Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Cacat Fisik Menggugurkan Kewajiban Shalat?

223085

Tanggal Tayang : 13-11-2018

Penampilan-penampilan : 12961

Pertanyaan

Kakak tertua kami mengalami cacat pada tangan dan kakinya, diapun mengalami masalah dalam mengucapkan kata-kata. Dia tidak ingin menikah karena tidak mampu mengelola urusannya, tepatnya urusan pihak lain. Apakah dia tetap wajib shalat dan kewajiban lainnya? Kami ingin mengajarkannya surat Al-Fatihah dan shalat, akan tetapi dia menolaknya dan prakteknya memang sulit mengajarkannya berbicara, apakah dia tetap wajib shalat dan apakah dia memiliki hak waris?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kewajiban hukum-hukum syariat (di antaranya shalat) dalam syariat Islam dilandasi oleh adanya akal. Jika saudara tersebut orang yang berakal dan cacatnya tidak berpengaruh atas akalnya, maka dia termasuk orang yang terkena beban syariat (mukallaf). Jika mempengaruhi akalnya sehingga dia tidak dapat membedakan (mana yang baik dan mana yang buruk), atau lemah dalam hal itu, seperti anak kecil, maka dia tidak terkena beban dan ketika itu dia tidak wajib shalat.

Jika saudara anda ternyata mukallaf, maka cacatnya dapat menggugurkan sebagian dari kewajiban-kewajiban, yaitu kewajiban yang tidak dapat dia lakukan. Jika ternyata dia tidak mampu shalat berdiri, maka dia dapat shalat dengan duduk. Jika dia tidak dapat membaca Al-Fatihah secara sempurna dan benar, maka dia dapat membacanya semampunya… demikian seterusnya.

Sebagai tambahan, lihat fatwa no. 213606 .

Disebutkan dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiah, 10/79, “

Disebutkan dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, 10/79, “Jika orang yang shalat hanya mampu membaca sebagian surat Al-Fatihah, maka ulama dalam mazhab Maliki dan Syafii serta Hambali berpendapat bahwa dia wajib membacanya (yang dia mampu). Dalam hal ini ulama dalam mazhab Syafii memiliki kaidah,

الْمَيْسُورُ لاَ يَسْقُطُ بِالْمَعْسُورِ

“Perkara yang mudah tidak gugur karena adanya perkara yang sulit.”

Maksudnya adalah bahwa ketidakmampuan melakukan seluruh kewajiban tidak menggugurkan sebagian yang mampu dilakukan.

Sedangkan ulama dalam mazhab Hambali memilki kaidah, “Siapa yang mampu atas sebagian ibadah dan apa yang merupakan bagian dari suatu ibadah sedangkan dia adalah ibadah yang disyariatkan, maka dia wajib dilakukan ketika terhalang melakukan seluruhnya, tanpa ada khilaf (perbedaan di kalangan ulama).”

Syekh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya, “Nenekku hanya sedikit menghafal Al-Quran. Dia keliru membaca surat Al-Fatihah. Sebagian orang di kampung kami berkata, jika kamu tidak hafal surat Al-Fatihah, maka shalatmu tidak sah. Apakah hal itu benar?

 Beliau menjawab, “Shalatnya sah dan dia dimaafkan, Alhamdulillah, Allah berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At-Taghabun: 16)

Selama dia berusaha mengatasinya dan bersungguh-sungguh namun tidak mampu, maka shalatnya sah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada orang yang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah, “Hendaknya engkau membaca,

سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، والله أكبر

“Maha suci Allah, segala pujihanya milik Allah,  tiada tuhan (yang patut disembah) melainkan Allah. Dan Allah Maha Besar.

Jika dia tidak mampu, hendaknya dia mengatasinya. Jika tidak mampu juga, hendaknya dia bertasbih, yaitu membaca

سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، والله أكبر، ولا حول ولا قوة إلا بالله .

“Maha suci Allah, segala pujihanya milik Allah,  tiada tuhan (yang patut disembah) melainkan Allah. Dan Allah Maha Besar. Tiada daya dan kekuatan melainkan Allah.”

Ditempat membaca surat Al-Fatihah, dan itu sudah cukup. Adapun orang yang sengaja, padahal dia mampu namun sengaja tidak membaca surat Al-Fatihah, maka shalatnya tidak sah. Akan tetapi jika seorang wanita atau laki-laki tak mampu, maka Allah berfirman, “Bertakwalah kalian semampu kalian.” (Fatawa Nurun Alad-Darbi, 8/236-237)

Hendaklah kalian bersungguh-sungguh dalam mengajarkan saudara kalian surat Al-Fatihah dan tata cara shalat. Ajarilah dengan lembut, dia boleh melakukan apa yang mampu dia lakukan. Seandainya dia tak mampu mengucapkan sebagian huruf atau tertukar-tukar, maka tidak mengapa baginya dan shalatnya sah.

Adapun waris, maka dia berhak atas harta waris secara sempurna, masalah akal dan kesehatan fisik bukan syarat untuk mendapatkan warisan. Tapi setiap muslim (dari ahli waris) berhak mendapatkan warisan, walaupun dia gila atau sakit.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam