Selasa 11 Jumadil Ula 1446 - 12 November 2024
Indonesian

Apakah Menyampaikan Khutbah Id Di Atas Mimbar Adalah Bid’ah?

Pertanyaan

Apa hukum menyampaikan khutbah Id di atas mimbar? Saya mendengar dari sebagian teman yang berkata, ‘Sesungguhnya dia merupakan bid’ah yang nyata’ Apakah ini benar?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah berkhutbah di atas mimbar berdasarkan pendapat yang kuat.

Bukhari rahimahullah berkata dalam kitab shahihnya, 2/17, “Bab Keluar Ke Tempat Shalat Id Tanpa Mimbar”

Kemudian beliau meriwayatkan, no. 956, dari Abu Said Al-Khudry, dia berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adha ke mushalla (tanah lapang untuk shalat). Yang beliau lakukan pertama kali adalah shalat, kemudian selesai, lalu beliau berdiri menghadap jamaah sedangkan jamaah duduk di barisan mereka, lalu beliau menasehati dan berwasiat kepada mereka serta memberikan perintah kepada mereka, apabila dia hendak mengirim utusan, maka dia memotongnya, atau dia hendak memerintahkan sesuatu, maka dia memerintahkannya, setelah itu selesai.”

Abu Said berkata, “Praktek tersebut terus berlangsung hingga zaman Marwan,  yang saat itu menjadi gubernur Madinnah, beliau keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Ketika kami datang, sudah ada mimbar yang dibangun oleh Katsir bin Shalt. Tiba-tiba Marwan hendak naik mimbar sebelum shalat, maka aku Tarik bajunya, namun dia tarik kembali bajunya, lalu dia naik mimbar dan berkhutbah sebelum shalat. Maka aku katakan kepadanya, “Engkau telah merubah (syariat) demi Allah.” Dia berkata, “Apa yang engkau ketahui demi Allah telah berlalu.” Aku katakana, “Apa yang aku ketahui lebih baik dari apa yang tidak aku ketahui.” Dia berkata, “Orang-orang tidak lagi bersedia duduk mendengarkan khutbah kami setelah shalat, maka aku menjadikannya sebelum shalat.”

Ibnu Qayim rahimahullah berkata, “Asalnya tidak ada mimbar yang dinaiki, saat itu belum dibuatkan mimbar Madinah. Beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah sambil berdiri di atas tanah. Jabir berkata, “Aku menyaksikan shalat Id bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau mulai dengan shalat sebelum khutbah,  tanpa azan dan iqamah, kemudian beliau berdiri sambil bersandar dengan Bilal, beliau memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan taat kepadaNya. Beliau menasehati dan mengingatkan jamaah, kemudian beliau berlalu mendatangi tempat kaum wanita dan memberikan nasehat kepada mereka.” (Muttafaq alaih)

Zaadul Ma’ad, 1/429)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Keseringan dari khutbah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dilakukan di atas mimbar masjid, kecuali khutbah dua Id dan di musim haji serta semacamnya.” (Fathul Bari, 3/403)

Lihat jawaban soal no. 49020.

Kedua:

Kedua:

Tidak selayakanya masalah ini diributkan atau menyebabkan terjadimya perpecahan di kalangan kau muslimin. Tidak layak pula tergesa-gesa menghukumi bid’ah. Seandainya masalah tersebut semata-mata adalah bid’ah, tentunya Abu Said radhiallahu anhu akan mengingkarinya, sebagaimana dia mengingkari Marwan yang mendahulukan khutbah sebelum shalat.

Walaupun petunjuk yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah tidak mengeluarkan mimbar (dari masjid ke lapangan shalat), hanya saja diharapkan bahwa perkara ini bersifat luas, khususnya jika ada kebutuhan adanya mimbar untuk khutbah di lapangan tempat shalat.

Ibnu Bathal rahimahullah berkata dalam Syarah Al-Bukhari, 2/554, Asyhab berkata dalam Al-Majmu’ah, “Di adakannya mimbar di shalat dua Id  bersifat luas, jika suka dibuatkan, jika tidak dibiarkan (tanpa mimbar)”

Syekh Ibnu Utaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apakah disunahkan seorang imam berkhutbah di atas mimbar dalam shalat Id?”

Beliau menjawab, “Sebagian ulama berpendapat bahwa hal tersebut merupakan sunah, karena dalam hadits Jabir radhiallahu anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah, kemudian dia berkata, ‘Lalu beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) turun dan menemui kaum wanita.” Mereka berkata, “Turun, berarti dia berada di suatu tempat yang tinggi.’ Inilah yang hingga sekarang dipraktekkn. Sebagian ulama berpendapat bahwa berkhutbah tanpa mimbar lebih utama.

Perkara dalam urusan ini luas insya Allah. (Majmu Fatawa Wa Rasail Ibnu Utsaimin, 16/350)

Wallahu ta’ala a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam