Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak diragukan lagi, bahwa yang sesuai Sunnah adalah orang yang shalat menaruh tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat. Dari Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu berkata:
كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة.
“Dahulu orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya di atas pergelangan tangan kiri dalam shalat.”
Abu Hazim berkata, saya tidak mengetahui kecuali hal itu disandarkan kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam –maksudnya riwayat ini dihukumi marfu; yaitu sampai kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari, 707)
Dan dari Wail bin Hujr radhiallahu anhu bahwa beliau melihat Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengangkat tangannya ketika masuk shalat, bertakbir sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian menutup dengan pakaiannya, kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri.” (HR. Muslim, no. 401)
Silahkan lihat jawaban soal no. 5770, agar anda mengetahui hakekat agama Syiah rafidhah. Di dalamnya kami ketengahkan dalil-dalil yang shahih meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.
Dalam jawaban pertanyaan no. 6109. Anda dapat lihat bantahan terhadap apa yang dikatakan seabagai pendapat Imam Malik yang berbeda dengan Sunnah ini. Di dalamnya ada penyataan jelas dari sebagian ulama senior Maliki yang berpendapat dengan sunnah ini dari Nabi sallallahu alaihiwa sallam dan dari Imam Malik.
Kedua;
Siapa yang merasa letih, maka dia diperbolehkan menjulurkan kedua tangannya secukupnya, kemudian kembali lagi bersedekap. Allah ta’ala berfirman: “Allah tidak membebani jiwa kecuali menurut kesanggupannya.” Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam shalat malam, ketika merasa capai beliau duduk, ketika dekat ruku beliau berdiri untuk ruku.
Dari Aisyah radhiallahu anha berkata:
ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ في شيء من صلاة الليل جالساً حتى إذا كبر قرأ جالسا ، فإذا بقي عليه من السورة ثلاثون أو أربعون آية قام فقرأهن ثم ركع . رواه البخاري (1097) ومسلم (731
“Saya tidak pernah melihat Nabi sallallahu alaihi wa sallam membaca sesuatu dalam shalat lail dalam kondisi duduk, hingga ketika beliau berumur, beliau membaca dalam kondisi duduk. Ketika tersisa dari surat tiga puluh atau empat puluh ayat, beliau berdiri dan membaca (sisanya) kemudian beliau ruku’.” (HR. Bukhari, no. 1097 dan Muslim, no. 731).
Terdapat ketetapan dalam kedua kitab Shahih, bahwa beliau sallallahu alaihi wa sallam shalat beberapa hari dalam kondisi duduk disebabkan sakit. Jika berdiri boleh ditinggalkan padahal ia temasuk rukun shalat, apabila sakit, maka lebih utama dibolehkan meninggalkan sunah karena kelelahan, dan dia kembali lagi bersedekap setelah hilang rasa capainya.
Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan dalam Al-Umm, 1/100, “Kalau dimulai shalat dalam kondisi berdiri, kemudian terjadi sesuatu uzur dan duduk. Kalau telah hilang, maka dia tidak diperbolehkan kecuali harus berdiri.” Selesai
An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Syarh Muslim (6/11) mengatakan, “Perkataan ‘Membaca dalam kondisi duduk sampai ketika tersisa dalam surat tiga puluh atau empat puluh ayat beliau berdiri dan membaca (sisanya), kemudian ruku’. Hadits ini menunjukkan dibolehkan shalat dalam satu rakaat sebagian dengan berdiri dan sebagian lagi dengan duduk. Dan ini adalah mazhab kami, mazhab Malik, Abu Hanifah dan kebanyakan para pendapat. Baik berdiri kemudian duduk, atau duduk kemudian berdiri. Sebagian pendapat melarangnya dan itu pendapat yang salah.”
Ringkasan jawaban:
Bahwa tidak mengapa menjulurkan kedua tangan dalam shalat disebabkan kecapaian. Dimana kembali bersedekap lagi ketika telah hilang capainya. Hal itu tidak menyerupai Rofidhah karena dia lakukan sementara waktu dan ada uzur. Yang menyerupai mereka, kalau hal itu dijadikan syiar baginya dimana dia tidak shalat kecuali dengan menjulurkan keduanya dan tidak pernah bersedekap.
Wallahu a’lam.