Alhamdulillah.
Terdapat banyak riwayat hadits dalam dua kitab Shahih (Ash-Shahihain); Shahih Bukhari dan Muslim serta selain keduanya tentang dihormatinya tumbuh-tumbuhan tanah haram Mekah.
Di antaranya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang Mekah,
أَلَا وَإِنَّهَا لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ
قَبْلِي وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ بَعْدِي ، أَلَا وَإِنَّهَا حَلَّتْ لِي
سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ؛ أَلَا وَإِنَّهَا سَاعَتِي هَذِهِ حَرَامٌ ؛ لَا
يُخْتَلَى [ أي : لا يحصد ] شَوْكُهَا وَلَا يُعْضَدُ شَجَرُهَا وَلَا
تُلْتَقَطُ سَاقِطَتُهَا إِلَّا لِمُنْشِدٍ (رواه البخاري، رقم 112 ومسلم،
رقم 1355) .
"Ketahuilah, sesungguhnya dia (kota Mekah) tidak dihalalkan sebelumku, maka dia tidak dihalalkan kepada seorang pun sesudahku. Ketahuilah, dia dihalalkan bagiku sesaat di siang hari. Ketahuilah, kini sesaat tersebut diharamkan, tidak boleh dipotong dahannya, tidak boleh dicabut pohonnya, tidak boleh dipungut barang yang terjatuh kecuali jika bermaksud mengumumkannya." (HR. Bukhari, no. 112 dan Muslim, no. 13555)
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (3/161), "Para ulama sepakat diharamkannya memotong pohon di tanah haram dan dibolehkan mencabut izkhir (semacam rerumputan padang pasir) serta apa yang ditanam Anak Adam, seperti sayur mayur dan tumbuh-tumbuhan semacam lainnya. Demikian dinyatakan oleh Ibnu Munzir."
Meskipun mereka sepakat diharamkannya memotong pohon di tanah haram, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa masalah, di antaranya; Apakah semua tumbuhan di tanah haram diharamkan dipotong ataukah keharamannya khusus bagi tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya? Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang diharamkan adalah yang tumbuh dengan sendirinya. Adapun yang ditanam Anak Adam tidaklah haram.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam "Syarh Al-Mumti" (7/218), "Yang diharamkan dipotong adalah tumbuhan tanah haram, bukan tumbuhan manusia. Dengan demikian, tumbuhan yang ditanam manusia atau bijinya disemai, maka dia tidak haram. Karena dengan demikian dia menjadi miliknya dan tidak dikaitkan kepada tanah haram, tapi dikaitkan sebagai miliknya."
Di antara masalahnya adalah; Apakah diharamkan mengambil daun dari pohon yang diharamkan dipotong atau tidak?
Ulama kalangan Hanabilah tidak membolehkan mengambil daunnya. Berbeda dengan mazhab jumhur ulama yang berpendapat dibolehkannya mengambil daun, karena hal tersebut tidak mempengaruhi pohonnya. Demikian pendapat mazhab tiga.
Ibnu Qudamah berkata dalam Kitab Al-Mughni, 3/170, "Tidak dibolehkan mengambil daunnya. Imam Syafii berkata, "Dibolehkan mengambilnya, karena tidak mengganggu pohonnya. Atha' memberi keringanan untuk memetik daun pohon sana (sejenis pohon obat) untuk berjalan (airnya diminum agar kuat berjalan), akan tetapi jangan dicabut akarnya. Begitupula Amr bin Dinar memberikan keringanan dalam masalah tersebut.
Sedangkan pendapat kami, dalilnya adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Tidak boleh dipotong dahannya dan dicabut pohonnya." (HR. Muslim). Karena, apa yang haram untuk diambil, berarti diharamkan pula segala sesuatu yang ada padanya, seperti halnya bulu pada burung.
Alasan mereka bahwa hal itu (memetik daun) tidak berpengaruh bagi pohon tersebut tidaklah benar, justeru hal itu dapat melemahkannya dan bahkan dapat mematikannya."
Dengan demikian, maka apa yang diambil oleh saudari penanya berupa beberapa helai daun dari pohon yang tidak ditanam manusia, maka apa yang dia ambil merupakan perkara yang diperselisihkan para ulama. Jumhur berpendapat bahwa hal itu boleh, sementara ulama kalangan mazhab Hambali melarangnya jika tidak ada kebutuhan secara umum yang menuntut untuk itu. Jika dia telah memetiknya, padahal memungkinkan baginya untuk memetik daun yang sama dari pepohonan di tanah halal, maka hendaknya dia istighfar dan bertaubat kepada Allah Ta'ala. Jika memang ada kebutuhan ilmiah yang manfaatnya kembali kepada masyarakat secara umum dan tidak dapat digantikan oleh pepohonan yang terdapat di tanah halal, maka tidak mengapa insya Allah.
Dengan berbagai
kemungkinan hukum di atas, tidak ada kewajiban mengganti atau kafarat
baginya. Karena para ahli fiqih yang melarang memetik daun tersebut yaitu
dalangan mazhab Hambali tidak mewajibkan untuk mengganti pepohonan di tanah
haram. Itulah yang difatwakan oleh Lajnah Daimah Lil Ifta.
Mereka mengatakan, "Jika dia merusak tumbuhan di tanah haram atau yang dimiliki oleh seseorang, maka dia harus mengganti dengan harganya. Sedangkan jika tidak dimiliki oleh seseorang, maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya, namun tidak layak jika hal itu disengaja, karena adanya larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam." (Fatawa Lajnah Daimah, 13/209)
Adapun jika pohon itu dimiliki oleh seseorang, maka tidak mengapa memetik beberapa helai daunnya insya Allah, karena hal tersebut secara umumnya merupakan perkara yang ditolerir.
Wallahua'lam.