Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Bagaimana Orang Yang Bisu Dan Tuli Melakukan Shalat?

213606

Tanggal Tayang : 14-09-2017

Penampilan-penampilan : 34637

Pertanyaan

Saya memiliki teman yang tidak dapat berbahasa Arab, dia bisu dan tuli sehingga tidak dapat membaca Al-Quran. Apakah dia wajib membaca Al-Fatihah dalam shalat. Bagaimana dia melakukan shalat dalam kondisi seperti ini?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kaidah umum dalam syariat adalah bahwa siapa yang tidak mampu melakukan suatu kewajiban, maka kewajiban itu gugur baginya, namun dia tetap harus melakukan yang dia mampu lakukan, berdasarkan firman Allah Taala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم (سورة التغابن: 16)

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At-Taghabun: 16)

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam

وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ (متفق عليه)

“Ketika saya perintahkan suatu urusan, maka lakukan menurut kesanggupanmu.” Mutafaq ‘alaihi

Karena itu, orang yang bisu dan tuli yang tidak dapat membaca gugur baginya kewajiban yang tidak mampu dia lakukan. Jika dia dapat bertasbih atau berzikir kepada Allah, maka hendaknya dia bertasbih dan berzikir di tempat-tempat bacaan. Jika ternyata dia juga tidak mampu bertasbih dan dia tidak mengetahuinya serta tidak mungkin belajar penggantinya, maka hal itu gugur baginya dan dia tidak diwajibkan membaca sedikitpun. Jika dia mampu bertakbir di tempat-tempat takbir, maka dia harus melakukannya.

Jika dia tak mampu berucap sama sekali, maka gugurlah semua kewajiban dan rukun bacaan dalam shalat dan dia tetap wajib melakukan kewajiban dan rukun perbuatan seperti berdiri, ruku dan sujud.

Maka hendaknya dia niat untuk shalat di hatinya saat berdiri, kemudian dia ruku dan sujud tanpa membaca Al-Quran jika tidak membaca zikir-zikir.

Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya, ‘Bagaimana shalatnya orang yang tidak mampu berbicara dan tidak mendengar atau dapat berbicara tapi tak mendengar?’

Mereka menjawab, “Dia dapat shalat sesuai kemampuannya, berdasarkan firmn Allah Taala,

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا (سورة البقرة: 286)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu.” (QS. Al-Maidah: 6)

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ (سورة البقرة: 185)

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ  (سورة التغابن: 16)

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At-Taghabun: 16)

(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/403)

Para ulama berbeda pendapat, apakah bersama itu dia harus menggerakkan lisan dan bibirnya saat membaca surat dan zikir?

Disebutkan dalam kitab Al-Mausuha Al-Fiqhiyah (19/92), “Siapa yang tidak dapat berbicara karena bisu, maka gugur baginya kewajiban bacaan. Ini kesepakatan para ulama fikih.

Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam masalah menggerakkan lisan saat takbir dan membaca Al-Fatihah. Menurut ulama dalam mazhab Maliki dan Hambali dan pendapat yang shahih dalam mazhab Hanafi, ‘Tidak diwajibkan bagi orang yang bisu untuk menggerakkan lisannya, akan tetapi dia cukup takbirotul ihram dengan hatinya, karena menggerakkan lisan tak ada gunanya dan tidak diajarkan syariat.

Adapun menurut ulama dalam mazhab Syafii, wajib bagi orang yang bisu untuk menggerakkan lisannya, kedua bibir dan katup nafasnya untuk bertakbir semampunya. Dikatakan dalam kitab Al-Majmu, ‘Demikian pula hukumnya dalam tasyahud, salam dan seluruh zikir dalam shalat . Ibnu Rif’ah berkata, ‘Jika hal itu juga dia tidak mampu, cukup diniatkan dalam hatinya seperti orang sakit. 

Akan tetapi, yang tampak dalam mazhab Syafii, hal ini berlaku bagi orang yang bisu kemudian. Adapun bisu sejak lahir, maka tidak wajib baginya menggerakkan sesuatupun.”

Pendapat jumhur ulama tentang gugurnya kewajiban menggerakkan lisan, lebih dekat pada kebenaran.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata, “Jika orang itu bisu atau tak mampu mengucapkan takbir dengan seluruh lisannya, maka gugurlah baginya hal itu, dan dia tidak diharuskan menggerakkan lisannya di tempat seperti saat membaca. Karena menggerakkan lisan tanpa mampu berbicara adalah sia-sia yang tidak diajarkan syariat, maka tidak boleh dilakukan dalam shalat seperti melakukan perkara sia-sia dengan anggota badannya.” (Al-Mughni, 2/130)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, “Siapa yang tak mampu membaca surat atau zikir, atau dia bisu, tidak perlu sekedar menggerakkan lisannya, jika dikatakan bahwa shalat dapat batal karena itu (sekedar menggerakkan lisan padahal dia bisa atau tidak dapat membaca) maka pendapat itu lebih dekat kebenarannnya, karena itu adalah tindakan sia-sia tak memenuhi unsur kekhusyuan dan menambah sesuatu yang tidak disyariatkan.” (Al-Fatawa Al-Kubro, 5/336)

Kesimpulannya:

Hendaknya dia melakukan apa yang dapat dia lakukan dari rukun-rukun shalat, adapun yang dia tidak mampu melakukannya maka gugur hal itu baginya, seperti membaca takbir, membaca surat Al-Fatihah, zikir-zikir dalam ruku, sujud dan tasyahud. Dan hal ini bersifat umum dalam semua kondisi; Setiap yang dia tidak mampu melakukannya, maka dia tidak terkena beban kewajiban.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata, “Orang tuli dan bisu adalah orang yang kehilangan dua alat indra, yaitu indra pendengaran dan bicara, akan tetapi dia tetap dapat melihat, maka apa yang dapat dia ketahui dari agama Islam dengan melihat, maka tidak gugur baginya, apa yang tidak mampu dia lakukan, maka hal itu gugur baginya.

Adapun sesuatu yang ditempuh melalui pendengaran, jika dia tidak dapat mengetahuinya dengan isyarat, maka perkara itu gugur baginya.

Dengan demikian, jika dia tidak dapat memahami sedikitpun dari agama ini, maka kita katakan, jika kedua orang tuanya muslim atau bapak atau ibunya muslim, maka dia mengikuti keduanya. Jika dia telah balig, mandiri, maka perkaranya kita serahkan kepada Allah, akan tetapi, selama dia hidup di tengah kaum muslimin, maka kita hukumi dia secara zahir sebagai seorang muslim, sebagain perkara dapat diajarkan dengan isyarat.” (Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 11/22, berdasarkan penomoran aplikasi syamilah)

Lihat jawaban soal no. 13793.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam