Alhamdulillah.
Pertama:
Kami memohon kepada Alloh Yang Maha Agung, Rabbnya ‘Arsy yang agung agar menyembuhkan penyakit anda dengan karunia, kemurahan, kelembutan-Nya yang tersembunyi dengan kesembuhan yang tidak menimbulkan efek apapun.
Selanjutnya, barang siapa yang mengidap penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, maka dia boleh mewakilkan kepada orang lain agar berhaji untuknya pada saat haji yang wajib, dengan syarat wakilnya tersebut sudah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri”.
Baca juga jawaban soal nomor: 83765 dan 111794.
Kedua:
Hukum asal dari lembaga yang mewakili pelaksanaan ibadah haji dan umrah harus amanah; karena amanah adalah indikasi utama akan keberlangsungan kegiatan mereka, mereka juga harus serius menangani hal itu, sudah menjadi kebiasaan bahwa mereka yang mengelola proyek tertentu berusaha untuk melaksanakannya dengan sempurna agar banyak orang yang menggunakan jasa mereka dan tidak menaruh rasa curiga dan beralih ke lembaga lain, sedikitnya inilah yang sebaiknya disampaikan berkaitan dengan hukum asalnya.
Namun bersamaan dengan itu, menjadi kewajiban anda untuk berhati-hati berkaitan dengan ibadah anda dan berusaha untuk membebaskan diri dari tanggungan, maka dalam masalah ini janganlah anda mewakilkan kepada orang lain kecuali anda benar-benar yakin atau besar kemungkinannya mereka melaksanakannya, baik karena anda tahu sendiri, karena pengalamannya atau melalui testemoni orang lain.
Kemudian jika anda telah berusaha dan besar kemungkinannya bahwa wakil anda adalah orang yang amanah, maka anda tidak perlu meneliti urusannya dan mencari tahu apakah benar-benar telah melaksanakan amanahnya atau tidak; karena hukum asalnya mereka memang harus melaksanakannya, apalagi dalam urusan ibadah; kecuali jika menurut anda benar-benar nampak ada kejanggalan yang menjadikan anda ragu-ragu.
Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- berkata:
“Hukum asalnya pada masalah-masalah seperti ini bahwa mayoritas orang yang mengambilnya mereka akan menunaikannya, meskipun bisa saja tertuduh berkhianat, akan tetapi kebanyakan dari mereka menunaikannya, namun jika ingin lebih berhati-hati dengan alasan lain, maka hal itu lebih baik dari sisi “tinggalkanlah apa yang meragukan bagimu kepada apa yang tidak meragukan bagimu” untuk lebih berjaga-jaga”.
http://ar.islamway.net/fatwa/43807
Yang penting bahwa kami tidak menganjurkan kepada anda (untuk menitipkan) pada lembaga yang anda sendiri tidak mengenalnya sama sekali, tidak juga direkomendasikan oleh seseorang yang anda percayai dan diketahui keadaannya.
Kami yakin bahwa di setiap negara dan disetiap tempat ada informasi dari mereka yang bermukim dan para musafir di negara ini tentang orang yang mau mewakili ibadah haji atau umrah, maka berusahalah untuk mencari tahu di sekitar anda atau melalui seseorang yang anda kenal untuk mengurusi masalah tersebut atau dia yang akan menyuruh seseorang yang terpercaya.
Ketiga:
Jika seorang yang sedang sakit disyari’atkan untuk mewakilkan ibadah haji dan umrahnya, maka sebaiknya dia mewakilkan kepada seseorang yang amanah dan alim dalam melaksanakan manasik, tidak mewakilkan kepada orang yang tidak amanah dan tidak berpengetahuan.
Jika dia telah mewakilkan kepada orang lain dan ada kemungkinannya tidak amanah, jika pada haji yang wajib dan ternyata dia tidak melaksanakan manasiknya sebagaimana seharusnya dan meremehkan perwakilan tersebut, maka wakil tersebut harus mengganti biaya haji tersebut, kemudian mewakilkan kepada orang lain yang amanah, dapat dipercaya dan memahami manasik dengan baik untuk menghajikannya pada tahun depan.
Akan tetapi jika pada haji yang sunnah, kemudian ternyata wakil tersebut tidak amanah dan tidak melaksanakan manasik sebagaimana seharusnya, maka dia juga mengganti biaya haji tersebut, namun tidak diwajibkan untuk mewakilkan kepada orang lain lagi pada tahun depannya.
Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:
“Ada seseorang yang telah membayar kepada seseorang yang lain untuk menghajikan ibunya, dia terlihat seperti orang yang amanah, kemudian setelah itu ternyata melakukan perbuatan yang tidak sholeh dan meminta ifadah (tambahan dana)?
Beliau menjawab:
“Bagi seseorang yang ingin mewakilkan (ibadah haji) kepada orang lain sebaiknya dia mencari tahu terlebih dahulu, mengetahui amanah, keistiqamahan dan kesalehannya. Atas dasar itulah, jika haji tersebut adalah haji wajib maka dia harus menggantinya dengan haji yang lain, dan jika haji tersebut merupakan wasiat kepada seseorang, kemudian ternyata diserahkan kepada wanita yang tidak amanah, maka untuk lebih berhati-hatinya agar dia menggantinya dengan orang lain; karena dia tidak serius dan cenderung meremehkan. Adapun jika dia seseorang yang hanya ingin membantu dan mengharap pahala, bukan menjadi wasiat bagi seseorang, maka tidak masalah, dan jika ingin menunjuk orang lain maka tidak apa-apa”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 16/420-421)
Keempat:
Para ulama berbeda pendapat dalam hal mewakilkan haji atau umrah yang sunnah, sebagian mereka membolehkannya, jika yang mewakilkan adalah orang yang lemah karena usianya yang sudah tua atau karena penyakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya. Sedangkan wakil yang ditunjuk sudah menunaikan haji untuk dirinya sendiri yang hukumnya wajib, pendapat inilah yang dipilih oleh Ulama Lajnah Daimah dan Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah-.
Sebagian ulama yang lain tidak membolehkan, pendapat ini yang dipilih oleh Syieikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-.
Baca juga jawaban soal nomor: 41732.
Syiekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- mempunyai fatwa yang membolehkan bagi seorang anak menghajikan bapaknya dengan haji yang sunnah, karena permintaan darinya.
Beliau –rahimahullah- pernah ditanya:
“Bapak saya telah meminta kepada saya untuk mewakilinya melaksanakan ibadah haji pada tahun ini dengan haji sunnah; karena dia sudah pernah melaksanakan ibadah haji sebelumnya, secara finansial beliau mampu berangkat haji sendiri namun secara kesehatan beliau tidak mampu. Maka apakah saya boleh menghajikan beliau, saya juga sudah menunaikan haji untuk diri saya sendiri ?”
Beliau menjawab:
“Tidak masalah dalam keadaan seperti ini dia menghajikan bapaknya”. (Al Liqa Asy Syahri: 62/21 sesuai dengan Maktabah Syamilah)
Wallahu Ta’ala A’lam.