Alhamdulillah.
Masalahnya tidak seperti yang anda sebutkan dalam pertanyaan di atas, bahwa pinjam meminjam emas dan perak termasuk yang dibolehkan, tidak seorangpun dari para ulama yang melarangnya, baik emas tersebut berupa dinar dan perak tersebut berupa dirham, atau berupa perhiasan, batangan atau yang lainnya.
Dibolehkan bagi seseorang untuk meminjam emas, lalu mengembalikannya dengan jumlah yang sama pada waktu yang lain.
Ibnul Mundzir berkata:
“Semua ulama yang kami ketahui telah melakukan ijma’ bahwa meminjam uang emas dan perak (dinar dan dirham), gandum, kismis, kurma dan yang serupa dengan itu dari semua makanan, baik yang ditakar maupun yang ditimbang, hukumnya boleh”. (Al Isyraaf ‘ala Madzahib Arba’ah: 6/142)
Disebutkan dalam Mursyid Al Hairan (690):
“Dibolehkan meminjam emas dan perak yang dijadikan dinar dan dirham dalam bentuk timbangan atau boleh juga dalam bentuk nilai mata uang, jika timbangannya tepat dan dibayar dengan nilai sebagai mata uang yang sesuai dengan timbangan tersebut atau dibayar dengan timbangan bukan nilai mata uang”.
Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 136433
Akan tetapi yang dilarang oleh syari’at adalah menjual emas dan perak satu sama lain dengan cara nasi’ah (ada jeda waktu tidak terjadi serah terima di majelis akad) atau dengan cara tafadhul (ada selisih) jika penjualannya emas dengan emas atau perak dengan perak.
Adapun hutang yang baik maka hukumnya berbeda sama sekali dengan jual beli. Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 131000
Oleh karena itu maka:
Riba nasi’ah itu berlaku pada jual beli mata uang pada saat dijual belikan satu sama lainnya, sebagaimana juga berlaku pada emas dan perak.
Sedangkan riba fadhl berlaku pada jual beli mata uang dalam satu jenisnya dengan sebagian lainnya, sebagaimana yang terjadi pada jual beli emas dengan emas atau perak dengan perak.
Telah disebutkan dalam Majma’ Fiqih Islami keputusan yang berkaitan dengan uang kertas: “Bahwa ia merupakan kertas berharga yang dianggap bernilai uang, sifat berharganya sempurna, ia secara hukum syar’i sama dengan emas dan perak, dari sisi hukum riba, zakat, jual beli salam dan semua hukum yang berkaitan dengan keduanya (emas dan perak)”. (Qararaat wa Taushiyaat Majma’ Fiqh Islami: 14)
Disebutkan dalam keputusan Majma’ Fiqh yang bernaung di bawah Rabithah: “Uang kertas adalah bernilai tersendiri, hukumnya sama dengan uang emas dan perak, maka ada kewajiban zakat juga, kedua jenis riba pun berlaku kepadanya, baik riba nasi’ah dan fadhl sebagaimana berlaku pada mata uang dari emas dan perak; karena uang kertas juga bernilai dianalogikan kepada keduanya, oleh karena itu uang kertas sama hukumnya dengan mata uang pada semua kewajiban hukum yang ada di dalam syari’at”. (Qararaat Majma’ Fikih Islami lil Rabithah – Makkah: 22)
Untuk penjelasan lebih lanjut, baca jawaban soal nomor: 129043
Wallahu A’lam.