Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Kerabat saya akan bepergian dalam rangka mencari pekerjaan di kota lain. maka ayah dan saudara-saudaranya mengumpulkan uang kemudian diberikan kepadanya untuk membantunya dalam perjalanan. Kerabatku ini ketika melihat diriku, beliau memberikan sebagian uangnya kepadaku sebagai hadiah. Apakah saya dibolehkan mengambil uang ini, padahal persangkaan kuat saya, bahwa mereka kalau mengetahui hal ini akan marah karena membelanjakan uang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Dan sebagian di antara mereka bisa jadi lebih layak menggunakan uang ini. Aataukah uang ini telah menjadi miliknya, sehingga dia dibolehkan menggunakan sesuai keinginannya?
Alhamdulillah.
Kalau dana yang diberikan kepada orang ini untuk tujuan safar (bepergian), seperti yang tampak dalam pertanyaan, maka dia tidak dibolehkan menggunakannya untuk selain itu. Juga tidak dibolehkan dihadiahkan kepada seorang pun kecuali dengan izin orang yang memberikannya dan dia harus mengembalikan sisanya jika ada lebih.
Kalau dana yang dberikan kepadanya itu, baik hadiah atau hibah atau shodaaqah, tanpa ditentukan tujuan tertentu untuk menyalurkannya, atau diberikan bukan karena sebab tertentu yang tampak, maka hal itu mengandung makna bahwa dia memiliki hak untuk menyalurkannya sesuai yang dia kehendaki.
Disebutkan dalam kitab Asna Al-matolib, karangan Syekh Zakariyah Al-Anshari rahimahullah, (2/479), “Kalau dia diberi uang dan mengatakan kepada anda belilah imamah (kain penutup kepala) dengannya atau masuk kamar mandi dengan dana itu, atau semisal itu, maka penggunaan uang tersebut terbatas sesuai tujuan orang yang memberinya ini, jika maksud si pemberi adalah bagaimana orang yang diberi menutupi kepalanya dengan imamah atau agar dia membersihkan diri dengan masuk ke kamar mandi, ketika dia melihat kepalanya terbuka dan badannya lusuh serta kotor. Jika tidak, maksudnya kalau dia tidak menentukan hal itu, dengan mengatakan kepadanya sesuatu yang bersifat luwes sesuai kebiasaan, maka tidak ada batasan peggunaannya. Maka dia dapat memilikinya atau memakainya sesuai dengan keinginannya.”
Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jama rahimahullah mengatakan, “Kalau diberikan kepadanya kurma untuk berbuka, maka pendapat yang kuat adalah bahwa pemberinya tersebut telah ditentukan penggunaannya, maka tidak boleh digunakan untuk selainnya, karena melihat tujuan orang yang memberinya.” (Hasyiyah Al-Jamal ala Syarhil-Minhaj, 2/328).
Ad-Dardir rahimahullah mengatakan,
“Jika sejumlah orang atau satu orang membantunya (dengan sejumlah uang), lalu budak yang ingin memerdekakan dirinya tersebut menggunakan uang tersebut, kemudian masih tersisa uangnya atau dia tidak jadi memerdekakan dirinya, maka jika mereka para pemberi itu tidak bermaksud bersedekah dengan uang yang mereka berikan, misalnya mereka bertujuan sekedar untuk memerdekakan budak, atau tidak ada tujuan apa-apa pada mereka, maka budak itu wajib mengembalikan uang tersebut dan tuannya yang telah menerima uang tersebut juga wajib mengembalikan uang mereka, karena tujuannya tidak tercapai. Tapi jika tujuan mereka adalah bersedekah kepada budak yang ingin memerdekakan dirinya tersebut, maka budak tersebut tidak wajib mengembalikan sisanya dan juga tidak wajib bagi tuannya untuk mengembalikan uangnya jika tidak jadi dimerdekakan, karena tujuan sedekahnya adalah untuk budak dan sang budak tersebut telah memilikinya dan menyimpannya.” (As-Syarhul-Kabir, Ad-Dardir, 4/404).
Dengan demikian, anda tidak dibolehkan menerima hadiah dari teman anda jika mengetahui kondisinya. Maka anda harus mengembalikan uang itu kepadanya dan memberitahukan kepadanya apa yang telah kami sebutkan.
Wallahu a’lam