Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
..Yang wajib dan patut dilakukan oleh para pegawai adalah melaksanakan pekerjaan mereka dengan tekun dan baik, dan mematuhi serta konsisten dengan point-point yang mengatur kelancaran pekerjaan mereka, dari sisi durasi waktunya, tempat kerjanya dan kebiasaan-kebiasaan di lingkungan kerja, dan tidak diperkenankan bagi pegawai menyalahi aturan-aturan dalam pekerjaannya karena apabila hal itu terjadi maka akan mengabaikan amanah, dan menunai kebencian.
As Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah berkata : “ Adapun para pegawai yang tidak melaksanakan pekerjaan dengan amanah atau tidak saling menasihati untuk kebaikan pekerjaan mereka, maka kalian telah mendengar bahwasannya diantara ciri dan sifat iman itu adalah ; melaksanakan amanah, dan memelihara amanah sebagaimana firman Allah Ta’ala :
( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ) النساء/ 58
(Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar melaksanakan amanah kepada yang berhak mendapatkannya ) An Nisaa’/58.
Maka amanah merupakan sifat dan ciri keimanan yang paling agung dan utama, dan khianat merupakan sifat nifak yang paling utama, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat bagi orang-orang yang beriman dalam surat Al Mukminun/ 8 :
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ ) المؤمنون/ 8 )
(Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang dipikulnya dan janjinya ) Al Mukminun/8.
Dan Allah juga berfirman :
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ) الأنفال/ 27
(Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghianati Allah dan Utusan-Nya, dan jangan pula kalian menghianati amanah-amanah yang dibebankan kepada kalian sedang kalian mengetahui) Al Anfal/27.
Maka yang wajib dilakukan oleh seorang pegawai adalah hendaknya dia melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya dengan penuh kejujuran, ikhlash, memperhatikan waktu mulai kerja dan jam pulang kerja, senantiasa memohon pertolongan kepada Allah untuk kelancaran pekerjaannya, sehingga terbebas dari beban tanggungan pekerjaannya, mendapatkan kebaikan dalam penghasilannya, dan diridloi oleh Tuhannya, dengan demikian dia ikut andil dalam kebaikan negaranya, perusahaan di mana dia bekerja atau di manapun instansi dia bekerja akan mendapatkan sifat positif yang dia tonjolkan, hal seperti inilah yang patut dilaksanakan oleh para pegawai ; senantiasa bertaqwa kepada Allah, melaksanakan amanah dengan tujuan profesional dalam pekerjaannya, mengharap pahala dari Allah dan takut akan segala siksanya dan beraktifitas sesuai dengan firman Allah:
( إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ) النساء/ 58
(Sesungguhnhya Allah memerintahkan kalian agar melaksanakan amanah kepada yang berhak mendapatkannya ) An Nisaa’/58.
Dan diantara ciri-ciri orang-orang Munafik adalah : khianat terhadap amanah yang dibebankan kepadanya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam :
آية المنافق ثلاث : إذا حدَّث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان ) متفق عليه )
(Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : Apabila dia berkata dia dusta, apabila dia membuat janji dia mengingkarinya, dan apabila dia dipercaya dia berkhianat ) HR. Bukhari dan Muslim.
Maka bagi seorang Muslim tidak diperkenankan menyerupai orang-orang munafik malah hendaknya menjahui semua sifat-sifat mereka, dan menjaga setiap amanah yang diembannya, melaksanakan semua pekerjaannya dengan penuh perhatian dan kepedulian, memperhatikan waktu mulai kerja dan jam pulang kerja, meskipun pimpinannya maupun majikannya bersikap toleran dan longgar kepadanya, tidak pernah memberikan perintah kepadanya, maka hendaknya dia tidak bersantai-santai dan mengabaikan tugas-tugas dalam pekerjaannya, bahkan patut baginya bersungguh-sungguh dalam pelaksanaan pekerjaannya sehingga menjadi kebaikan baginya dan bagi pimpinannya, tauladan dalam mengemban amanah dan tauladan bagi para pekerja yang lainnya ”. “ Fatawa As Syaikh Bin Baaz ” ( 5/39,40 ).Dan agar penghasilan kalian menjadi baik maka wajib bagi kalian konsisten terhadap kebiasaan yang berlaku di tempat kerja kalian sebagaimana yang telah dituntut kepada kalian untuk melaksanakannya, kalau kalian tidak melakukannya maka penghasilan kalian menjadi haram, dan aturan-aturan yang berlaku ditempat pekerjaan ini ; mulai dari efesiensi saat bekerja, durasi waktu kerja yang mencakup jam datang dan jam pulang, semua ini bukan hanya untuk kepentingan pegawai secara pribadi akan tetapi untuk kepentingan bersama, sebab jikalau ini semua tidak diterapkan maka masing-masing individu akan bekerja mengikuti hawa nafsunya dan akan terjadi kesemrawutan yang akan menghambat kelancaran proses kerja secara merata. Dan barang siapa yang tidak tunduk dan konsisten terhadap aturan pekerjaan yang dia telah dituntut untuk melaksanakannya, atau dia tidak patuh dengan durasi waktu kerja yang telah ditentukan, maka dia akan mendapatkan dosa, dan upah yang akan diperoleh menjadi haram. Syaikh Shalih Al Fauzan Hafidzahullah pernah ditanya : Seseorang yang bekerja sambilan dengan jangka waktu yang telah ditentukan, dan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan kawan-kawannya hingga tersisa sehari atau dua hari lalu penanggung jawab proyek ini mengatakan kepada para pekerja : hari ini pekerjaan akan selesai dan besok bagi yang menginginkan untuk pulang dan kembali kepada keluarganya maka dipersilahkan untuk pulang, maka apakah dia diperkanankan mengambil gaji sehari atau dua hari yang dia tidak ikut serta bekerja bersama-sama dengan kawan-kawannya ?
Beliau menjawab : “ Tidak diperkenankan baginya mengambil gaji kecuali sebatas hari-hari di mana dia telah bekerja di dalamnya, adapun hari-hari yang dia tidak ikut serta dalam bekerja dan pulang kepada keluarganya maka tidak diprkenankan baginya mengambil sesuatu apapun dari gaji, karena dia mengambil upah tanpa jerih payah, dan perizinan yang diberikan oleh pihak penanggung jawab kepadanya untuk pulang kepada keluarganya tidak berarti dia berhak mengambil gaji dari hari yang dia tinggalkan dan dia tidak bekerja di dalamnya, karena ketika dia memutuskan untuk pulang kembali kepada keluarganya secara otomatis dia telah menghentikan kontrak kerjanya, meski kontrak kerjanya dihitung dari hari keberangkatannya dan hari kepulangannya jika memang tempat kerjanya jauh ”. Diambil dari “ Fatawa Syaikh Al Fauzan ” ( soal nomer 327 ).
Beliau juga pernah ditanya : Udzur atau alasan yang diberikan oleh pegawai kepada atasannya kebanyakan dusta, maka bagaimana pendapat anda ?
Beliau menjawab : “ Wajib bagi setiap Muslim untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan menjauhi prilaku dusta, dan tipu muslihat yang sengaja dibuat-buat agar bisa meninggalkan pekerjaan yang dibebankan kepadanya guna mendapatkan gaji yang akan diterimanya, dan bagi para penanggungung jawab pegawai ; para kepala-kepala bidang atau kepala bagian agar senantiasa bertakwa kepada Allah, dengan benar-benar jeli dan teliti dalam memberikan ijin dan cuti bagi para pegawainya agar tetap memberlakukan sesuai dengan aturan yang benar sesuai dengan aturan kepegawaian yang berlaku, dan benar-benar menutup peluang bagi para pegawai yang suka menipu dan bermain-main dengan pekerjaannya, karena sesungguhnya ini merupakan amanah yang dibebankan dipundak semuanya, yang mereka akan ditanya tentang amanahnya dihadapan Allah Subhanahu Wata’ala ”. Diambil dari “ Fatawa As Syaikh Al Fauzan ” ( soal nomer 328 ).
Dan barang siapa yang mendapatkan dosa sebagai balasan dari kelalaiannya dalam menjalankan kewajiban pekerjaannya, maka dia wajib bertaubat dan beristighfar, dan memperbaiki keadaannya, sedang gaji atau apapun yang telah dia peroleh dari atasannya atau majikannya ; maka wajib baginya untuk mengembalikannya kepada orang yang memperkerjakannya atau perusahan yang dia bekerja di sana, dengan memilih jalan atau cara yang sesuai guna menghilangkan dosa dan kesalahan, dan menyampaikan tanggungan kepada yang berhak, dan barang siapa yang merasa tidak mampu melakukan yang demikian setelah mengerahkan segenap upaya untuk menebus dosa, maka hendaklah dia membebaskan dirinya dari harta benda tersebut dengan menyalurkannya kepada jalan-jalan kebaikan yang bermacam-macam.
As Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah pernah ditanya : Saya dan teman saya diutus ke salah satu daerah selama empat hari, akan tetapi saya tidak berangkat bersama dengan teman saya , dan saya tetap tinggal melaksanakan pekerjaan utama saya, dan selang beberapa hari kemudian saya menerima imbalan atau gaji dari pekerjaan tambahan tersebut, maka pertanyaannya bolehkah saya memanfaatkan gaji tersebut ataukah tidak diperkenankan ? dan apabila jawabannya tidak halal bagi saya untuk memanfaatkannya, maka apakah saya diperbolehkan untuk membelanjakannya guna kepentingan dan kebutuhan sehari-hari kantor atau bagian administrasi di mana saya bekerja ?
Beliau menjawab : “Yang anda lakukan adalah mengembalikannya karena sesungguhnya anda tidak berhak mendapatkannya dan memanfaatkannya karena memang anda tidak melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada anda, namun jika hal itu tidak memungkinkan dan tidak mudah mengembalikannya, maka wajib membelanjakan dan menyalurkan harta tersebut di sebagian unsur-unsur kebaikan ; seperti disedekahkan kepada para fakir miskin, ikut andil dalam sebagian proyek-proyek kebaikan dan kemaslahatan yang disertai taubat dan Istighfar dan berhati-hati untuk tidak mengulang kembali perbuatan tersebut ”. diambil dari “ Fatawa As Syaikh Bin Baz ” ( 19/343).
As Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah ditanya : Saya adalah seorang pegawai negeri dan kadang-kadang saya diminta untuk menyelesaikan pekerjaan tambahan di luar pekerjaan utama atau jam kantor saya, dan lingkungan kerja saya menugaskan dan mempercayakan kepada saya dan rekan-rekan saya untuk melaksanakan pekerjaan di luar jam kerja resmi di kantor dengan batasan waktu selama 45 hari, kemudian saya dan rekan-rekan saya yang dipilih telah berkomitmen untuk hadir dan ketika saya menanyakan kepada salah seorang yang memberikan mandat atas pekerjaan tersebut ; dia berkata kepada saya : gilaran anda belum waktunya, hingga berakhirlah batasan kontrak pekerjaan yang telah ditentukan dan saya belum melakukan apapun juga, akan tetapi pihak pemberi mandat atas pekerjaan tersebut tidak menyadarinya dan mereka tetap memberikan gaji kepada saya dan rekan-rekan saya sebagai imbalan kerja, akan tetapi saya merasa ragu dan bimbang dengan gaji yang saya terima, apakah dia termasuk halal ataukah haram ? yang perlu diketahui sesungguhnya pimpinan utama kami dan ketua penanggung jawab proyek pekerjaan tersebut mereka ridlo kepada pekerjaan saya selama ini, karena menurut pandangan mereka saya termasuk pegawai yang rajin sedang di sisi lain gaji saya terbilang kecil, dan jika gaji tersebut tidak bisa dikatakan halal maka apakah bisa dikategorikan sebagai imbalan buat saya atas ketekunan dan kebaikan kerja saya selama ini ?
Beliau menjawab : “ Pertanyaan semacam ini sering kali ditanyakan dan banyak yang bertanya tentang masalah semacam ini, saya ingin bertanya kepada kalian sekarang : Apakah ini termasuk haq ataukah batil ? dengan kata lain : Apakah gaji atau pemberian semacam ini yang diperoleh oleh seseorang atas pekerjaan tertentu, apakah dia melaksanakan pekerjaannya ataukah tidak ? jika memang dia tidak melaksanakan pekerjaannya : maka sungguh dia telah mengambil gaji dengan cara yang tidak benar dan mengambil gaji dengan cara yang tidak haq itu temasuk memakan harta dengan penuh kebatilan, yang di dalamnya terdapat unsur khianat terhadap mandat amanah yang diberikan meskipun sang pimpinan setuju akan hal tersebut karena pada waktu yang sama dia juga telah berkhianat sebab gaji atau upah yang diberikan sesungguhnya bukan dari harta dan uang miliknya sehingga dia berhak membelanjakan dan mengalokasikan sesuka hatinya, harta yang dia kelola adalah harta dan uang negara, dan sang penanya ini saya yakin dia telah bertobat dengan apa yang dia telah perbuat dan dia menginginkan terbebas dari beban semacam ini, dan berlepas diri dari persoalan semacam ini bukan berarti dengan mengembalikan gaji atau uang yang telah diterima kepihak pengelola proyek; karena hal itu akan menimbulkan permasalahan–permasalahan yang lain, kecuali jika memang pada saat dia mengembalikan gaji atau uang tersebut diketahui oleh pimpinan utama pekerjaan tersebut sehingga keputusan ada di tangan sang pimpinan, kalau memang terjadi seperti itu maka tidak jadi masalah, saya malah lebih menyukai jika para pimpinan seperti mereka yang bekerja di proyek-proyek pekerjaan semacam ini menjelaskan dihadapan mereka para pegawainya sehingga membiasakan bagi mereka proses-proses yang layak dan semestinya, adapun para pegawai yang suka bermain-main dalam lingkungan pekerjaannya maka hal yang demikian tidak diperkenankan karena pekerjaan semacam ini merupakan amanah atau kemaslahatan yang semacamnya, maka yang bisa saya katakan kepada saudara ini adalah : Jadikanlah uang yang anda terima ini sebagai infaq yang anda salurkan ke masjid; karena pendirian masjid merupakan tanggung jawab pemerintah untuk kaum muslimin, dan dengan demikian beban anda menjadi terselesaikan, dan dalam kesempatan ini saya ingin memberikan himbauan kepada para pimpinan, para direktur lembaga dan yang lainnya yang mereka bekerja di bidang-bidang semacam ini, saya berwasiat kepada mereka : Janganlah kalian berkhianat kepada pemerintah dan negara dengan memberikan apa yang tidak berhak kalian berikan, bertakwalah kalian kepada Allah terhadap apa yang kalian bertanggung jawab untuk memimpinnya, dan bertakwalah juga kepada Allah terhadap para pegawai yang berada di bawah kendali kalian, janganlah kalian memberikan kepada mereka harta benda yang tidak halal bagi mereka ”. Diambil dari “Liqoaat Al Bab Al Maftuh” ( Soal nomer 15/ 114 ). Maka yang wajib anda lakukan sekarang adalah bertaubat dari apa yang telah terjadi, dan mengembalikan harta benda kepada yang berwenang dan jika hal itu sulit kalian lakukan maka wajib bagi kalian menyedekahkannya di jalan kebaikan. Lihat juga jawaban soal nomer ( 46645 ).
Wallahu A’lam..