Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

MEMPERGUNAKAN SIWAK BAGI ORANG YANG BERPUASA DAN MENELAN LUDAH SETELAH ITU

Pertanyaan

Apa hukum mempergunakan siwak pada siang Ramadan? Dan apakah diperbolehkan menelan ludah siwak?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Siwak dianjurkan pada semua waktu. Waktu puasa dan selain puasa, permulaan siang maupun akhirnya. Dalil akan hal itu adalah:

1.Diriwayatkan oleh Bukhori, 887 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

( لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاةٍ )

“Kalau sekiranya saya tidak memberatkan kepada umatku atau kepada manusia, maka akan saya perintahkan mereka bersiwak pada setiap shalat.”

2.Diriwayatkan oleh Nasa’i dari Aisyah radhiallahu’anha sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: 

( السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ ) رواه النسائي (5) . وصححه الألباني في صحيح النسائي (5)

“Siwak itu membersihkan mulut dan (mendapatkan) keredoan dari Tuhan.” HR. Nasa’i, 5 dan dishohehkan oleh Al-Bany di shoheh AN-Nasa’i, 5.

Dalam hadits-hasits ini terdapat dalil dianjurkannya bersiwak pada semua waktu. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak mengecualikannya, bahkan keumuman hadits mencakup bagi yang berpuasa dan selain orang yang berpuasa.

Dan diperbolehkan menelan ludah setelah bersiwak. Kecuali kalau ada sesuatu yang menyatu dari siwak di mulut, maka dia harus mengeluarkannya kemudian menelan ludahnya. Sebagimana diperbolehkan bagi orang yang berpuasa (ketika) berwudhu mengeluarkan air dari mulutnya dan menelan ludahnya dan tidak diharuskan mengeringkan mulutnya dari air yang dikumurnya..

An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam kitab ‘Al-Majmu’, 6/327: “Al-Mutawalli dan (ulama) lainnya mengatakan, “Kalau orang yang berpuasa berkumur, maka dia harus mengumur air dan tidak diharuskan mengeringkan mulutnya dengan kain atau semisalnya tanpa ada perselisihan.” Selesai.

Bukhori rahimahullah berkata: “Bab siwak basah dan kering bagi orang yang berpuasa. Abu Hurairah berkata dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam: “Kalau sekiranya saya tidak memberatkan kepada umatku, maka akan saya perintahkan mereka bersiwak pada setiap wudhu.” Bukhori mengatakan, “Tidak dikhususkan untuk orang yang berpuasa dan lainnya. Aisyah radhiallahu’anha berkata dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, “

“Siwak itu membersihkan mulut dan (mendapatkan) keredoan dari Tuhan.” Atho’ dan Qatadah berkomentar, “Menelan ludahnya.”

Al-Hafid berkata di ‘Fath’: “Dalam tarjamah (judul bab) ini mengisyaratkan bantahan kepada orang yang memakruhkan memakai siwak basah bagi orang yang berpuasa. Dan telah lalu adanya qiyas (analogi) Ibnu Sirin (siwak) basah dengan air yang dibuat berkumur. Kalimat ‘Tidak dikhususkan untuk orang yang berpuasa dan lainnya’ yakni tidak dikhususkan yang basah juga dari yang kering. Dengan ketetapan ini, maka terlihat munasabah (keterpaduan) semua apa yang ada dalam bab ini untuk ditarjamah (dijadikan judul). Pokok dari semua itu adalah ungkapan dalam hadits Abu Hurairah: “Saya akan perintahkan (memakai) siwak pada setiap wudhu.” Karena hal itu terkandung pembolehannya pada setiap waktu dan kondisi.

Perkataan Atho’ dan Qatadah ‘Menelan ludahnya’ kesesuain dalam terjamah (judul) dari sisi bahwa yang sangat ditakutkan dari siwak basah adalah ada sesuatu yang menyatu di mulut, dan sesuatu itu seperti air untuk berkumur. Kalau dikeluarkan dari mulutnya, maka setelah itu tidak fatal kalau menelan ludahnya. Selesai perkataan Al-Hafid Ibnu Hajar dengan diringkas.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahulllah berkata: “Yang benar bahwa bersiwak bagi orang yang berpuasa adalah sunnah waktu permulaan siang dan di akhirnya.” Selesai, Fatawa Arkanul Islam, hal. 468.

‘Bersiwak adalah sunnah bagi orang yang berpuasa pada semua waktu siang meskipun (siwak) basah. Kalau dia bersiwak dalam kondisi puasa dan mendapatkan (rasa) pedas atau lainnya kemudian dia telan atau dia keluarkan dari mulutnya dan dia mendapatkan ludahnya kemudian diulanginya dan ditelannya, maka hal itu tidak mengapa.’ Al-Fatawa As-Sa’diyah, 245.

Dan dihindari (siwak) yang ada bahan yang menyatu seperti siwak hijau, dan apa yang ditambahkan rasa diluar itu seperti (rasa) jeruk dan naknak. Dikeluarkan dari apa yang terkelupas darinya dari mulut, tidak boleh disengaja menelannya. Kalau tertelan dengan tidak sengaja, maka tidak apa-apa.” Selesai dari kitab ‘Sab’una Masalah Fis Siyam’.

Wallallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam