Aku mensyaratkan agar onta itu membawaku hingga pulang ke keluargaku. Ketika telah tiba, saya membawa onta ke beliau, kemudian beliau membayar harganya. Kemudian saya pulang. Lalu beliau berjalan di belakangku dan mengatakan, “Apakah engkau kira saya menawar harganya agar dapat mengambil ontamu. Silakan ambil onta ini dan ambillah uang dirhamnya untukmu.”
Dikatakan dalam kitab Subulus-Salam, 2/7: “Hadits ini merupakan dalil bahwa tidak mengapa meminta seseorang untuk menjual barangnya dan menawar harganya.”
Dari Suwaid bin Qois berkata,
جَلَبْتُ أَنَا وَمَخْرَمَةُ الْعَبْدِيُّ بَزًّا مِنْ " هَجَرَ " فَأَتَيْنَا بِهِ مَكَّةَ ، فَجَاءَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَمْشِي ، فَسَاوَمَنَا بِسَرَاوِيلَ ، فَبِعْنَاهُ (رواه الترمذي، رقم 1305 وقال : حسن صحيح ، وأبو داود، رقم 3336، والنسائي، رقم 4592، وابن ماجه، رقم 2220 وصححه في "صحيح أبي داود)
“Saya dan Makhramah Al-Abdy mengambil kain dari ‘Hajar’ dan saya membawanya ke Mekkah. Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mendatangi kami, lalu beliau menawar celana dan membelinya.” (HR. Tirmizi, no.1305 dia mengatakan Hasan Shahih. Abu Daud, no. 3336, Nasa’i, no. 4592, Ibnu Majah, no. 2220 dan dinyatakan shahih dalam Shahih Abi Daud)
Kata ‘والْمُسَاوَمَةُ’ praktek tawar menawar barang antara penjual dan pembeli dan menentukan harganya, sebagaimana disebutkan dalam An-Nihayah (2/425). Sama dengan kata mumakasah dan mufashalah.
Penawaran yang wajar, menunjukkan kedewasaan, berakal dan mengetahui harga pasar. Seperti ini sangat terpuji karena orangnya tidak mudah dibohongi, ditipu dan dipermainkan dalam jual beli. Oleh karena itu para ulama fiqih mengatakan, “Kedewasaan anak bisa diketahui dari anak pedagang yang mampu memilih dalam jual beli serta menawarnya.” Silahkan lihat ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (22/215).
Ketiga,
Adapun apa yang disebutkan dalam pertanyaan bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam menawar harga sampai dahinya berkeringat atau semisal itu, kami tidak mengetahui asal periwayatannya dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Juga hal ini bukan termasuk akhlak, sikap dan keluwesan beliau dalam jual beli yang ramah dalam urusan dan dalam segala hal.
Wallahu a’lam .