Alhamdulillah.
Apabila keadaannya sebagaimana yang anda sebutkan, maka anda berdua tidak terkena sangsi apa-apa; karena barang siapa yang makan, minum, jima’ dan semua yang mebatalkan puasa dengan mengira bahwa waktu subuh belum tiba. Kemudian diketahui ternyata sudah subuh, maka dia tidak wajib qodho’ menurut pendapat yang terkuat dari dua pendapat.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Saya ingin menjelaskan bahwa semua yang membatalkan puasa seperti makan, minum, jima’ dan yang lainnya, tidak membatalkan kecuali dengan tiga syarat:
Pertama:
Dia melakukan itu dengan sengaja, dan mengetahui dengan sebenarnya. Jika tidak mengetahui maka tidak membatalkan.
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿سورة الأحزاب: 5)
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzaab: 5)
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا . فقال الله تعالى : قد فعلت
(Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (QS. Al Baqarah: 286)
Allah –subhanahu wa ta’ala- menjawab: “Telah Aku lakukan”.
رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Tidak tercatat dosa dari umatku, kesalahan, lupa dan dan apa yang dilakukan dengan terpaksa”.
Seorang yang bodoh itu bersalah, karena kalau dia mengetahui tidak akan melakukannya. Jadi, jika dia melakukan salah satu yang membatalkan puasa atas dasar ketidaktahuan maka tidak menjadi masalah. Puasanya sempurna dan sah. Baik ketidaktahuannya tentang hukumnya atau waktunya.
Contoh tidak tahu tentang hukum:
Dia melakukan atau makan sesuatu yang dikiranya tidak membatalkan, seperti berbekam, dia mengira berbekam tidak membatalkan. Yang demikian, kami mengatakan puasanya sah
Contoh tidak tahu tentang waktu:
Dia mengira ffajar belum terbit dan dia tetap makan. Maka puasanya sah
Kedua:
Dia ingat bahwa dirinya sedang berpuasa. Apabila dia lupa maka puasanya tidak membatalkan
Ketiga:
Dia melakukan itu atas kehendak dirinya, apabila terpaksa maka tidak membatalkan
(Majmu’ Fatawa Syeikh Ibnu Utsaimin: 19/280)
Syeikh Utsaimin juga pernah ditanya: “seseorang yang baru menikah, lalu mendatangi istrinya (jima’), karena dia mengira sisa malam masih ada. Seraya mendengar iqamah. Bagaimana menurut anda? Apakah dia terkena denda?
Maka beliau menjawab: “Tidak, tidak masalah. Tidak berdosa, tidak terkena denda (kaffarat), tidak perlu qadha’. Karena Allah berfirman:
... فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (سورة البقرة: 187)
"Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (QS. Al Baqarah: 187)
Tiga hal di atas sama saja: jima’, makan dan minum. Tidak ada dalil yang membedakan antara ketiganya. Ketiganya termasuk yang dilarang bagi yang sedang berpuasa. Namun jika dilakukan dengan dasar tidak tahu maka tidak ada dosa baginya. (Al Liqo’ as Syahri)
Dari sini jelas bahwa anda berdua tidak kena sangsi apa-apa, tidak perlu qadha dan tidak ada denda. Hal ini jika anda berdua tetap berpuasa pada hari itu.
Namun, jika anda tidak berpuasa pada hari itu, karena mengira puasa anda tidak sah. Maka anda cukup mengqadha’ saja.
Wallahu A’lam.