Alhamdulillah.
Pertama:
Hukumnya menjadi perantara dengan imbalan antara tenaga ahli dan peminta layanan
Boleh menjadi perantara antara tenaga ahli dan orang yang menginginkan jasa dengan imbalan sekian dari upah sebagai jasa atas perantaranya tersebut. Ini termasuk bab perantara atau broker (samsarah) dengan syarat pekerjaan tersebut adalah mubah.
Adapun pekerjaan yang tidak dihubungkan oleh platform tersebut dan tidak ada peran dalam memberi informasi, maka tidak ada faktor yang membolehkan mereka untuk mengambil sekian persen dari upah tenaga ahli.
Termasuk jika terjalin hubungan antara tenaga ahli dan konsumen setelah pekerjaannya yang pertama hasil petunjuk website, lalu konsumen itu meminta lagi darinya pekerjaan lainnya, maka pihak website tidak berhak mendapatkan upah perantara dan memberikan petunjuk kecuali berkaitan dengan pekerjaan sebelumnya yang telah dibantu oleh web tersebut. Tidak untuk pekerjaan berikutnya.
Lihat untuk faedah lain pada jawaban soal nomor: 278377
Tidak masalah dengan upah sebagai perantara, hendaknya dengan nilainya jelas, atau sekian persen dari harga atau upah.
Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Daimah, 13/131:
“Dibolehkan bagi makelar untuk mengambil upah dengan prosentase yang diketahui dari harga barang sebagai imbalan dari informasi yang dia berikan dan mengambilnya dari pihak penjual atau pembeli, sesuai dengan kesepakatan tanpa merugikan dan membahayakan”.
Kedua:
Hukumnya Menggabungkan antara iuran bulanan dan mengambil prosentase upah dari tenaga ahli
Tidak boleh mengambil iuran bulanan dari tenaga ahli dengan prosentase upah dari setiap pekerjaan yang ia lakukan. Karena upah bagi makelar didapat dari prosentase tersebut, maka iuran keanggotaan termasuk memakan harta dengan batil.
Namun jika pihak platform menyediakan bagi tenaga ahli media yang membuatnya dapat mempromosikan keahliannya sepanjang bulan, maka saat itu tidak masalah dan iurannya menjadi upah dari layanan ini, sebab mendatangkan pelanggan termasuk bagian dari broker.
Jika dia mempunyai pekerjaann lain untuk mendatangkan pelanggan, selain dari apa yang ditampikan tenaga ahli dalam platform tersebut, maka ia berhak mendapatkan upah dari pekerjaan tersebut sesuai dengan kadarnya. Tapi jika dia tidak melakukan sesuatu maka dia tidak berhak mendapatkan dua dua upah hanya dengan sekedar mempromosikan keahlian tenaga ahli tersebut. Yang dimaksud dua upah ini adalah iuran bulanan dan prosentase yang didapatkan.
Menggabungkan antara akad jasa dan perantara (calo) boleh, walaupun dengan cara menetapkan syarat. Pendapat yang kuat adalah dibolehkan menetapkan syarat satu akad pada akad lainnya, selama tidak masuk pada larangan riba.
Inilah madzhab Syafi’iyyah, dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya, berbeda dengan pendapat jumhur.
Lihat: Al Mu’amalah Al Maliyah karya Syekh Abu Umar Ad Dibyan: 5/373
Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Pendapat yang benar bahwa jika dalam akad jual beli disyaratkan, maka syarat tersebut benar dan penjualannya benar, kecuali pada dua masalah; Pertama: Jika mensyaratkan hutang yang mendatangkan manfaat baginya, maka di sini tidak halal; karena hutang yang memberikan manfaat adalah riba. Kedua: Sekedar modus melakukan riba”. (Diringkas dari As Syarhu Al Mumti, 8/239)
Wallahu A’lam