Jum'ah 7 Jumadil Ula 1446 - 8 November 2024
Indonesian

Apakah Memberikan Kepada Pegawai Dana Agar Menyelesaikan Transaksinya?

Pertanyaan

Saya pegawai di perusahaan khusus (swasta). Pekerjaanku adalah mengecek transaksi khusus untuk perusahaan ini. Para pegawai di negara kami, ketika ada transaksi datang, mereka mengatakan,”Kembali besok atau lusa. Padahal urusannya tidak lebih dari sekedar tanda tangan mereka saja. Sehingga mengharuskan untuk memberikan kepada mereka dana agar bisa langsung ditanda tangani. Kalau tidak, maka setiap transaksi akan terlambat seminggu atau lebih. Hal ini berdampak buruk terhadap kebaikan perusahaan yang saya bekerja disana. Perlu diketahui bahwa semua transaksi saya, semuanya sesuai dengan aturan tidak ada penyimpangan di dalamnya. Saya pernah bertanya akan hal itu, dan dikatakan kepadaku,”Hal ini bukan suap, karena anda mengambil hak anda dan membayar agar mencegah kedholiman yang menimpa anda. sehingga jangan mengganti kebenaran dengan kebatilan dan jangan mengganti kebatilan dengan kebenaran. Bagaimana pendapat anda? perlu diketahui, bahwa saya akan dikeluarkan dari perusahaan dikala saya tidak mau membayar mereka dan akan terbengkelai maslahat perusahaan.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Seharusnya para pegawai hendaknya bertakwa kepada Allah terhadap pekerjaannya. Dengan cara menunaikannya sesuai dengan yang diharapkan tanpa mengakhirkan atau menguranginya. Dan dia tidak dihalalkan menerima hadiah dari orang-orang yang mengurus suatu urusan dari pemilik transksi-transaksi. Dan haram bagi mereka mengakhirkan transaksinya dan tanpa menunaikannya kecuali dengan imbalan dana dan diambilnya. Ketahuilah bahwa dana ini adalah kerugian yang mereka makan dan dikonsumsikan oleh anak-anak mereka. Ia termasuk suap dimana Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam melaknat orang yang mengambilnya.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhillahu’anhuma berkata:

 لعن النبي صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي  . رواه الترمذي (1337) وصححه ، وأبو داود ( 3580 ) وابن ماجه ( 2313 ) وصححه الألباني في سنن أبو داود

Nabi sallallahu’alaihi wa salam melaknat orang yang menyuap dan orang yang mengambil suap. HR. Tirmizi, (1337) dan dishohehkannya. Abu Dawud, (3580) Ibnu Majah, (2313) dishohehkan oleh Albani di Sunan Abu Dawud.

Syekh Muhamad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tidak dihalalkan seorang pun dari pegawai instansi pemerintahan menerima hadiah dalam interaksi terkait dengan instansi ini. Karena kalau kita buka pintu-pintu ini dan kita katakan, “Diperbolehkan pegawai mengambil hadiah ini, maka kita akan membuka pintu suap. Dan suap sangat berbahaya sekali. ia termasuk salah satu dosa besar, seharusnya bagi para pegawai kalau diberikan hadiah terkait dengan pekerjaannya, maka hendaknya dia menolak hadiah ini. Dan tidak halal bagi mereka untuk menerimanya. Baik datangnya pakai nama hadiah atau nama shadaqah atau nama zakat. Apalagi kalau mereka itu kaya raya, maka zakat tidak dihalalkan bagi mereka sebagaimana yang telah diketahui.” Selesai Fatawa Ibnu Utsaimin, (18/359, 360).

Sebagaimana diharamkan menerima suap bagi para pegawai, maka –begitu juga diharamkan bagi orang yang membayarnya kecuali dalam kondisi terpaksa dikarenakan menjadi terakhir atau tidak dikerjakan transaksinya yang menjadikan rugi atau kerusakan. Maka dosanya ditimpakan kepada orang yang mengambil bukan orang yang membayarnya. Dengan syarat pemilik transaksi dalam rangka untuk mendapatkan haknya.

Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, “Sementara apa yang diberikan dalam rangka untuk mendapatkan haknya atau menolak kedholiman, maka ia tidak termasuk di dalamnya (maksudnya dalam pengharaman suap). Selesai An-Nihayah, (2/226).

Al-Khottobi rahimahulah mengatakan, “Kalau dia memberikan sesuatu dalam rangka untuk mendapatkan haknya atau menolak terjadinya kedholiman pada dirinya, maka hal ini tidak termasuk dalam ancaman ini.” Selesai ‘Ma’alimus Sunan, (5/207).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Diperbolehkan bagi orang yang memberi hadiah memberikan hal itu dalam rangka mendapatkan haknya atau menolak kedholiman darinya. Ini yang dinukil dari para ulama’ salaf dan para Imam besar.” Selesai ‘Majmu’ Fatawa, (31/287).

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam