Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Seorang wanita melahirkan anak cacat fisiknya. Bisa jadi karena gangguan kandungan. Dia berkeinginan kuat untuk periksa kandungan untuk mengetahui apa penyakit sebenarnya. Untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan (menjadi penyakit) turunan kepada anak-anaknya. Kalau kemungkinan terkena penyakit lainnya, maka harus diperiksa sedini mungkin. Apa hukum seperti itu? Kalau terkena gangguan, apa hukum menikah dan mengandung dari wanita itu? Perlu diketahui bahwa kemungkinan menjadi penyakit turunan itu belum pasti. Akan tetapi kalau penyakit atas takdir Allah menjadi penyakit turunan akan terkena kepada anaknya dengan cacat besar sekali. bisa sampai menghalangi sisi pikiran dan fisiknya. Apakah termasuk mengambil sebab dengan tidak menikahkan atau mengandung? Dan memberitahukan orang yang datang melamar dengan ada kekurangannya? Apa hukum memberitahukan ada kemungkinan menular penyakit turuan kepada anak-anak?
Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak mengapa melakukan pemeriksaan kandungan untuk mengetahui hakekat penyakitnya. Dan sejauhmana dapat menularkan secara turunan atau menjadi sebab penyakit lain. karena hal itu ada kemaslahatan dan menolak kerusakan. Serta mengambil jalan pengobatan dan itu dianjurkan. Silahkan melihat anjuran periksa sebelum menikah di jawaban soal no. 104675.
Kedua:
Kalau sekiranya ada cacat di kandungannya. Maka wanita ini diperbolehkan menikah meskipun ada kemungkinan menularkan penyakit turunan. Dengan syarat memberitahukan penyakitnya kepada orang yang meminang.
Sementara pernikahannya, mengamalkan sisi asalnya diperbolehkan menikah. Anjuran agar mendapatkan iffah (menjaga diri), ketenangan dan kasih sayang.
Sementara mengandung, karena ia termasuk tujuan utama dalam pernikahan. Tidak bertentangan dengan ada kemungkinan anak terkena (penyakit). Karena itu dalam ilmu Allah. bisa jadi melahirkan dengan selamat dan sehat. Akan tetapi kalau dalam persangkaan kuat dan kemungkinan besar kelahiran anaknya itu cacat, maka kedua suami istri bisa bersepakat untuk tidak mengandung. Keduanya diperbolehkan untuk menggugurkan kadungan kalau telah ada ketetapan cacatnya. Dengan syarat hal itu belum ditiupkan ruh di dalamnya. Maksudnya sebelum melewati 120 hari kelahiran. Silahkan melihat soal no. 263741.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Saya wanita muslimah alhamdulillah. Menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan baik shalat, puasa maupun zakat. Akan tetapi saya berhenti mengandung pada masa dimana suamiki sakit lumpuh. Sekitar 10 tahun. Setelah itu saya berhenti dari haid selamanya. Apakah prilakuku ini menjadikan Allah marah kepadaku? Hal itu anak-anakku terkena lumpuh separuh (badan) diantara mereka ada yang meninggal dunia. Sebagian ada yang masih hidup dan terkena penyakit ini. Mohon bantuannya semoga Allah membalas kebaikan anda.
Maka beliau menjawab, “Kalau apa yang anda lakukan (dengan) tidak mengandung dan diredhoi suami, maka tidak mengapa bagi anda. kalau dengan redho dan persetujuan suaminya, kami berharap tidak mengapa bagi anda. sementara kalau hal itu tanpa redho dan tanpa sepengetahuannya, maka anda harus bertaubat dan beristigfar, menyesal yang lalu wal hamdulillah. Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, (21/421).
Maka harus memberitahukan orang yang melamar adanya cacat ini. Karena yang kuat, semua yang mempengaruhi kehidupan keluarga atau mengandung atau yang dapat membuat lari salah satu pasangannya maka itu termasuk aib harus dijelaskan. Silahkan melihat jawaban soal no. 111980.
Kalau orang yang melamar telah mengetahui aib, dan redho dengan pernikahan. Maka tidak mengapa, apapun penyakitnya. Silahkan melihat jawaban soal no. 133329.
Kita memohon kepada Allah agar menyembuhkan dan menyehatkan saudari anda. serta diberi rezki suami yang sholeh dan keturunan yang sholeh.
Wallahu a’lam