Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Niat Berpuasa Dan Mengatakan, “Kalau Keluar Darah Haid Saya Akan Berbuka.” Apakah Hal Ini Termasuk Menggantungkan Niat, dan Apakah Puasanya Sah?

Pertanyaan

Seharusnya besok adalah waktu keluarnya darah haid, dan saya niat berpuasa dan saya mengatakan,”Saya akan berpuasa besok untuk Ramadan, kalau keluar darah maka saya akan berbuka. Apakah menggantungkan niat berpuasa seperti ini dapat membatalkan puasaku ataukah puasaku sah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Niat puasa harus dilakukan sejak malam dengan tegas berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi  wa sallam:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ  (رواه أبو داود، رقم 2454، والترمذي، رقم 730، والنسائي، رقم 2331، وفي لفظ للنسائي:  مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ ‘ والحديث صححه الألباني في صحيح أبي داود)

“Siapa yang tidak niat kuat berpuasa malam hari sebelum fajar, maka dia tidak mendapatkan puasa.” (HR. Abu Daud, no. 2454 dan Tirmizi, no. 730, Nasa’i, no. 2331. Adapun dalam redaksi riwayat Nasa’i disebutkan “Siapa yang tidak niat puasa sejak malam sebelum fajar, maka tidak mendapatkan puasa.” Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam Shahih  Abu Daud)

Kalau seorang wanita yang bersih dia niat puasa untuk besok, seraya berkata, “Kalau darah haidku keluar, maka saya akan berbuka.” Hal ini tidak mengapa dan bukan termasuk menggantungkan niat, bahkan termasuk niat untuk puasanya dengan tegas.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kalau orang yang berpuasa itu ragu-ragu membatalkan puasanya atau menggantungkan dengan masuknya seseorang atau semisalnya, hal itu tidak membatalkan puasa menurut mazhab yang telah ditegaskan oleh mayoritas ulama.” (Raudhatut Thalibin, 1/333).

Imam Abul Qasim Ar-Rofi’i rahimahullah menyebutkan bahwa pembeda antara ragu-ragu dalam memutuskan shalat atau menggantungkan terhadap urusan masa depan sehingga membuatnya batal, berbeda dengan ragu-ragu dalam membatalkan puasa, karena hal itu tidak membatalkannya.”

Dia berkata, “Kalau orang yang berpuasa itu ragu-ragu apakah dia akan keluar dari puasanya atau tidak? Atau menggantungkan niat  keluar puasanya dengan masuknya seseorang. Telah disebutkan oleh Al-Muazam bahwa puasanya tidak batal. Beliau isyaratkan dalam perkataannya tidak ada perbedaan di dalamnya.

Ibnu Sobagh menyebutkan dalam ‘Kitabus Shoum’ bahwa Abu Hamid menerangkan bahwa masalah ini  ada dua pandangan.

Maka perbedaan antara puasa dan shalat, bahwa shalat mengawali dan mengakhirinya dengan niat dan pilihan orang tersebut. Berbeda dengan puasa, orang yang niat malam harinya, otomatis dia akan memulai puasanya ketika terbit fajar dan keluar dari puasa dengan terbenamnya matahari, meskipun dia tidak merasakan keduanya.

Kalau seperti itu, maka sahnya shalat dapat terpengaruh  karena lemahnya niat melebihi terpengaruhnya puasa. Oleh karena itu dibolehkan  memajukan niat di awal puasa dan mengakhirkan secara global dari yang pertama dan hal itu tidak dibolehkan  dalam shalat.

Artinya bahwa shalat itu adalah perbuatan dan ucapan, sedangkan puasa adalah meninggalkan dan menahan. Maka perbuatan lebih membutuhkan niat daripada meninggalkan perbuatan.” (Al-Aziz Syarkhul Wajiz, 1/466).

Baik dia mengatakan ini atau tidak mengatakannya, maka ketika haid keluar dia harus berbuka. Sehingga ucapannya itu hanya sekedar pemberitahuan saja dari apa yang seharusnya dia lakukan.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam