Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Pelaku Haji Tamattu’ Tidak Berpuasa Tiga Hari Sampai Keluar dari Makkah

02-10-2016

Pertanyaan 223764

Bagaimanakah hukumnya seseorang yang berpuasa sebagai ganti dari hady (sembelihan haji) setelah berlalunya 10 hari awal bulan Dzul Hijjah; karena dia mengira bahwa maksud dari berpuasa tiga hari selama musim haji adalah pada bulan-bulan haji, dia tidak mengerti bahwa yang dimaksud adalah selama hari-hari haji, dia tidak melaksanakannya kecuali bersamaan dengan puasa tujuh hari setelah keluar dari Makkah dan kembali ke daerahnya, dia menambahkannya dan menundanya sampai keluar dari bulan haji ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Para ahli fikih bersepakat bahwa pelaku haji tamattu’ jika tidak mendapatkan hady (hewan sembelihan haji) maka ia melaksanakan puasa tiga hari selama musim haji, dan tujuh hari setelah ia kembali ke daerahnya. Hal itu berdasarkan firman Allah –Ta’ala- :

(فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ( البقرة/196

“Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna”. (QS. Al Baqarah: 196)

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 14/12-13)

Kedua:

Adalah merupakan kewajiban agar puasa tiga hari tidak ditunda sampai berakhirnya hari-hari tasyriq. Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Dibolehkan berpuasa tiga hari tersebut pada hari-hari tasyriq, yaitu; pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah. Boleh juga dilaksanakan sebelumnya setelah selesainya ihram untuk umrah, tiga hari tersebut boleh dilaksanakan secara berurutan atau terpisah, namun tidak boleh ditunda sampai melebihi hari-hari tasyriq. Adapun tujuh hari sisanya maka dilaksanakan setelah kembali ke keluarganya, baik dilaksanakan dengan cara berturut-turut atau dengan terpisah”. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Al Utsaimin: 24/376)

Jika dia belum melaksanakan puasa tiga hari selama masa haji, maka dia wajib mengqadha’nya baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, hanya saja jika dia meninggalkan puasa tiga hari tanpa udzur maka termasuk perbuatan buruk dan wajib bertaubat kepada Allah dengan menyesali perbuatannya dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi pada masa mendatang.

Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ berkata:

“Jika pelaku haji tamattu’ tidak bisa menyembelih hewan sembelihan haji dan tidak mampu berpuasa pada saat itu, maka dia hendaknya berpuasa pada saat mampu melaksanakannya meskipun setelah kembali ke negaranya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 10/410)

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

“Barang siapa yang menunda puasa tiga hari selama pelaksanaan haji sampai hajinya selesai tanpa ada alasan apapun, apakah dia wajib membayar fidyah ?, yang benar adalah tidak wajib membayarnya. Adalah  sebuah kejanggalan bagi para ahli fikih –rahimahullah- yang mengatakan diwajibkan membayar fidyah, padahal hukum asalnya tidak ada fidyah, hal itu juga karena dia tidak memenuhi hadyu (sembelihan haji) maka puasa menjadi wajib baginya, maka kami berpendapat: “Bahwa puasa itu wajib dilakukan selama dalam masa haji, jika ia menundanya apalagi karena ada udzur maka dia wajib menggantinya di hari lain seperti puasa Ramadhan”. (Asy Syarhul Mumti’: 7/180)

Syeikh Ibnu Utsaimin juga pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang telah melaksanakan haji tamattu’ dan telah terjadi kebakaran sehingga perbekalan dan uangnya terbakar di tenda dan tidak bisa berbuat apa-apa, maka apakah ada kewajiban tertetentu baginya ?

Beliau menjawab:

“Kami tidak tahu apa yang telah dilaksanakan oleh saudara seiman tersebut, apakah sudah berpuasa ?; karena kebakarannya terjadi pada tanggal 8, jika hari raya pada tanggal 10 tiba sedangkan ia tidak memiliki apapun, maka ia melaksanakan puasa pada tanggal 11, 12 dan 13, dan jika sudah kembali ke keluarganya maka hendaknya berpuasa 7 hari, berdasarkan firman Allah –Tabaraka wa Ta’ala- :

(فمن تمتع بالعمرة إلى الحج فما استيسر من الهدي فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام في الحج وسبعة إذا رجعتم)

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali”. (QS. Al Baqarah: 196)

Jika dia belum melaksanakan hal itu, maka sekarang dia wajib bertaubat kepada Allah dan berpuasa selama 10 hari, 3 hari untuk puasa qadha’ dan yang 7 hari sisanya”. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Al Utsaimin: 22/208)

Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ pernah ditanya:

“Saya telah menunaikan ibadah haji beberapa tahun yang lalu, dan pada saat itu saya tidak menyembelih hewan qurban pada saat hari raya idul adha; karena sedikitnya bekal kami, maka ada yang menyampaikan kepada saya bahwa saya mempunyai hutang puasa tiga hari selama musim haji dan tujuh hari setelah kembali pulang ke daerah, saya pada saat itu lupa dan belum melaksanakan puasa tiga hari dan tujuh hari tersebut, maka apa yang harus saya lakukan ?, semoga Allah membalas kebaikan anda.

Mereka menjawab:

“Anda wajib melaksanakan puasa selama 10 hari di negara anda, jika anda telah melaksanakan haji qiran (menggabungkan haji dan umrah) atau haji tamattu’ (umrah dahulu baru melaksanakan haji)”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/388)

Jika anda telah menunaikan puasa selama 10 hari maka anda telah melaksanakan kewajiban anda, dan semoga Allah –Ta’ala- menerima ibadah anda.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Berbagai Masalah Seputar Haji
tampilan di situs islamqa.info