Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Telah disebutkan kata “الصابئة “ pada sejumlah ayat dalam al Qur’an, maka siapakah mereka?, dan apakah agama yang mereka anut?
Alhamdulillah.
Sekelompok manusia ini telah disebutkan dalam al Qur’an pada tiga titik, yang pertama adalah firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (سورة البقرة: 62)
“Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al Baqarah: 62)
Yang kedua adalah firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (سورة الحج: 17)
“Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”. (QS. al Hajj: 17)
Dan yang ketiga adalah:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (سورة المائدة: 69)
“Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al Maidah: 69)
“الصابئة “ adalah jama’ dari “صابئ “ isim fa’il dari "صبأ – يصبأ " jika ia keluar dari agama pada agama lain.
Ath Thabari berkata:
“As Shabi’un adalah jama’ dari shabi’ yang baru memasuki agama dari agama sebelumnya, seperti seorang yang murtad dari agama Islam, dan semua yang keluar dari agama sebelumnya dan pindah pada agama yang baru, orang Arab menyebutnya: shabi’. Contoh: “ صبأت النجوم “ (Bintang-bintang itu telah terbit)…”. (Baca: Tafsir Ath Thabari: 2/145, Lisan Arab pada kata: صبأ )
Adapun madzhab mereka, Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Banyak terjadi perbedaan pendapat, dan menyulitkan para ulama karena mereka tidak begitu menguasai madzhab dan agama mereka, maka Imam Syafi’i –rahimahullah- berkata: “Mereka termasuk bagian dari orang-orang Nasrani, beliau juga berkata pada sisi lain: “Mereka harus diteliti dulu, meskipun dasar-dasar agama mereka sama dengan Nasrani, namun ada perbedaan dari sisi cabang-cabang agamanya, jika demikian maka tetap jizyah berlaku bagi mereka, dan jika mereka berbeda dengan Nasrani dari sisi dasar-dasar agamanya, maka mereka tidak dipungut jizyah…”.
Sedangkan pendapat para salaf tentang mereka adalah Sufyan telah menyebutkan dari Laits dari Mujahid berkata: “Mereka adalah suatu kaum di antara kaum Yahudi dan Majusi, mereka tidak memiliki agama”. Dan di dalam Tafsir Syaiban dari Qatadah berkata: “Ash Shabi’ah adalah kaum yang menyembah para malaikat”.
Ibnul Qayyim berkata: “Ash Shabi’ah adalah umat yang besar, di antara mereka ada yang bahagia dan ada pula yang sengsara, ia adalah salah satu umat yang terbagi menjadi mukmin dan kafir, karena umat-umat sebelum diutusnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dibagi menjadi dua bagian: Yang pertama adalah orang-orang kafir yang sengsara dan tidak satupun yang bahagia, seperti: para penyembah patung dan orang-orang majusi. Sedangkan yang kedua adalah yang terbagi menjadi dua bagian yaitu yang bahagia dan sengsara, mereka adalah orang-orang Yahudi, Nasrani dan Shabi’ah, Allah telah menyebutkan tentang kedua bagian tersebut di dalam kitab-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُون (سورة البقرة: 62)
“Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al Baqarah: 62)
Demikian juga dalam surat al Maidah dan surat al Hajj:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”. (QS. al Hajj: 17)
Dia (Allah) tidak mengatakan di sini: “Siapa di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kiamat; karena Majusi dan orang-orang yang syirik juga disebut bersama mereka, maka yang disebutkan adalah enam umat: dua di antaranya yang sengsara, dan empat lainnya dibagi menjadi yang sengsara. Karena mereka yang beriman dan beramal shaleh dari mereka dijanjikan dengan pahala mereka yang disebutkan hanya empat umat. Dan pada ayat yang memisahkan antar umat dimasukkan ke dalamnya dua umat yang lain. Dan pada ayat yang menjanjikan pahala umat tersebut tidak dimasukkan, maka bisa diketahui bahwa shabiin di antara mereka ada yang mukmin dan ada yang kafir, ada yang bahagia dan ada yang sengsara.
Mereka ini adalah umat terdahulu sebelum umat Yahudi dan Nasrani, mereka ada beberapa bagian: Shabiin yang lurus dan Shabiin yang musyrik. Kota Haran menjadi menjadi pusat kerajaan mereka sebelum masehi, mereka memiliki buku-buku dan cabang ilmu. kelompok mereka banyak terdapat di Bagdad, di antaranya adalah Ibrahim bin Hilal ash Shabi’ pengarang “Ar Rasail”, dia beragama sama dengan mereka, ia berpuasa Ramadhan bersama umat Islam. Kebanyakan dari mereka adalah para ahli filsafat, mereka memiliki banyak artikel yang terkenal.
Secara umum mereka tidak mendustakan para Nabi dan tidak mewajibkan untuk mengikutinya, dan bagi mereka bahwa orang yang mengikuti para Nabi adalah akan bahagia dan sukses, dan barang siapa yang memahami ajaran yang mereka bawa, lalu mereka menyetujuinya dan mengamalkan wasiat-wasiat mereka, maka ia akan bahagia meskipun tidak terikat dengan mereka. Bagi mereka bahwa dakwah para Nabi adalah benar adanya, dan tidak memastikan keberhasilannya. Mereka meyakini bahwa dunia ini memiliki pencipta dan yang mengatur, bijaksana yang tidak sama dengan semua makhluk, akan tetapi banyak di antara mereka atau kebanyakan dari mereka berkata: “Kami lemah untuk sampai pada keagungan Dzat tersebut tanpa adanya perntara, maka menjadi suatu kewajiban untuk mendekatkan diri kepadanya dengan perantara para roh yang suci dari kebutuhan jasadi, bebas dari pengaruh jasadiyah, bebas dari pergerakan pada tempat tertentu dan perubahan waktu, bahkan fitrah mereka adalah suci.
Kemudian disebutkan bahwa mereka (shabiin) menyembah para perantara yang dianggap suci tersebut dan mendekatkan diri kepada mereka dan berkata: “Mereka adalah tuhan kami dan menjadi perantara kami kepada Rabb dari segala Rabb, dan tuhan dari semua tuhan”.
Kemudian beliau –rahimahullah- berkata:
“Inilah sebagian yang dituliskan oleh para penulis tentang agama shabiin sesuai informasi yang mereka dapatkan, namun di antara mereka ada yang beriman kepada Allah, Nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, malaikat-Nya, para Rasul-Nya, dan hari akhir, dan di antara mereka ada yang kafir, sebagian mereka ada yang mengikuti agama para Rasul yang sesuai dengan akal mereka dan menganggapnya bagus, maka mereka beragama dengan agama mereka dan ridha bagi mereka sendiri.
Intinya bahwa mereka mengambil sisi baik dari pemeluk syariat yang ada, mereka juga tidak menaruh wala’ pada agama tertentu dan memusuhi agama lainnya, mereka juga tidak fanatik pada agama tertentu. Agama-agama mereka bagi mereka adalah undang-undang untuk kemaslahatan dunia, maka tidak ada gunanya memerangi agama yang satu pada yang lainnya, namun diambil kebaikan agama-agama tersebut yang menyempurnakan jiwa dan akhlak mereka; oleh karenanya mereka dinamakan “shabiin” yang seakan mereka keluar dari cara beribadah dari setiap agama yang ada, mereka juga tidak menjadi bagian darinya, makanya banyak dari generasi salaf yang berkata: “Mereka bukan Yahudi dan Nasrani juga bukan Majusi”.
Mereka dibagi dua: Shabi’ah yang lurus dan shabi’ah yang musyrik. Orang-orang yang lurus (hanif) dari mereka yang akan berhasil, di antara mereka terjadi perdebatan. Mereka adalah kaum Nabi Ibrahim, sebagaimana orang-orang Yahudi adalah kaum Nabi Musa, dan orang-orang yang lurus ada yang mengikutinya”. (Ahkam Ahli Dzimmah: 1/92-98)
Pembagian bahwa shabiin itu dibagi dua: muwahhidin dan musyrikin juga disebutkan tidak hanya satu kali oleh Syekh Islam. (Baca: “Ar Radd ‘ala al Manthiqiyyin: 287-454, 290-458. “Minhaj Sunnah” dengan penjelasan seorang muhaqqiq (peneliti): 1/5. Baca juga: “Penelitian Syekh ‘Asyur dalam masalah ini ketika menafsiri ayat dalam surat al Baqarah).