Alhamdulillah.
Seseorang yang memilih haji tamattu’ dia wajib melaksanakan dua thawaf dan dua sa’i; satu thawaf dan sa’i untuk umrahnya, dan satu thawaf dan sa’i untuk hajinya, inilah pendapat jumhur ulama, di antara mereka adalah Malik, Syafi’i dan Ahmad menurut riwayat yang lebih kuat.
Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- bahwa beliau pernah ditanya tentang haji tamattu’ maka beliau menjawab:
أهلَّ المهاجرون والأنصار وأزواج النبي صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع ، وأهللنا ، فلما قدمنا مكة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " اجعلوا إهلالكم بالحج عمرة ، إلا من قلد الهدي " ، فطفنا بالبيت وبالصفا والمروة ، وأتينا النساء ولبسنا الثياب ، وقال : " من قلد الهدي فإنه لا يحل له حتى يبلغ الهدي محله " ، ثم أمرنا عشية التروية أن نهل بالحج ، فإذا فرغنا من المناسك : جئنا فطفنا بالبيت ، وبالصفا والمروة ، فقد تم حجنا ، وعلينا الهدي " . رواه البخاري في كتاب الحج / باب قول الله تعالى ذلك لمن لم يكن أهله حاضري المسجد الحرام
“Kaum Muhajirin, Anshar dan para istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memulai manasiknya pada haji wada’, dan kami pun ikut memulainya, setelah kami sampai di Makkah seraya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Jadikanlah permulaan manasik kalian untuk haji dan umrah, kecuali bagi mereka yang sudah memberikan tanda pada binatang ternaknya sebagai hady (sembelihan haji)”. Maka kami pun melakukan thawaf dan sa’i antara shafa dan marwah, dan kami pun mendatangi istri kami dan mengenakan baju biasa, seraya beliau bersabda lagi: “Barang siapa yang telah menyiapkan hewan sembelihannya, maka dia tidak dihalalkan untuk menyembelihnya sebelum sampai pada tempatnya”. Kemudian beliau menyuruh kami pada malam Tarwiyah, agar kami memulai manasik haji, setelah kami selesai menunaikan manasik, kami masuk Masjidil Haram maka kamipun melaksanakan thawaf dan sa’i antara Shafa dan Marwah, maka dengan demikian haji kami menjadi sah, lalu kami pun wajib menyembelih hady (hewan sembelihan pada ibadah haji)”. (HR. Bukhori pada bab haji pada bab firman Alloh –Ta’ala-: “Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah)”.)
Syeikh Asy Syinqiti berkata:
“Hadits yang shahih pada Shahih Al Bukhori ini, menunjukkan dengan jelas bahwa bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu’ dan menjadi halal setelah umrah mereka, mereka telah melakukan thawaf dan sa’i untuk umrah mereka, thawaf dan umrah sekali lagi untuk haji mereka. Inilah inti yang menjadi perbedaan pendapat”. (Adhwa’ul Bayan: 5/178)
Beliau juga berkata:
“Maka menjadi jelas apa yang telah kami sebutkan bahwa hadits Ibnu Abbas tersebut menunjukkan bahwa pelaku haji tamattu’ juga bersa’i dan thawaf untuk hajinya setelah wukuf di Arafah, dan tidak cukup dengan thawaf dan sa’i dari umrah sebelumnya, ini adalah pernyataan yang benar pada perbedaan pendapat yang perlu diapresiasi”. (Adhwa’ul Bayan: 5/182)
Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata:
“Maka mereka yang telah menunaikan manasik umrahnya kemudian setelah itu mereka menjadi halal, kemudian mereka thawaf lagi setelah kembali dari Mina. Sedangkan bagi mereka yang menggabungkan haji dan umrah, maka mereka hanya melakukan thawaf satu kali”. (HR. Bukhori: 1557 dan Muslim: 1211)
Syeikh Asy Syinqithi berkata:
“Inilah pendapat yang benar dan telah disepakati dan menunjukkan adanya perbedaan antara haji qiran dan tamattu’, pelaku haji qiran melaksanakan sama dengan haji ifrad, sedangkan haji tamattu’ melaksanakan thawaf untuk umrahnya dan thawaf untuk hajinya, tidak ada ruang perdebatan dalam masalah ini setelah adanya hadits tersebut, hadits Ibnu Abbas tersebut diterima oleh Bukhori.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa maksud dari satu thawaf pada hadits ‘Aisyah adalah sa’i, hal itu memiliki alasannya tersendiri, dan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim dan pendapat yang tepat menurut kami.
Beberapa nash di atas menunjukkan akan kesahihan pendapat yang menyatakan adanya perbedaan antara haji qiran dan tamattu’. Inilah pendapat jumhur ulama dan itulah pendapat yang benar insya Alloh”. (Adhwa’ul Bayan: 5/185)
Ulama Lajnah Daimah berkata:
“Seseorang yang melaksanakan haji tamattu’ dia harus melaksanakan dua sa’i: sa’i untuk umrah dan sa’i untuk haji”.
( Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi dan Syeikh Abdullah bin Ghadyan)
( Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/285)
Pendapat itulah yang dianggap rajih oleh Syeikh Muhammad bin Ibrahim, sebagaimana dalam: Fatawahu: 5/65 dan Syiekh Ibnu Utsaimin sebagaimana dalam Asy Syarhul Mumti’: 7/374. Redaksi pernyataan beliau adalah sebagai berikut:
“Seorang yang melaksanakan haji tamattu’ adalah orang yang berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji, kemudian menjadi halal setelahnya (tidak berpakaian ihram lagi), lalu berihram kembali untuk haji pada masa haji, maka secara umum dia wajib melaksanakan sa’i; karena dia wajib melaksanakan dua thawaf dan dua sa’i: satu thawaf untuk umrahnya dan satu thawaf untuk hajinya, satu sa’i untuk umrahnya dan satu sa’i lagi untuk hajinya”.
Wallahu A’lam.