Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Melakukan Puasa Qadha, Lalu Berkata; Saya Puasa Enam Hari Syawal

Pertanyaan

Dahulu saya masih kecil dan saya berpuasa untuk membayar hutang puasa (karena haid). Karena rasa malu saya, pada suatu hari bapak saya bertanya kepada saya mengapa saya berpuasa? Maka saya berdusta karena malu dengan mengatakan bahwa saya berpuasa ash-shabirin (puasa 6 hari Syawal). Setelah aku dewasa aku evaluasi lagi, apakah aku puasa qadha atau puasa syawal, maka aku berpuasa syawal sekaligus berpuasa qadha, hanya saja aku buat jadwal; - Jumlah tahun yang lewat sejak aku baligh adalah 19, sedangkan hari-hari tidak berpuasa berjumlah tujuh hari. Maka aku tetapkan sebagai lima hari, karena dahulu saya berpuasa. Sekarang hal itu saya praktekkan, yaitu berpuasa dari hari Ahad hingga hari Kamis.
Apakah aku bersalah di hadapan Allah, karena dahulu aku mengatakan sebagai puasa syawal, bukan puasa qadha Ramadan?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tak diragukan lagi bahwa rasa malu merupakan sifat baik, khususnya bagi wanita, lebih khusus lagi jika dia adalah seorang anak wanita kecil di usia seperti itu. Jika rasa malumu menghalangimu dari berterus terang melakukan puasa qadha Ramadan karena dahulu haidh, maka anda sebenarnya dapat menggunakan tauriah dan bahasa kiasan dalam berbicara. Maka katakanlah misalnya, saya berpuasa seperti berpuasanya orang-orang di bulan Syawal, atau berpuasa disyariatkan di bulan Ramadan atau selainnya, atau ucapan semacamnya.

Ucapan anda, saya berpuasa orang-orang yang sabar, itu dapat mengandung makna yang benar. Karena itulah kondisi puasa yaitu perbuatan orang-orang yang sabar, dan puasa adalah bagian sabar. Maka ucapan tersebut tidak sepenuhnya dikatakan dusta, akan tetapi dengan syarat ketika itu pikiran anda memiliki maka yang benar itu.

Kesimpulannya, kami berharap ucapan anda mendapatkan ampunan dan keringanan dari Allah karena anda diliputi rasa malu yang membuat anda sulit mengungkapkan kata-kata lalu menyampaikannya dengan bahasa yang sesuai.

Sebagai tambahan, perhatikan fatwa no. 27261 tentang hukum tauriah.

Kedua:

Puasa mengikuti niat, bukan apa yang diucapkan oleh orang yang berpuasa dan dia tidak tujukan hal itu. Jika anda telah niat qadha, maka puasa anda sesuai niat anda dan puasanya sah dianggap sebagai qadha anda, bahkan walaupun anda sampaikan kepada bapak anda bahwa puasa anda adalah sunah.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى (رواه البخاري، رقم 1 ، ومسلم، رقم 1907)

“Sesungguhnya amal tergantung niat, dan setiap orang akan dibalas sesuai niatnya.” (HR. Bukhari, no. 1, Muslim, no. 1907)

Berdasarkan hal tersebut, anda tidak diharuskan mengqadha hari-hari yang anda tinggalkan puasa atau memberatkan diri anda dengan jadwal yang disebutkan di atas. Kini yang disyariatkan bagi anda adalah berpuasa sunah semampu anda, tanpa memberatkan dengan sesuatu yang tidak jelas sebagai kewajiban anda.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam