Alhamdulillah.
..Tidak menjadi masalah bagi anda wahai saudari penanya yang mulia, karena setiap musibah itu tiada berarti kecuali musibah yang menimpa agama. Ya Allah janganlah Engkau menjadikan musibah kami terjadi pada agama kami! Sesungguhnya seorang muslim mengetahui bahwa dunia adalah tempat ujian dan cobaan, dan setiap kali dia menghadapi musibah dan ujian, lalu dia menerima dan menghadapinya dengan penerimaan yang baik dan penuh kesabaran serta ridha dengan segala ketentuan dan taqdir Allah, maka sesungguhnya musibah tadi akan menjadi semacam pemberian dan anugrah dari Tuhan semesta alam yang dengannya akan diangkat derajat seorang muslim dan dihapuskan segala dosa-dosa dan kesalahan.
روى الإمام أحمد (21833) وأبو داود (3090)
عن أبي خالد السُّلَمي رضي الله عنه أَنَّهُ خَرَجَ زَائِرًا لِرَجُلٍ مِنْ إِخْوَانِهِ ، فَبَلَغَهُ شَكَاتُهُ ) يعني : بلغه أنه مريض) . قَالَ فَدَخَلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: أَتَيْتُكَ زَائِرًا ، عَائِدًا وَمُبَشِّرًا !!قَالَ : كَيْفَ جَمَعْتَ هَذَا كُلَّهُ ؟!!قَالَ : خَرَجْتُ وَأَنَا أُرِيدُ زِيَارَتَكَ ، فَبَلَغَتْنِي شَكَاتُكَ ، فَكَانَتْ عِيَادَةً ، وَأُبَشِّرُكَ بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (
إِذَا سَبَقَتْ لِلْعَبْدِ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ، ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ ، ثُمَّ صَبَّرَهُ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْهُ ) صححه الألباني بشواهده في الصحيحة (2599) .
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 21833 dan Abu Daud, no. 3090 dari Abu Khalid As Sulami Radliallahu Anhu bahwa suatu hari ia bertamu kepada salah seorang sahabatnya yang ia mendapatkan kabar sahabatnya tersebut sedang sakit. Maka ketika dia telah sampai ke rumah sahabatnya dan masuk ke rumahnya dia mengatakan, “Aku datang kepadamu sebagai tamu, sebagai orang yang menjenguk orang sakit dan sebagai pembawa kabar gembira!” Sahabatnya bertanya, ‘Bagaimana anda dapat menghimpun itu semua.!’ Dia menjawab, “Ketika saya keluar dari rumahku saya berkeinginan untuk mengunjungi anda, hingga ketika saya mendengar anda sakit, maka kunjunganku ini sebagai menjenguk orang yang sakit, dan saya memberikan kabar gembira kepada anda dengan sesuatu yang saya dengar dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
إِذَا سَبَقَتْ لِلْعَبْدِ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ، ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ ، ثُمَّ صَبَّرَهُ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْهُ ) صححه الألباني بشواهده في الصحيحة (2599) .
“Apabila telah dituliskan dan ditetapkan bagi seorang hamba satu kedudukan di sisi Allah yang dia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan mengujinya pada kesehatannya, harta bendanya atau anaknya, lalu dia bersabar dengan ujian tersebut sehingga dia disampaikan pada kedudukan yang telah ditetapkan untuknya.” (Disahihkan oleh Al Albani dalam As-Shahihah, no. 2599)
Ketahuilah wahai saudariku, sesungguhnya Allah Ta’ala ketika mensyariatkan bagi hamba-hamba-Nya agar seorang wanita tidak menikahkan dirinya sendiri dan mensyaratkan agar walinya-lah yang menangani pernikahannya. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan bentuk Rahmat dari-Nya untuk hamba-hambaNya, dan sebagai perlindungan serta imunitas terhadap kemashlahatan kaum wanita yang sangat agung yang akan hilang sia-sia ketika umat manusia mengabaikannya. Carilah tentang kisah-kisah bagaiman syari’at diabaikan, lalu di atasnya rumah tangga dibangun, bagaimana perubahan kehidupan mereka yang pada akhirnya menjadi kesedihan dan penyesalan. Inipun jika kehidupan rumah tangga mereka masih diteruskan.
Kita tidak harus mencoba-coba dalam kita mentaati perintah Tuhan kita Azza wa Jalla, atau kita ingin mengetahui ketika kita menerapkan syari’at Allah apa kira-kira manfaat dan mashlahah baik untuk kepentingan agama dan dunia kita. Maka sesungguhnya sudah merupakan tugas seorang mukmin di hadapan perintah Allah Ta’ala hendaknya dia mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” Dan mungkin bisa dilihat kembali seputar pensyaratan wali dalam pernikahan soal no. 2127, dan, no. 31119.
Maka yang bisa kami nasehatkan kepada anda tentang hal tersebut – wahai saudariku yang mulia – hendaklah anda tidak terlalu terbawa larut dengan perkara anda, dan janganlah menjadikan perasaan sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap di setiap perkara. Janganlah anda memandamg perkara anda hanya dengan sebelah mata, akan tetapi mintalah bantuan nasehat kepada orang yang terpercaya baik dari keluarga maupun kerabat terdekat anda, orang yang memahami kondisi keluarga anda dan mengetahui keluarganya, orang yang di mana ayah anda mempunyai rasa sayang dan kedekatan kepadanya, yang ayah anda bisa menerimanya dan akan menaruh kepercayaan terhadap pendapatnya. Kemudian beristikharah-lah kepada Allah Azza wa Jalla, dan ketahuilah sesungguhnya ketika anda melaksanakan Istikharah kepada Allah dan anda benar-benar merendah, mengharap, merasa hina dan sangat membutuhkan akan pertolongan dan Taufiq-Nya, maka sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan memberikan taqdir dan ketentuan untuk hambanya yang mukmin melainkan kebaikan. Apakah ketentuan tersebut sesuai dengan apa yang anda sukai dan anda pinta ataukah sebaliknya, maka sesungguhnya semua urusan orang beriman adalah baik, oleh sebab itu berusahalah meridhai apa yang telah ditaqdirkan Allah dan sadarlah bahwa itulah bagian dari kisah hidup anda.
Dan dalam hal ini hendaklah anda meminta bantuan seseorang untuk memediasi perkara anda dengan ayah anda sekiranya dia bisa meyakinkan ayah anda agar beliau menikahkan anda dengan orang yang anda sukai, jika memang kondisinya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu baik agama dan akhlaknya. Agar usaha anda bermanfaat, hendaknya anda memberikan kesempatan ayah anda untuk berfikir. Janganlah anda terburu-buru dalam meminta kepastian dari perkara anda. Maksudnya, saya tidak menganjurkan kepada anda untuk mendesak dan menampakkan keinginan untuk menikah dengan mengulang-ulang permohonan yang diawali dengan masalah pemuda ini, dan jangan pula memulai pembicaraan dengan mendebat atau membantah perkataan orang tua karena yang demikian itu akan menjadikan semakin membuat murka dan memperkeruh suasana. Bahkan kalau perlu berbicaralah kepada ayah anda hal-hal yang baik saja, dan pergunakanlah kata-kata yang lembut dengan mengedepankan penyerahan segala masalah dan perwalian kepada beliau, sebagaimana mungkin bisa anda katakan kepada beliau, “Ayahanda.. andalah ayah sekaligus wali dari segala perkara saya dan anda yang paling tahu akan kemaslahatan saya dan saya berharap ayah kembali memikirkan apa yang sudah ayah putuskan barangkali ada hal-hal yang bisa berubah, atau mungkin ungkapan lain yang sejenisnya yang merupakan sarana untuk menghindarkan peluang berbantahan. Janganlah anda terburu-buru mendapatkan jawaban dari ayah anda karena ketika semakin lama penantian hasil dari sebuah perkara maka akan semakin dekat jalan keluar terbaik insya Allah.
Kemudian sebelum beranjak kepada itu semua sesungguhnya anda memiliki solusi yang jitu insya Allah yang tidak ada keraguan lagi ia lebih bermanfaat dari apa yang telah lalu dan saya tidak melihat akan sia-sia selamanya, yaitu bermunajat dan mengulang-ulang doa dihadapan Allah. Saya tidak mengatakan hanya cukup sekedar doa saja, akan tetapi terus-menerus berdoa dengan disertai merendahkan diri dihadapan-Nya dan mengetuk pintu-pintu Rahmat-Nya, memohon segala macam kebaikan dan jalan keluar yang penuh kebahagiaan. Jika memang demikian yang anda lakukan maka Allah akan melihat kebenaran dan kesungguhan dari doa anda, Dia akan memberikan apa yang anda sukai dengan izin-Nya. Bagaimana tidak karena, hanya Allah-lah Dzat yang Maha Pemurah dan Banyak Memberi.
Kami berwasiat kepada anda wahai saudari kami agar anda senantiasa bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla di saat sedang sendiri maupun sedang di tengah keramaian, dan hendaklah anda menghindari musibah yang dapat mengenai agama anda, karena itulah musibah yang sebenarnya. Adapun suami, maka dia akan datang dan pergi, demikian pula harta dia akan didapat dan juga akan lenyap, kesemua itu amatlah hina dan tiada berharga dibanding musibah yang mengenai agama, bisa jadi harta atau segala sesuatu apabila lenyap dan sirna dari kita, kita akan mendapatkan gantinya, akan tetapi hal-hal yang kaitannya dengan Allah, apabila lenyap maka tidak akan tergantikan.
Wallahu A’lam.