Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Kalau Orang Mekkah Menghajikan Untuk Orang Selain Mekkah, Apakah Dia Harus Towaf Wada’ Dan Hadyu Tamattu’?

210406

Tanggal Tayang : 29-08-2018

Penampilan-penampilan : 5494

Pertanyaan

Seseorang tinggal dan kerja di Mekkah Mukarromah, tahun ini dia menunaikan haji untuk orang lain yang sudah meninggal dunia dari Mesir. Apakah dia towaf wada’ untuk orang yang meninggal dunia atau tidak towaf? Apakah konsekwensi dari itu dia terkena fidyah? Apakah disana ada perbedaan cara menunaikan haji untuk penduduk Mekkah dengan jamaah haji lainnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama,

Towaf wada’ diwajibkan bagi setiap orang yang ingin keluar dari Mekkah setelah menunaikan manasik. Orang yang keluar dari Mekkah itu baik dia penduduk Mekkah atau bukan. Berdasarkan keumuman perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata,:

كان الناس ينصرفون في كل وجه ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( لَا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ ) رواه مسلم (1327) .

“Dahulu orang-orang kembali ke setiap penjuru. Dan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan seorangpun keluar sampai terakhir kali perjumpaannya dengan Baitullah.” HR. Muslim, (1327).

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Teman-teman kami mengatakan, “Siapa yang telah selesai dari manasiknya dan dia ingin bermukim di Mekkah, maka dia tidak ada towaf wada’. Hal ini tidak ada perbedaan di dalamnya. Baik dia termasuk pendudukanya atau bukan. Kalau dia ingin keluar dari Mekkah menuju ke negaranya atau ke lainnya, maka dia harus towaf wada’.” Selesai dari ‘Majmu’, 98/234).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau seseorang dari penduduk Mekkah, haji dan bepergian setelah haji, hendaknya dia towaf wada’. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, “Biasanya orang-orang keluar ke segala penjuru maksudnya setelah haji. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan seorangpun keluar sampai terakhir kali perjumpaannya dengan Baitullah.” Dan ini umum. Kami katakan kepada penduduk Mekkah,”Selagi anda bepergian pada hari-hari haji dan anda telah menunaikan haji, maka jangan pergi sampai anda towaf.” Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, (23/339).

Syekh Sulaiman Al-Majid hafidhahullah ditanya, “Seseorang dari penduduk Haram. Apakah dia diwajibkan hadyu dan wada’ kalau dia menghajikan untuk orang lain non Mekkah? Maka beliau menjawab, “Alhamdulillah amma ba’du, kalau non Mekkah mewakilkan kepada orang Mekkah dan dia tahu kalau (wakilnya) itu orang Mekkah. Maka wakilnya melakukan semua manasik sebagaimana dia penduduk Mekkah. Karena hak asalnya ada pada dirinya. Hal itu selagi orang yang diwakilkan tidak mensyaratkan berihram dari miqot dan menyembelih dam tamattu’. Maka dia harus melaksanakannya sesuai dengan akad dan syaratnya. Kalau towaf wada’ tidak menjadi keharusan. Karena hal itu terkait dengan ibadah keluar dari suatu tempat. Dan hal itu tidak terjadi. Kecuali disyaratkan oleh orang yang diwakilkan. Sebagaimana yang telah kami sebutkan berihram dari miqot dan dam tamatu’.

Apa yang menjadi pendapat sebagian ulama’ fikih bahwa wakil harus berangkat dari negara orang yang diwakilkan dan melewati miqotnya, saya tidak tahu dalil akan hal itu. Apa yang telah ditetapkan disini adalah pendapat sekumpulan ahli ilmu. Haitsami mengatakan dalam ‘Tuhfatul Muhtaj, (4/41) ketika menyebutkan sebab dalam sisi ini, “Karena Mekkah adalah miqot syar’i). selesai wallahu’alam. Selesai dari fatwa yang disebarkan di websitenya.

http://www.salmajed.com/fatwa/findnum.php?arno=16390
Dari sini, maka orang Mekkah tidak perlu towaf wada’ kalau dia menghajikan untuk orang lain non Mekkah. Karena towaf wada’ terkait dengan kepergian dari Baitul Haram.

Sementara terkait dengan fidyah, kalau maksudnya adalah hadyu tamattu dan qiron, penduduk Mekkah tidak ada hadyu kalau dia haji tamattu atai qiron berdasarkan firman Allah ta’ala:

( فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ) البقرة / 196

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).” QS. AL-Bawarah: 196.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan diantara ahli ilmu bahwa dam tamattu’ tidak wajib bagi orang-orang yang keluarganya berasal di sekitar Masjidil Haram. Dimana Allah ta’ala telah menyebutkan secara tegas dalam kitabNya. Dalam firman-Nya, “Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).” Karena orang-orang yang keluarganya berada di sekitar Masjidil Haram miqotnya adalah Mekkah. Maka dia tidak mendapatkan kenikmatan dengan salah satu safar.” Selesai dari ‘Al-Mugni, (3/246).

Dan ayat mencakup bagi orang yang haji untuk dirinya dan menghajikan untuk orang lain. Selagi dia tinggal di sekitar Masjidil Haram.

Kedua,

Asalnya tidak ada perbedaan antara orang Mekkah dan non Mekkah dalam amalan haji. Kecuali penduduk Mekkah tidak ada towaf qudum, sebagaimana dia juga dia tidak ada hadyu kalau dia haji tamattu’ atau qiran. Sebagaimana penduduk Mekkah tidak ada towaf wada’ kalau dia tetap tinggal di Mekkah setelah menunaikan manasiknya. Sementara sisa amalan haji, penduduk Mekkah sama dengan lainnya. Telah ada penjelasan hal itu dalam jawaban soal no. 160092 dan jawaban soal no. 41894. Silahkan dilihat untuk faedah.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam