Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Hukum Toko Yang Berjualan Bahan Makanan Di Siang Ramadan

Pertanyaan

Apa hukum menjual makanan waktu siang Ramadan di toko ? saya tinggal di Rusia, dimana kebanyakan orang di sana tidak berpuasa. Saya telah membaca di website anda bahwa hal ini haram di restoran atau kedai. Karena pelanggan langsung makan di restoran. Sementara saya berjualan makanan seperti roti atau beras di toko. Dan saya tidak mengetahui kapan pembeli memakannya. Akan tetapi persangkaan kuat dia tidak berpuasa. Terkadang dia makan setelah magrib atau terkadang makan langsung atau setelah itu.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Mungkin dapat dibagi penjualan di toko menjadi dua bagian, dan masing-masing ada hukumnya.

Bagian pertama:

Makanan yang persangkaan kuat bahwa pembelinya langsung mengkonsumsi setelah membelinya sesuai dengan hukum sifatnya dan keperluannya. Seperti yang dalam kulkas dari es krim, jus, minuman dingin atau panas yang terbuka dimana langsung dikonsumsi waktu membelinya. Atau kue yang langsung dimasaknya untuk dimakan. Dan semisal makanan lain. Hal ini tidak diperbolehkan bagi orang Islam untuk menjualnya di siang Ramadan. Dimana dalam persangkaan kuat pembelinya akan melanggar kehormatan bulan yang mulia dengan memakannya, baik dari kalangan umat Islam atau non Muslim. Mereka semua terkena kewajiban dengan cabang syareat. Semuanya dilarang untuk membantu dalam dosa dan pelanggaran. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ) المائدة/ 2

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al-Maidah: 2

Imam Ramli Syafi’I rahimahullah mengatakan, “Yang seperti itu orang Islam memberi makan kepada orang kafir yang terkena kewajiban waktu siang Ramadan. Begitu juga menjual makanan dimana diketahui atau dalam persangkaan dia akan makan siang hari. Sebagimana yang difatwakan oleh ayahanda rahimahullah. Karena masing-masing menjadi sebab dalam melakukan kemaksiatan dan membantunya. Berdasarkan orang kafir terkena kewajiban dalam cabang syariat dan itu yang kuat.” Selesai dari ‘Nihayatul Muhtaj, (3/471).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tidak diperbolehkan membuka rumah makan meskipun untuk orang kafir –apalagi untuk orang Islam meskipun tidak terbuka –di hari Ramadan. Siapa diantara anda melihat pemilik restoran membuka di bulan Ramadan, maka dia wajib melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab agar melarangnya. Tidak diperbolehakan orang kafir menampakkan makan atau minum di siang Ramadan di negara Islam. Dan diharuskan untuk melarang hal itu.” Selesai ‘Liqo Syhri, (8/4) dengan penomoran Syamilah.

Telah ada dalam ‘Fatawa Lajnah Daimah, 36/2-9, “Tidak diperbolehkan membuka restoran di siang Ramadan untuk orang kafir. Tidak juga melayaninya. Karena di dalamnya ada pelanggaran syareat yang agung dari membantu apa yang diharamkan Allah. telah diketahui dalam agama yang suci bahwa orang kafir terkena kewajiban pokok dan cabang syareat. Tidak diragukan bahwa puasa Ramadan termasuk salah satu rukun Islam. Dan mereka berkewajiban melakukan hal itu disertai merealisasikan syaratnya yaitu masuk ke dalam Islam. Tidak diperbolehkan bagi orang Islam membantu mereka dalam meninggalkan apa yang diwajibkan Allah kepada mereka. Sebagaimana tidak diperbolehkan melayaninya karena ada kehinaan dan merendahkan bagi orang Islam. Seperti menyuguhkan makanan bagi mereka dan semisalnya. Diharuskan berkomitmen bagi orang kafir yang datang ke negara Islam tanpa melakukan sesuatu yang menyalahi syiar Islam. Dan menyakiti orang Islam dan menyinggung perasaanya. Oleh karena itu, diharuskan menutup restoran yang disebutkan di dalam perusahan tadi di siang Ramadan.” Selesai

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdullah Godyan, Syekh Sholeh Al-Fauzan, Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Bakr Abu Zaid. Telah ada ketetapan hukum bagian ini dalam jawaban di no. 78494, 49694.

Bagian kedua:

Makanan dan minuman dimana penjualnya tidak mengetahui waktu kapan pembelinya mengkonsumsinya. Apakah siang atau malam. Seperti bungkusan, gula kemasan, roti, dan bahan makanan semuanya. Seperti minyak, beras dan semisalnya. Dan itu yang paling banyak di jual di pasaran sepengetahuan kami. Hal ini tidak mengapa bagi orang Islam untuk menjualnya di siang Ramadan dan hal itu tidak berdosa. Ia meskipun dalam persangkaan kuat bahwa pembeli tidak berpuasa disebabkan karena memang kafir atau kurang komitmen dalam keislamannya, akan tetapi tidak diketahui kebutuhan pembeli terhadap apa yang dibelinya. Bisa jadi langsung dipergunakan, terkadang digunakan setelah beberapa waktu. Terkadang rusak tidak dimanfaatkan. Sebagaimana disana tidak ada hukum secara umum atau sifat yang kebanyakan digunakan barang yang dibelinya. Tidak ada seorangpun yang menentukannya. Dimana kebanyakan orang membelinya untuk dimakan baik siang maupun malam, dimana masalahnya umum dan terbuka.

Maka, asalnya tetapi diperbolehkan menjualnya tanpa ragu. Tidak termasuk larangan membantu dalam dosa dan pelanggaran. Karena tidak seorangpun mampu menentukan secara pasti ia digunakan dalam dosa dan pelanggaran. Dan asalnya adalah diperbolehkan. Dan tidak diperbolehkan berpindah dari asal ini kecuali dengan adanya pemindahan yang bisa diterima dan benar adanya. Kita dapatkan batasan ini sebagaimana yang dinukil Ramli diatas ketika mengatakan, “Bagitu juga menjualnya makanan diketahui atau dalam persangkaan dimakan waktu siang.”

Yang menjadi batasan dibagian kedua ini bahwa penjual tidak mengetahui dan tidak menyangka bahwa pembeli akan mengkonsumsi makanan di siang Ramadan. Dan tidak terkena sebab pengharaman bahkan hukumnya tetap diperbolehkan. Dan begitulah terkait dengan semua penjualan yang masih ada keraguan penggunaan oleh pembeli. Sebagaimana perkataan Romli rahimahullah, “Siapa yang menyandarkan mayoritas diperbolehkan disini –maksudnya disertai dengan dimakruhkan – mungkin kalau sekiranya dia ragu.” Selesai dari ‘Nihayatul Muhtaj, (3/471).

Mayoritas yang menetapkan diperbolehkan seperti dalam bentuk ini, mereka menginginkan diperbolehkan dalam kondisi penjualnya ragu. Dan tidak mengetahui maksud pembeli dari apa yang dibelinya. Sebagaimana dalam syareat Islam tidak membebani seseorang kepayahan. Dan tidak memerintahkan dengan apa yang mereka tidak mampu. Serta menyelidiki maksud dari semua pembeli. Tidak tersembunyi lagi, bahwa hal itu termasuk sulit dan memayahkan. Keluar dari kemudahan ke kesulitan. Sementara Allah Azza Wajalla tidak rela akan hal itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

(لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ) البقرة/ 286

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” QS. Al-Baqarah: 286.

Dan firman-Nya:

(يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ) البقرة/ 185 .

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”QS. Al-Baqarah: 185.

Tidak diqiyaskan –bagian kedua ini- terhadap pengharaman penjualan anggur bagi orang yang akan membuat minuman keras. Meminum khomer termasuk diharamkan dalam segala kondisi. Dan penjual anggur dapat menyangka kuat bahwa pembeli akan bermaksiat kepada Allah dengan apa yang dibelinya. Sementara penjual bahan makanan di siang Ramadan, maka tidak dalam persangkaan kuat bahwa pembeli akan bermaksiat kepada Allah dengan apa yang dibelinya.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam