Alhamdulillah.
Wanita haid tidak menghalangi melakukan sunnah fitrah, membersihkan, berhias dan bersolek. Bahkan wanita haid seperti layaknya wanita lainnya. Sesungguhnya yang dilarang wanita haid adalah shalat, puasa, towaf di ka’bah, memegang mushaf, masuk masjid dan jima’ (berhubungan suami istri). Para ulama’ yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya, “Apakah diperbolehkan menaruh pacar di tangan dan rambutku sewaktu datang bulan?
Mereka menjawab, “Hal itu diperbolehkan, karena asalnya hal itu diperbolehkan, sementara tidak ada larangan dari sisi agama.” Selesai ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (5/403).
Kedua:
Melakukan sunnah fitrah, tergantung kebutuhan. Siapa yang rambut atau kukunya panjang, maka dianjurkan baginya bersegera untuk memendekkannya. Nawawi rahimahullah dalam ‘Al-Majmu’, (1/340) mengatakan, “Sementara penetapan waktu dalam memotong kuku, maka yang dijadikan patokan adalah panjangnya. Setiap kali panjang, maka dipotong. Hal itu berbeda-beda sesuai dengan orang dan kondisinya. Begitu juga ketentuan dalam memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu sekitar kemaluan.” Selesai
Telah diketahui waktu haid terkadang lebih seminggu. Orang nifas sampai empat puluh hari. Bagaimana diperintahkan berdiam diri dalam masa ini tanpa melakukan sunnah (fitrah) ?.
Ketiga,
Sebagian orang berkeyakinan bahwa orang yang mendapatkan hadats besar tidak diperkenankan mengambil sesuatu apapun dari rambut dan kukunya. Ini keyakinan salah tidak ada asalnya dalam agama Islam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang seseorang ketika junub dan memotong kuku, kumis atau menyisir rambutnya, apakah dia terkena sesuatu? Karena sebagian orang mengisyaratkan hal ini dengan mengatakan, “Orang junub kalau dia memotong rambut atau kukunya, maka bagian tersebut akan kembal (ke anggota tubuhnya) di hari kiamat. Sehingga ketika dia dibangkitkan di hari kiamat, dia masih ada sisi janabatnya sesuai dengan apa yang dipotongnya. Pada rambutnya ada bagian dari janabatnya, apakah hal itu (benar) atau tidak?
Maka beliau rahimahullah menjawabnya, “Telah ada ketentuan dari Nabi sallallahua’alaihi wa sallam dari hadits Huzaifah dan hadits Abu Hurairah radhiallahu’ahuma ketika disebutkan kepada tentang junub beliau bersabda, “Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.” Dalam shoheh Hakim, (Baik sewaktu hidup maupun mati). Saya tidak mengetahui dalil agama yang memakruhkannya menghilangkan rambut dan kuku bagi orang junub. Bahkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepada orang yang baru masuk Islam, “Buang darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Maka beliau memerintahkan orang yang masuk Islam untuk mandi besar. Tidak memerintahkan mengakhirkan khitan dan mencukur rambut dari mandi. Keumuman sabda beliau mengandung diperbolehkan dua hal tersebut. Begitu juga diperintahkan orang haid menyisir sewaktu mandi. Padahal bersisir bisa jadi rambutnya akan berjatuhan. Wallahu’alam selesai ‘Majmu’ Fatawa, (21/ 120-121).
Wallahu’alam .