Selasa 14 Syawal 1445 - 23 April 2024
Indonesian

Hukum Memakai Sanggul Bagi Orang Yang Botak Dan Hukum Mengusap Di Atasnya Untuk Wudu

205282

Tanggal Tayang : 25-03-2018

Penampilan-penampilan : 10082

Pertanyaan

Salah satu kerabatku botak hampir seluruh kepalanya, dan dia ingin menaruh semisal sanggul (rambut buatan, ia inovasi baru) memungkinkan menaruh sanggul di atas rambut, dimana tidak dibutuhkan setiap hari membukanya. Kami tidak tahu apa hukum agama tentang hal itu? Dan hukum apa yang terkait dengan itu seperti mandi dan wudu?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Botak bagi lelaki tidak termasuk aib berbeda dengan wanita. Yang Nampak tidak diberi keringanan baginya untuk memakai bakuroh (sanggul) untuk hal itu. Meskipun orang yang berpendapat diberi keringanan semacam hal itu bagi wanita. Karena untuk menutupi penampilan luar da naib pada drinya.

Syeh Sholeh Al-Fauzan hafidahullah mengatakan, “Tidak diperbolehkan memakai sanggul bagi lelaki dan wanita juga. Kalau wanita, karena hal itu termasuk curang dan menipu. Dimana orang yang melihat kepadanya menyangka hal itu termasuk penampilannya (bentuk fisiknya). Dan dari rambutnya yang asli. Padahal tidak begitu. Hal ini termasuk penyamaran dan pembohongan.

Sementara kalau lelaki tidak diperbolehkan hal itu, dalam semua kondisi. Terkadang diperbolehkan bagi wanita kalau aslinya dia tidak mempunyai rambut. Seperti tidak tumbuh rambut sama sekali. Memakai sanggul, karena hal itu menjadi terpaksa dan membutuhkannya. Sementara kalau lelaki ia sama sekali tidak diperbolehkan memakai sanggul.” Selesai dari ‘Al-Muntaqa Min Fatawa Al-Fauzan, (1/75). Untuk faedah silahkan melihat jawaban soal no. 141074.

Kedua:

Siapa yang memakai sanggul (barukah) dengan cara diharamkan, maka dia tidak diperbolehkan mengusap di atasnya dalam wudunya. Karena keringanan tidak diperkenankan dengan melakukan kemaksiatan.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Pasal, kalau khof itu yang diharamkan seperti dari benang emas dan perak juga sutera, maka dia tidak diperbolehkan mengusap di atasnya menurut pendapat mazhab yang terkuat. Kalau dia mengusap di atasnya dan shalat, maka dia mengulangi bersuci dan shalat. Karena dia berbuat maksiat dengan memakainya. Maka dia tidak mendapatkan keringangan. Sebagaimana orang safar tidak mendapatkan keringanan (rukhsoh) safar karena safar kemaksiatan. Kalau dia safar kemaksiatan maka dia tidak diperbolehkan mengusap lebih dari sehari semalam. Karena sehari semalam tidak dikhususkan dalam safar dan ia tidak termasuk keringanannya, maka seperti tidak mendapatkan keringanan. Berbeda kalau lebih dari sehari semalam. Maka ia termasuk keringanan safar. Maka tidak diperbolehkan untuk safar kemaksiatan. Seperti qosor dan jama’. Selesai dari Mugni, (1/214).

Kemudian setelah itu mengatakan, “Surban yang diharamkan seperti surban dari sutera dan yang digosob tidak diperbolehkan mengusap di atasnya. Sebagaimana yang kami sebutkan dalam khof yang digosob. Kalau wanita memakai surban, maka tidak diperbolehkan mengusap di atasnya. Sebagaimana yang telah kami sebutkan karena menyerupai lelaki. Maka itu haram bagi wanita. Kalau dia ada uzur, dan ini jarang sekali. Maka hukumnya tidak terkait dengannya.” Selesai dari Al-Mugni, (1/222).

Kalau hal ini dalam khof dan surban padahal keduanya itu pokok (asal), telah ada sunah, maka rukhsoh (keringanan) dalam cabang itu lebih utama dianalogikan (qiyaskan) dalam kondisi seperti ini itu lebih jauh lagi.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam