Alhamdulillah.
Pertama:
Yang telah menjadi pendapat Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam permasalah ini bahwa darah kekuningan dan keruh itu bukan termasuk haid, meskipun bersambung dengan darah haid. sebelumnya atau sesudahnya. Sebagaimana telah dijelaskan hal itu dalam jawaban soal no. (179069 ).
Kalau hal itu disela-sela haid dan sebelum berhentinya darah (haid) maka hal itu dianggap (sebagai darah haid) karena ia mengikuti haid. beliau rahimahullah ditanya dalam ‘Al-Liqo’ As-Syahri, (37/73),”Fadhilatus Syekh! Mohon penjelasan masalah ini, dimana banyak orang membicarakannya yaitu hukum darah keruh dan darah kekuningan yang keluar pada wanita setelah berhentinya darah (haid). dan kapankah seorang wanita itu suci apakah harus ada lendir putihnya?
Maka beliau menjawab,”Permasalah ini para ulama’ berbeda pendapat di dalamnya, dan pendapatku yang terakhir yang terkuat adalah tidak dianggap darah keruh maupun darah kekuningan kecuali kalau ia disela-sela haid. maksudnya kalau biasanya seorang wanita itu kebiasaannya lima hari, dia melihat pada hari ketiga darah keruh atau darah kekuningan, maka kita katakan ‘ia mengikuti darah haid’.
Sementara kalau seorang wanita ketika datang darah keruh dan kekuningan sebelum keluarnya darah, maka darah keruh dan darah kekuningan ini tidak dianggap (darah haid).
Wanita lain dia suci dari haid, dan berhenti darahnya, Cuma masih tersisa darah keruh dan darah kekuningan, hal ini juga tidak ada hukumnya. Selesai
Pendapat bahwa darah kekuningan dan darah keruh bukan termasuk darah haid, itu adalah pendapat Ibnu Hazm rahimahullah berbeda dengan jumhur (mayoritas) para ahli ilmu, dari empat mazhab dan lainnya. (silahkan melihat ‘Al-Muhalla, permasalahan: 266, 269 dan Mausu’ah At-Thoharah, karangan Ad-Dibyan, (6/286).
Kedua:
Kami belum menemukan pelemahan tambahan ‘Setelah suci’ dari Syekh rahimahullah, bahkan beliau jadikan hal itu sebagai hujjah (dalil) pada banyak tempat dan dengan tegas mengatakan keshohehannya dan ia adalah shoheh.
Beliau rahimahullah mengatakan,”Apa yang setelah suci baik berupa darah keruh atau darah kekuningan atau setitik darah atau basah, kesemuanya ini tidak termasuk darah haid. maka tidak menghalangi untuk melakukan shalat dan tidak menghalangi untuk berpuasa. Juga tidak menghalangi suami berhubungan badan dengan istrinya. Karena ia bukan darah haid. Ummu Athiyyah mengatakan : (Kita tidak menganggap apapun darah kekuninangan dan darah keruh). HR. Bukhori dan ada tambahan Abu Daud (setelah suci) dan sanadnya shoheh. Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa, (11/281).
Beliau rahimahullah mengatakan,”Ungkapan Ummu Athiyyah radhiallahu’anha (Kita tidak menganggap apapun darah kekuninangan dan darah keruh). HR. Abu Daud dengan sanad yang shoheh, diriwayatkan juga Bukhori tanpa tambahan (setelah suci). Akan tetapi beliau membuat menulis dalam shohehnya ‘Bab Darah kekuningan dan Darah Keruh Pada hari-hari Selain Haid.
Dalam penjelasannya di kitab ‘Fathul Bari dikatakan,”Hal itu memberikan isyarat menggabungkan antara hadits Aisyah tadi sampai pada perkataannya: (Sampai keliau melihat lendir putih ) dan antara hadits Ummu Athiyyah yang disebutkan dalam bab. Bahwa hal itu – maksudnya Hadits Aisyah – ketika dia melihat darah keruh dan darah kekuningan pada hari-hari haidnya. Sementara kalau selain hari-hari haidnya maka seperti apa yang dikatakan Ummu Athiyyah). Selesai dan hadits Aisyah yang diisyaratkan beliau adalah apa yang digantungkan oleh Bukhori secara tegas sebalum bab ini. Bahwa para wanita mengutus dengan membawa kapas kepada beliau, (11/306).
Syekh rahimahullah setelah perkataan yang terakhir –beliau menunjuk ke perkataan Ummu Athiyya (setelah suci) bahwa maksud dari suci adalah berhentinya darah, dimana sebelum itu beliau berpendapat maksud dari suci itu adalah keluarnya cairan atau mendapatkan kering secara sempurna.
Beliau rahimahullah berkata,”Darah Haid kalau sudah berhenti dan meninggalkan darah kekuningan atau darah keruh, maka hal itu tidak dianggap maksudnya bahwa darah keruh dan darah kekuningan tidak dianggap setelah berhentinya darah haid. karena Allah ta’ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
(البقرة:222] . والأذى: هو الدم.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." QS. Al-Baqarah: 222. Maksud dari ‘kotoran’ adalah darah.
Dan Ummu Athiyyah mengatakan:
كنا لا نعد الصفرة والكدرة شيئاً هكذا رواية البخاري
“Kami tidak menganggap apapun darah kekuningan dan darah keruh.” Beginilah riwayat Bukhori.
Dan untuk Abu Daud (apapun setelah suci ) akan tetapi dia mendapatkan suci dengan berhentinya darah haid.
Dari sini, maka kita katakan kepada wanita ini,”Selagi anda masih melihat darah haid – selama tujuh hari – kemudian menyisakan darah keruh atau darah kekuningan, maka anda mandi besar ketika darah haid telah berhenti –maksudnya ketika telah sempurna tujuh hari – kemudian anda shalat, berpuasa dan suaminya diperbolehkan mendatanginya kalau dia mempunyai suami, meskipun dia masih melihat darah kekuningan atau darah keruh. Selesai dari ‘Al-Liqo’ As-Syahri, (36/22).
Yang menjad Pegangan Syekh juga adalah bahwa haid itu adalah darah, bukan darah keruh dan darah kekuningan. ‘Al-Liqo’ As-Syahri, (51/8).
Sementara Atsar Aisyah radhiallahu’anha, maksudnya adalah keluarnya darah kekuningan sebelum berhenti darah haidnya. Sebagaimana tadi arahan dalam terjemahan Bukhori pada hadits Ummu Athiyyah.
Intinya, bahwa pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa darah keruh dan darah kekuningan pada masa haid itu adalah haid, yaitu apa yang diungkapkan oleh para ahli fikih: diwaktu yang memungkinkan. Baik hal itu diawal haidnya dan bersambung dengannya atau dipertengahan atau diakhirnya. Kalau darah telah berhenti dan masih tersisa darah keruh dan darah kekuningan, kesemuanya itu termasuk haid, dan ini adalah mazhab mayoritas ahli ilmu dalam hal itu, sampai dikatakan itu ijma’ (konsensus para ulama’).
Ketiga:
Suci dapat terealisasi dengan kering menurut kebanyakan ulama’ fikih. Kecuali dinukil dari Malik rahimahullah yang berpendapat dengan melihat cairan putih. Bahwa belum suci kalau sekedar kering saja.
Syekh Abu Umar ad-Dibyan dalam ‘Mausu’ah At-Thoharah, (7/37) mengatakan,”
keempat,”Tanda suci bagi orang yang haid. dikatakan,”Kalau sudah berhenti (darah) haidnya, maka dia telah suci secara umum, baik setelahnya itu keluar lendir putih atau tidak, dan ini mazhabnya Hanafiyah, Syafiiyyah dan Hanabilah.
Dikatakan,”Bagi yang berpendapat melihat lendir putih, maka belum suci sampai dia melihatnya, kalau yang tidak berpendapat seperti itu, maka dia suci dengan kering. Dan ini yang ditegaskan di ‘Al-Mudawwanah’ dari Imam Malik rahimahullah.
Dikatakan,”Siapa yang sucinya itu dengan lendir putih dan dia melihat telah kering, maka dia telah suci. Dan tidak suci bagi yang sucinya itu dengan kering ketika melihat lendir putih sampai dia melihat kering.
Dikatakan,”Untuk suci itu ada dua tanda: keringn dan lendir putih. Wanita yang melihat salah satunya, maka itu menjadi tanda sucinya. Baik wanita itu yang kebiasaannya suci dengan lendir putih atau dengan kering. Dan ini adalah pendapat Ibnu Habib dari teman-teman Malik rahimahullah.
Dikatakan,”Kapan saja melihat bekas darah merah atau mencuci daging atau darah warna kekuningan atau warna keruh atau putih atau kering sempurna, maka dia telah suci menurut pendapat Ibnu Hazm. Dari sini terlhat bahwa pendapat-pendapatnya ini adalah sebegai berikut:
Pertama: yang menjadi patokan itu kering secara umum
Kedua: bahwa lendir putih itu permulaan kering. Kalau dia melihatnya
Ketiga: bahwa kering itu permulaan terlihatnya lendir putih, kalau sekiranya dia melihatnya.
Keempat: bahwa kering dan lendir putih, keduanya adalah tanda suci.
Kelima: kapan saja melihat bekas darah merah atau seperti membersihkan daging atau darah warna kekuningan atau keruh atau putih atau kering sempurna, maka dia telah suci.
Sampai beliau mengatakan,”Dalil bagi orang yang berpendapat bahwa kalau dia melihat lendir putih, maka tidak dianggap yang kering.
Isa bin Dinar mengatakan,”Lendir putih itu lebih kuat bebasnya rahim dibandingkan dari kering.
Al-Hafidz mengatakan,”Kapas terkadang ketika dikeluarkan itu kering di sela-sela urusan –maksudnya disela-sela haid- hal itu tidak menunjukkan berhentinya haid, berbeda dengan lendir putih. Selesai
Tidak diceritakan adanya perbedaan bahwa kering itu termasuk tanda suci, kecuali seperti tadi dari Malik rahimahullah.
Wallahua’lam