Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Hukum memakai masker bagi wanita yang sedang ber-ihram

315882

Tanggal Tayang : 12-06-2024

Penampilan-penampilan : 1463

Pertanyaan

insyaAllah saya berniat menunaikan ibadah haji, apakah saya bisa memakai masker daripada cadar ? hal ini saya tanyakan karena pemahaman saya yang lemah, saya mohon diberikan pemahaman yang jelas dalam hal ini.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Wanita yang sedang ber-ihram dilarang memakai pakaian yang menutupi wajah, seperti niqab, burqa, dan cadar; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1838), dari ['Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu] berkata:

قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَاذَا تَأْمُرُنَا أَنْ نَلْبَسَ مِنْ الثِّيَابِ فِي الْإِحْرَامِ ؟  فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

  لَا تَلْبَسُوا الْقَمِيصَ وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ وَلَا الْعَمَائِمَ وَلَا الْبَرَانِسَ إِلَّا أَنْ يَكُونَ أَحَدٌ لَيْسَتْ لَهُ نَعْلَانِ فَلْيَلْبَسْ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ وَلَا تَلْبَسُوا شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ وَلَا الْوَرْسُ وَلَا تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلَا تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ

Seorang laki-laki datang lalu berkata: "Wahai Rasulullah, pakaian apa yang baginda perintahkan untuk kami ketika ihram)?. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Janganlah kalian mengenakan baju, celana, sorban, mantel (pakaian yang menutupi kepala) kecuali seseorang yang tidak memiliki sandal, hendaklah dia mengenakan sapatu tapi dipotongnya hingga berada dibawah mata kaki dan jangan pula kalian memakai pakaian yang diberi minyak wangi atau wewangian dari daun tumbuhan. Dan wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai niqab (penutup wajah) dan sarung tangan".

Para ulama fikih juga melarang burqa, dan cadar, karena termasuk niqab (penutup wajah), atau sejenisnya.

Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata: “bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “wanita tidak boleh memakai niqab (penutup wajah) dan sarung tangan”, artinya ketika sedang ber-ihram.. maka larangan disini disamakan antara kedua tangan dan wajahnya yaitu sesuai dengan batasan tangan dan wajah...

Pendapat yang benar adalah: larangan yang mencakup keumuman lafal dan maknanya, dan yang menjadi illat-nya (landasan hukumnya) adalah; bahwa burqa dan cadar meskipun tidak disebut dengan sebutan niqab, tetapi tidak ada beda keduanya dengan niqab, bahkan ketika niqab dilarang, maka burqa dan cadar lebih utama larangannya, akhir kutipan dari “I’lam al-Mauqi’aini” (2/393-395).

Beliau mengatakan dalam “kifayat at-Talib al-Rabbani” (1/554): “dia bisa menutupi seluruh wajah dan kedua telapak tangannya dengan kain yang menutupinya dari kepalanya, dan tidak menusuknya dengan jarum, dan dia tidak boleh memakai niqab, burqa, dan cadar, dan jika ia memakai salah satunya maka ia harus membayar fidyah” akhir kutipan.

Dan cadar (litsam) adalah sesuatu yang diletakkan pada mulut.

Didalam “al-Misbah al-Munir” (2/549) dikatakan: al-litsam dengan kasrah, artinya sesuatu yang munutupi bibir.

Didalam artikel LFM (2/556) disebutkan: “Bila dia memakai sorban, dan dia menutup mulutnya , mirip dengan niqab, tetapi tidak sampai ujung hidungnya atau dekat dengannya”.

Jika menutupi sebagian hidung, maka itu adalah niqab. Abu Zaid mengatakan hal ini.

Al-Asma’i berkata: Jika niqab menutupi mulut, maka itu adalah cadar (litsam)".

Dengan demikian maka masker termasuk niqab, maka ia lebih utama untuk dilarang daripada cadar (litsam).

Intinya bahwa masker tidak menutupi seluruh wajah, akan tetapi menutupi sebagiannya, dimana sebagian yang tertutup adalah bagian detail dari wajah.

Didalam “al-Inshaf” (3/466) disebutkan; perkataannya “memakai pakaian yang dijahit” meliputi: apa yang dilakukan terhadap ukuran anggota badan, dan ini adalah konsensus (ijma’), meskipun itu adalah baju besi yang ditenun, atau kain yang diikat, dan sejenisnya.

Sekelompok mengatakan: apa yang dilakukan sesuai ukurannya, dan sengaja (berniat) melakukannya.

Al-Qadhi dan lainya mengatakan: meskipun itu merupakan sesuatu yang tidak biasa, seperti memakai kaus kaki di telapak tangan, atau sandal di kepala, maka ia terkena fidyah , akhir kutipan.

Dengan demikian maka memakai masker adalah dilarang bagi wanita, sebagaimana dilarang memakai niqab.

Akan tetapi jika ia memerlukan masker karena sakit, atau karena ada bau yang menyengat, maka ia boleh memakainya dengan membayar fidyah.

Syeikh Zakaria al-Anshari rahimahullah dalam  “Asna al-Mathalib” (1/507) mengatakan: “barang siapa yang ketika sedang ber-ihram, memakai pakaian yang dilarang, atau menutupi sesuatu yang dilarang menutupinya, karena cuaca panas atau dingin, atau karena alasan pengobatan, dan lain sebagainya, maka hal itu diperbolehkan, namun harus membayar fidyah. Akhir kutipan

Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata:

Ada tiga hal bagi yang melanggar perkara-perkara yang dilarang:

  1. Ia melakukan pelanggaran tanpa alasan yang jelas, dalam hal ini ia berdosa dan harus membayar fidyah
  2. Ia melakukan pelanggaran karena suatu alasan, maka dalam hal ini ia tidak berdosa dan harus membayar fidyah.

Maka jika ia perlu menutupi kepalanya karena khawatir akan cuaca yang dingin atau panas: ia boleh melakukannya dan harus membayar fidyah.

  1. Ia melakukan pelanggaran tersebut karena ketidaktahuan atau karena lupa, atau karena terpaksa, atau karena tertidur, maka dalam hal ini ia tidak berdosa dan tidak harus membayar fidyah

Akhir kutipan dari “Majmu’ fatawa wa rasail al-‘Utsaimin” (24/433).

Fidyah disini adalah: dengan berpuasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha’, atau dengan menyembelih satu ekor kambing, bagi yang ber-ihram (yang melanggar larangan ihram) bisa memilih salah satu dari tiga pilihan tersebut.

Adapun bagi laki-laki: maka tidak ada masalah dalam memakai masker; karena menurut pendapat yang kuat, tidak ada larangan ihram bagi laki-laki untuk menutup wajah. Bisa merujuk jawaban soal No. (106560 ).

Kedua :

Wanita yang ber-ihram yang menutupi wajahnya dari pandangan orang asing, dengan sesuatu yang diletakkan dari kepalanya sampai pada wajahnya.

Ibnu Qadamah rahimahullah mengatakan: “Ibnu al-Mundzir berkata: hukum makruhnya burqa didasarkan pada riwayat saad, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Aisyah, dan kita tidak melihat ada yang menentangnya dalam hal ini, diriwayatkan dari al-Bukhari dan lainya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dan wanita tidak boleh memakai niqab (penutup wajah) dan sarung tangan…”

Namun jika ia perlu menutupi wajahnya karena ada laki-laki yang berada didekatnya, maka ia bisa menurunkan kain dari atas kepalanya hingga menutupi wajahnya.

Hal ini diriwayatkan dari Utsman dan Aisyah, dan diambil oleh Atho’ dan Malik, dan at-Tsauri, dan as-Syafi’I, dan Ishak, dan Muhammad bin al-Hasan, dan kita tidak melihat ada yang menentangnya. Sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

كان الركبان يمرون بنا ونحن محرمات مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، فإذا حاذونا سدلت إحدانا جلبابها من رأسها على وجهها، فإذا جاوزونا كشفناه رواه أبو داود والأثرم " المغني " (3/ 154

“orang-orang yang berkendaraan melewati Kami sementara Kami sedang berihram bersama Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam kemudian apabila mereka dekat dengan Kami maka salah seorang diantara Kami menutupkan jilbabnya dari kepala ke wajahnya, kemudian apabila mereka telah melewati Kami maka Kami membukanya.” Hadis riwayat Abu Daud dan al-atsram “al-Mughni” (3/154).

Dan Hadis Aisyah tersebut digolongkan sahih oleh al-Albani dalam “risalatu jilbabi al-mar’ah” dan anda bisa memakai kain tipis yang memungkinkan anda tetap bisa melihat tanpa ada kesulitan. Akan tetapi jika anda masih merasakan ada kesulitan dalam hal itu maka tidak ada masalah jika anda memakai niqab dengan membayar fidyah, dan niqab lebih utama dari pada masker yang tidak menutupi seluruh wajah.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam