Kamis 27 Jumadil Ula 1446 - 28 November 2024
Indonesian

Seseorang Mengira Bahwa Bersegera Meninggalkan Mina Adalah Keluar dari Sana Meskipun Belum Melempar Jumrah ?

Tanggal Tayang : 08-08-2017

Penampilan-penampilan : 5033

Pertanyaan

Kami terburu-buru pada saat melaksanakan ibadah haji, kami keluar dari Mina sebelum terbenam matahari agar kami tidak terlambat pada hari ke tiga, setelah itu kami kembali lagi dan melempar jumrah setelah terbenam matahari, apakah yang demikian itu boleh dilakukan ?, dan apakah disyaratkan bagi orang yang ingin cepat berangkat (dari Mina) untuk melempar jumrah sebelum terbenamnya matahari pada hari ke dua atau apakah melempar jumrah itu tidak ada kaitannya dengan itu, yang penting keluar (dari Mina) sebelum terbenamnya matahari ?, apa yang harus saya lakukan jika kami ternyata telah melakukan kesalahan ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pemahaman tersebut untuk mengartikan cepat berangkat (dari Mina) adalah tidak benar, seorang yang melaksanakan ibadah haji tidak disebut cepat berangkat (dari Mina) kecuali jika dia keluar dari Mina sebelum terbenamnya matahari pada hari kedua dari hari-hari Tasyriq, setelah dia melempar semua jumrah. Kalau hanya sekedar keluar dari Mina sebelum terbenamnya matahari, maka tidak disebut sebagai “muta’ajjil” (yang cepat berangkat dari Mina) jika dia belum melempar jumrah, apalagi dia telah kembali lagi ke Mina setelah terbenamnya matahari untuk melempar jumrah.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Jika seseorang yang melaksanakan ibadah haji telah melempar semua jumrah pada tanggal 12 setelah tergelincirnya matahari ke arah barat (ba’da dzuhur) dan bersegera menuju Makkah atau yang lainnya sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib untuk melempar jumrah pada tanggal 13-nya dan tidak disyari’atkan hal tersebut baginya”. (Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/274)

Dan Tafsir dari firman Alloh –Ta’ala-:

( وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى ) البقرة/203

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah: 203)

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Adapun maksud dari ayat tersebut adalah “Barang siapa yang ingin bersegera keluar dari Mina setelah dia bermalam dua hari sejak hari raya, dan setelah melempar ketiga jumrah pada tanggal 11 dan 12, maka tidak ada dosa baginya dan tidak diwajibkan untuk membayar dam; karena dia telah melaksanakan sebagaimana yang telah diwajibkan. Namun bagi mereka yang terlambat untuk keluar dari Mina hingga menginap kembali pada tanggal 13-nya dan melempar ketiga jumrah pada tanggal tersebut, maka tidak ada dosa baginya, bahkan bermalamnya dia pada tanggal 13 dan melempar semua jumrah pada hari itu lebih utama dan lebih besar pahalanya; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melaksanakan hal itu”. (Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/267)

Syeikh Sholeh al Fauzan berkata:

“Waktu terpendek untuk bermalam di Mina pada hari-hari haji adalah pada tanggal 11 dan 12, yaitu; selama dua hari setelah hari raya (idul adha) inilah yang dimaksud dengan “ta’ajjul” (bersegera keluar), dan yang lebih sempurna agar menetap sampai tanggal 13, inilah yang dimaksud “ta’akhhur” (terlambat). Alloh berfirman:

( فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا َإِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى ) البقرة/203 .

“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah: 203)

Maka kata “ta’ajjul” maksudnya adalah keluar dan berangkat dari Mina setelah melempar semua jumrah pada hari ke-12 setelah tergelincirnya matahari sebelum terbenam. Jika dia ternyata sampai matahari terbenam dia belum beranjak juga dari Mina maka dia wajib bermalam kembali sampai pada tanggal 13 dan melempar jumrah pada hari itu setelah dzuhur”. Wallahu A’lam. (Fatwa nomor: 16386)

Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:

“Seseorang yang melaksanakan ibadah haji tidak melempar jumrah pada tanggal 12, dia mengira bahwa itulah yang dimaksud dengan “ta’jil” (bersegera keluar dari Mina), meninggalkan mabit di Mina dan thawaf wada’ karena tidak tahu ?

Beliau menjawab:

“Haji anda tetap sah; karena anda tidak meninggalkan salah satu rukun dari rukun haji, akan tetapi anda telah meninggalkan tiga kewajiban:

1. Bermalam di Mina pada malam tanggal 13

2. Melempar semua jumrah pada siang hari pada tanggal 12

3. Thawaf wada’

Menurut para ulama bahwa jika seseorang telah meninggalkan wajib haji, dia wajib membayar dam (denda) yang disembelih di Makkah dan dibagikan kepada orang-orang fakir, akan tetapi meninggalkan mabit di Mina satu malam tidak diwajibkan membayar dam. Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan saudara-saudara saya yang sedang melaksanakan ibadah haji atas kesalahan yang telah dilakukan oleh saudara kita yang menanyakan pertanyaan di atas; karena banyak di antara jamaah haji yang memahami firman Alloh –Ta’ala-: فمن تعجل في يومين yaitu; meninggalkan Mina pada tanggal 11 dan menganggap dua hari itu adalah hari raya (tanggal 10) dan tanggal 11, padahal tidak seperti itu, mereka salah faham dalam memahami ayat di atas; karena Alloh –Ta’ala- berfirman:

واذكروا الله في أيام معدودات فمن تعجل في يومين فلا إثم عليه

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya”. (QS. Al Baqarah: 203)

Yang dimaksud dengan “ayyam ma’duudaat” adalah hari-hari tasyriq, dan awal dari hari tasyriq adalah tanggal 11, atas dasar inilah maka firman Alloh: فمن تعجل في يومين maksudnya adalah dua hari dari hari-hari tasyriq yaitu; pada tanggal 12, maka hendaknya semua orang membenarkan pemahamannya dalam masalah ini hingga tidak melakukan kesalahan”. ( Fatawa al Hajj: soal nomor: 40)

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam