Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Memasuki Makkah Tanpa Ihram Dengan Niat Melaksanakan Umrah

Pertanyaan

Saya dan istri saya telah melaksanakan umrah pada beberapa tahun yang lalu, kami ditemani keluarga lain dengan mobil mereka dari Riyadh. Teman kami berkata: “Kita boleh memasuki Makkah Al Mukarramah tanpa ihram dan bermalam di sana, kemudian baru berniat ihram dari sana”, kami melakukannya dan kami tidak mengetahui kalau yang demikian itu termasuk yang dilarang, umrah yang kami lakukan tersebut bukanlah umrah Islam (umrah wajib) karena kami setelah itu telah melaksanakan umrah beberapa kali yang dimulai dari miqat.
Maka apa yang seharusnya kami lakukan dengan umrah tersebut ?
Kalau kami harus menyembelih hewan (sebagai dam), maka apakah di sana ada lembaga yang bisa menjadi wakil kami di sana, karena saya bekerja di Riyadh ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak diragukan lagi bahwa teman anda telah melakukan kesalahan dengan ucapannya yang membolehkan melewati miqat tanpa niat berihram, dia juga melakukan kesalahan yang lain karena menyuruh anda berihram dari dalam kota Makkah; karena semua penduduk Makkah  dan semua orang dihukumi sama dengan mereka, mereka harus keluar dulu ke tanah halal, jika mereka ingin menunaikan ibadah umrah.

Syari’at telah memberikan batasan miqat makani bagi mereka yang mendatangi Makkah dengan tujuan umrah dan haji, maka jika melewatinya hendaknya memulai ihram darinya atau memulai ihram dari tempat di mana dia tinggal.

Barang siapa yang bertempat tinggal di sekitar miqat dan Makkah, maka dia memulai ihram dari tempatnya, demikian juga bagi siapa saja yang mendatangi Jeddah atau daerah lainnya di sekitar miqat, kemudian ada niat untuk berumrah, maka dia memulai ihramnya dari tempatnya.

Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:

" وقَّت رسول الله صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحليفة ، ولأهل الشأم الجحفة ، ولأهل نجد قرن المنازل ، ولأهل اليمن يلملم ، فهنَّ لهنَّ ولمن أتى عليهنَّ من غير أهلهن لمن كان يريد الحج والعمرة ، فمن كان دونهن فمهِله من أهله " . رواه البخاري ( 1454 ) ، ومسلم ( 1181 )

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberikan batasan miqat bagi penduduk Madinah adalah di Dzil Hulaifah, dan bagi penduduk Syam di Jahfah, dan bagi penduduk Najed di Qarn Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, semua miqat tersebut adalah bagi mereka atau bagi mereka yang mendatanginya dari daerah lain dan ingin menunaikan haji dan umrah, dan barang siapa yang tinggal setelah miqat maka memulainya dari keluarganya”. (HR. Bukhori: 1454 dan Muslim: 1181)

Menjadi kewajiban bagi teman anda untuk bertaubat dan istigfar karena telah menisbatkan hukumnya kepada syari’at. Menjadi kewajiban anda semua –menurut jumhur ulama- untuk menyembelih kambing di tanah haram dan dibagikan kepada orang-orang fakir di sana, dan barang siapa di antara kalian yang tidak mampu melakukannya maka cukup dengan bertaubat.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Diwajibkan bagi siapa saja yang berniat untuk umrah kemudian melewati miqat, maka hendaknya memulai ihramnya dari miqat tersebut, dia tidak boleh melewatinya tanpa berihram, dan jika kalian tidak berihram dari miqat maka masing-masing harus membayar dam, yaitu; menyembelih kambing -dengan kreteria sama dengan kambing kurban- di Makkah al Mukarramah kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir di sana, dan anda semua tidak boleh memakannya sedikitpun. Sedangkan meninggalkan shalat dua raka’at setelah memakai pakaian ihram maka hal itu tidak masalah”.

(Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, dan Syeikh Abdullah bin Ghadyan)

(Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/176-177)

Syeikh Ibn Utsaimin –rahimahullah- berkata setelah merinci permasalahan seputar masalah meninggalkan kewajiban dalam haji dan umrah:

“Pada saat demikian kami berkata bagi siapa saja yang meninggalkan kewajiban: “Sembelihlah fidyah di Makkah dan bagikanlah sendiri kepada orang-orang fakir atau bisa diwakilkan kepada seseorang yang dapat anda percaya, jika anda tidak mampu melakukannya sendiri, maka taubat anda sudah sah tanpa berpuasa, inilah pendapat kami dalam masalah ini”. (Asy Syarhul Mumti’: 7/441)

Anda juga bisa menghubungi yayasan yang terpercaya untuk mewakilkan sembelihan anda di Makkah.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam