Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Model Kehidupan Anak-anak pada Zaman Nabi

Pertanyaan

Bagaimana anak-anak tumbuh dan berkembang di zaman Nabi Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam ? Apa saja permainan dan kegiatan yang khusus bagi anak laki-laki dan perempuan ? Apa saja pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan setiap anak untuk membantu orang tuanya dan pada usia berapa mereka mulai membantu ? Apakah semua anak perempuan tinggal di dalam rumah saja ? Jika tidak demikian, pekerjaan apa yang mereka lakukan di luar rumah, seperti berdagang, atau lain sebagainya ? Bisakah Anda menggambarkan satu hari percontohan dalam kehidupan anak-anak tersebut ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama.

Anak-anak di zaman Nabi Sallallahu ʿAlaihi wa Sallam adalah anak yang sudah mencapai usia tujuh tahun. Tampaknya, hari mereka dimulai dengan shalat Shubuh, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyuruh para sahabatnya -semoga Allah meridhai mereka- untuk mulai mengajari anak-anak mereka shalat ketika sudah berusia tujuh tahun.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ   رواه أبو داود (495)، ورواه أبو داود (494) ، والترمذي (407) من حديث سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، وقال الترمذي: “حَدِيثُ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الجُهَنِيِّ حَدِيثٌ حَسَنٌ”.

Diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, yang mengatakan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Ketika mereka berusia sepuluh tahun, pukullah mereka jika tidak mau shalat dan pisahkan mereka di tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud, no. 494 dan 495 dan Tirmidzi, no. 407 dari hadis Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani. At-Tirmidzi berkata, “Hadis Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani adalah hadis hasan.”).

Para sahabat -semoga Allah meridhai mereka semua- mengisi siang hari anak-anak mereka dengan tiga hal berikut :

Para Sahabat  -semoga Allah meridhai mereka- mengisi waktu siang anak-anak mereka dengan empat hal :

Pertama, mengajari mereka keimanan dan Islam sesuai kemampuan mereka masing-masing.

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ، فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ، فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا  رواه ابن ماجه (61)، وصححه الألباني في "صحيح سنن ابن ماجه" (1 / 37 - 38).

Diriwayatkan dari Jundub bin Abdullah, ia mengatakan, “Kami adalah para pemuda berumur Hazawirah (orang yang mendekati usia baligh), kami membersamai Nabi Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam untuk belajar tentang keimanan sebelum kami belajar Al-Qur’an. Kemudian, kami belajar Al-Qur’an, sehingga iman kami bertambah.” (HR. Ibnu Majah, no. 61 dan dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, 1/37-38).

Ibnul Al-Atsir Rahimahullah mengatakan, “Hazawirah adalah bentuk jamak dari Hazwar dan Hazawwar, yang artinya orang yang mendekati usia baligh. Huruf Ta’ adalah untuk Ta’nits Al-Jam’i.” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits, 1/380).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عَشْرِ سِنِينَ، وَقَدْ قَرَأْتُ المُحْكَمَ رواه البخاري (5035).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum bahwa Rasulullah Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam wafat ketika aku berumur sepuluh tahun, sementara aku sudah selesai membaca Al-Muẖkam.” (HR. Al-Bukhari, no. 5035).

Al-Muẖkam adalah surah-surah Mufaṣhṣhal, yakni dari surah Qaf atau Al-Hujurat -karena ada perbedaan pendapat ulama- sampai surah An-Nas.

وعن البَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَوَّلُ مَنْ قَدِمَ عَلَيْنَا مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ، وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَكَانَا يُقْرِئَانِ النَّاسَ، فَقَدِمَ بِلاَلٌ وَسَعْدٌ وَعَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ، ثُمَّ قَدِمَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ فِي عِشْرِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا رَأَيْتُ أَهْلَ المَدِينَةِ فَرِحُوا بِشَيْءٍ فَرَحَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى جَعَلَ الإِمَاءُ يَقُلْنَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا قَدِمَ حَتَّى قَرَأْتُ: ( سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى ) فِي سُوَرٍ مِنَ المُفَصَّلِ رواه البخاري (3925).

Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin ʿAzib Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Orang yang pertama kali datang kepada kami adalah Musʿab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Mereka membacakan Al-Qur’an kepada manusia. Kemudian, Bilal, Saʿad dan Ammar bin Yasir juga datang, kemudian Umar bin Khattab datang bersama dua puluh sahabat Nabi Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam yang lain. Barulah kemudian Nabi Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam datang. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bergembira dengan sesuatu seperti mereka bergembira dengan kedatangan Rasulullah Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam, sampai-sampai para budak wanita berseru, ‘Rasulullah Shallallahu ʿAlaihi wa Sallam sudah tiba!’ Beliau tidak datang melainkan aku telah membaca, ‘Sabbiẖisma rabbikal aʿla’ yang termasuk dalam surah-surah Al-Mufaṣhṣhal.” (HR. Al-Bukhari, no. 3925).

Al-Barraʾ saat itu di usia belia, karena ia masih kecil saat perang Badar terjadi.

Anak yang sudah mencapai usia tujuh tahun, keluarganya akan selalu mengontrol rutinitasnya mengerjakan shalat lima waktu, sebagaimana dalam hadis tersebut. Mungkin juga mereka melakukan sebagian shalat sunah sesuai kadar kemampuan mereka masing-masing.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَ بِرَأْسِي، فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ رواه البخاري (699).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata, “Aku bermalam di rumah bibiku, lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri untuk melaksanakan salat malam. Lalu aku berdiri untuk shalat bersamanya. Aku berdiri di sebelah kiri beliau, lantas beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanannya.” (HR. Al-Bukhari, no. 699).

Sebagian mereka mungkin juga ada yang berpuasa agar terbiasa dan meringankan mereka saat sudah dewasa nanti.

عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ، قَالَتْ: أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَليَصُمْ، قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ رواه البخاري (1960) ، ومسلم (1136).

Diriwayatkan dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim seorang utusan pada pagi hari Asyura ke desa-desa kaum Anshar, ‘Barang siapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya menyempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa -penerj.). Adapun yang telah berpuasa sejak pagi hari, hendaknya dia meneruskan puasanya.’ Setelah itu kami berpuasa. Kami juga membiasakan anak-anak kami untuk berpuasa. Kami buatkan untuk mereka mainan dari kapas. Kalau salah satu di antara mereka menangis karena ingin makan, maka kami memberikan itu kepadanya sampai saat berbuka puasa.” (HR. Al-Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).

Sebagian mereka mungkin juga ada yang berhaji.

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: حُجَّ بِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ رواه البخاري (1858).

Diriwayatkan dari As-Sa’ib bin Yazid, ia berkata, “Aku dibawa berhaji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika aku berusia tujuh tahun.” (HR. Al-Bukhari, no. 1858).

Kedua, mereka juga ikut serta mengerjakan kegiatan sehari-hari atau membantu keluarga mereka sesuai kemampuan mereka.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ، فَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ بِيَدِي، فَانْطَلَقَ بِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَنَسًا غُلاَمٌ كَيِّسٌ فَلْيَخْدُمْكَ، قَالَ: فَخَدَمْتُهُ فِي السَّفَرِ وَالحَضَرِ، مَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا هَكَذَا؟ وَلاَ لِشَيْءٍ لَمْ أَصْنَعْهُ لِمَ لَمْ تَصْنَعْ هَذَا هَكَذَا؟ رواه البخاري (2768) ، ومسلم (2309).

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Ṣhallallahu ʿAlaihi wa Sallam tiba di Madinah tanpa membawa pelayan, maka Abu Thalhah memegang tanganku dan membawaku kepada Rasulullah Ṣhallallahu ʿAlaihi wa Sallam lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas ini anak yang cerdas, izinkan dia melayanimu.’ Anas berkata, “Kemudian aku melayani beliau saat safar maupun mukim. Beliau tidak pernah mempertanyakan kepadaku atas segala yang aku lakukan, ‘Kenapa kamu melakukannya begini?’ Pun beliau tidak pernah mempertanyakan kepadaku atas segala yang aku tidak lakukan, ‘Kenapa kamu tidak melakukannya?'” (HR. Al-Bukhari, no. 2768 dan Muslim, no. 2309). 

Umurnya saat dia mulai melayani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah adalah sepuluh tahun.

عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ كَانَ ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ، مَقْدَمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، فَكَانَ أُمَّهَاتِي يُوَاظِبْنَنِي عَلَى خِدْمَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَدَمْتُهُ عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عِشْرِينَ سَنَةً رواه البخاري (5166).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya dia berumur sepuluh tahun saat kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah. “Ibuku sudah membiasakan diriku untuk melayani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku melayani beliau selama sepuluh tahun. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal ketika aku berusia dua puluh tahun.” (HR. Al-Bukhari, no. 5166)

Ketiga, mereka tetap mendapatkan hak mereka bersenang-senang dan bermain.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي رواه البخاري (6130) ، ومسلم (2440).

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu aku sering bermain dengan boneka anak perempuan di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dahulu aku juga memiliki teman-teman belia yang biasa bermain denganku. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke rumah, teman-temanku pun berlari sembunyi. Beliau pun meminta mereka untuk keluar kepadaku untuk bermain lagi, maka mereka pun melanjutkan bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari, no. 6130 dan Muslim, no. 2440).

وقَالَ أَنَسٌ: " كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا، فَأَرْسَلَنِي يَوْمًا لِحَاجَةٍ، فَقُلْتُ: وَاللهِ! لَا أَذْهَبُ، وَفِي نَفْسِي أَنْ أَذْهَبَ لِمَا أَمَرَنِي بِهِ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجْتُ حَتَّى أَمُرَّ عَلَى صِبْيَانٍ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي السُّوقِ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَبَضَ بِقَفَايَ مِنْ وَرَائِي، قَالَ: فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَضْحَكُ، فَقَالَ:  يَا أُنَيْسُ! أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ؟  قَالَ قُلْتُ: نَعَمْ، أَنَا أَذْهَبُ، يَا رَسُولَ اللهِ " رواه مسلم (2310).

Anas berkata, “Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling santun akhlaknya. Suatu hari beliau pernah mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku berkata, “Demi Allah, aku tidak akan pergi! Padahal dalam hatiku aku tetap bertekad pergi melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Allah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu aku berangkat sampai aku melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam memegang tengkukku dari belakang.” Anas mengisahkan, “Lantas aku melihat beliau tertawa, lalu berkata, ‘Wahai Anas! Apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan kepadamu?’ Aku jawab, ‘Ya, aku akan pergi, wahai Rasulullah.’” (HR. Muslim, no. 2310).

Kami belum mendapati dalam hadits-hadits yang shahih tentang rincian permainan yang dahulu biasa mereka lakukan. Namun, tampaknya mereka tetap meneruskan permainan-permainan yang mereka kenal sejak masa jahiliah yang tidak diharamkan oleh syariat Islam. Di zaman mereka ada permainan kekuatan, seperti gulat, sebagaimana yang ditunjukkan dalam beberapa hadits.

Dr. Jawad Ali merinci permainan-permainan anak-anak yang sudah dikenal bangsa Arab di masa itu dalam kitabnya Al-Mufashshal fī Tarikh Al-ʿArab Qabla Al-Islam, terbitan Dar As-Saqi (9/124-126).

Kedua.

Pada asalnya, para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari kalangan wanita selalu berada dalam rumah mereka, dalam rangka mematuhi firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

  وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

الأحزاب/33.

Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab : 33).

Mereka tidak keluar, kecuali untuk memenuhi keperluan mereka atau untuk shalat yang ingin mereka hadiri. Mereka tidak berkerumun bersama pada lelaki di jalan maupun pasar. Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa firman-Nya (yang artinya), “Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu…” maksudnya mereka selalu di rumah mereka dan tidak keluar tanpa ada keperluan.

Di antara keperluan yang sesuai syariat adalah shalat di masjid, asalkan syaratnya terpenuhi, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلَاتٌ

“Janganlah kalian melarang para wanita hamba-hamba Allah ke masjid-masjid Allah, biarkan mereka keluar (ke masjid) dalam keadaan tanpa memakai wewangian.”

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“…dan rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).

Tampak dari hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya bahwa anak-anak sudah dibiasakan untuk mematuhi ketentuan syariat sejak kecil. Para sahabat -Semoga Allah meridhai mereka- mempersiapkan putri-putri mereka untuk menjadi wanita yang memiliki komitmen terhadap hukum-hukum syariat sejak kecil dan mendidik mereka untuk mematuhi adab-adab yang menumbuhkan rasa malu dan kesucian diri. Semua itu mereka lakukan dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

التحريم/6.

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim : 6).

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam