Jum'ah 10 Syawal 1445 - 19 April 2024
Indonesian

Wajib Zakat Pada Harta Yang Disimpan Untuk Rumah

225834

Tanggal Tayang : 09-05-2017

Penampilan-penampilan : 3973

Pertanyaan

Telah keluar salah satu fatwa mengatakan bahwa harta yang disimpan untuk (membangun) rumah tidak ada zakat, karena harta itu dianggap sebagai kebutuhan dasar seseorang. Hal ini juga termasuk uang untuk menikah, berobat dan semisalnya.
Mereka berdalil dengan firman Tuhan kami:
ويسألونك ماذا ينفقون قل العفو
“Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al-Baqarah: 219) Penafsiran al-Afwu disini adalah kelebihan dari keperluan seseorang. Juga hadits “Tidak ada shadaqah (zakat) kecuali dari kelapangan (kelebihan dari keperluannya).” Apa saran anda?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Harta yang disimpan seseorang untuk keperluannya baik keperluan tempat tinggal, menikah atau keperluan lainnya, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sampai satu haul (satu tahun) sementara hartanya ada di tangan pemiliknya dan belum dikeluarkan untuk keperluan-keperluan (dasar) itu. Perkara ini telah disebutkan dalam penjelasan secara terperinci dengan dalil dalam fatwa no. 93251, fatwa no. 89867 dan fatwa no. 128166.

Kedua:

Hukum ini tidak menafikan firman Allah Ta’ala:

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ (سورة البقرة: 219)

“Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah “Yang lebih dari keperluan.” (QS. Al-Baqarah: 219)

Karena ayat ini turun tekait dengan sadakah sunah bukan wajib. Ini merupakan pendapat yang kuat dikuatkan oleh Ath-Thabari dalam menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan, “Ini adalah adab dari Allah untuk semua makhluk-Nya, yaitu adab terkait dengan sadakah sunnah bukan yang wajib. Hukumnya tetap berlaku, tidak menghapus dan tidak dihapus. Maka selayaknya bagi orang wara dan punya agama jangan mengabaikan sadakah sunnah dan hibah (pemberian). Sebagaimana adab ini diajarkan oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya:

 إذا كان عند أحدكم فضل فليبدأ بنفسه ، ثم بأهله ، ثم بولده

“Kalau salah seorang di antara kamu mempunyai kelebihan, maka hendaknya dimulai dari dirinya, kemudian keluarganya kemudian anaknya.”

Kemudian diarahkan jalan yang benar dalam masalah ini, yaitu Qowam (pertengahan) antara berlebih-lebihan dan kikir, sebagaimmana disebutkan Allah dalam kitab-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari, 4/346).

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya (3/62), “ Jumhur ulama mengatakan bahwa dia adalah infaq sunah.” 

Ketiga:

Hukum ini juga tidak manafikan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

( خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ) رواه البخاري، رقم 5356 ، ومسلم، رق 1034)

“Sebaik-baik sadakah adalah dalam kondisi lapang.” (HR. Bukhori, no. 5356 dan Muslim, no. 1034).

Arti hadits ini bahwa sebaik-baik sadakah adalah apabila harta yang tersisa (setelah disadakahkan) masih memberikan kecukupan bagi pemiliknya dan dapat menjadi sandaran baginya untuk mendapatkan kemaslahatannya.” (Mir’atul Matafih syarkh Misykat Al-Masabih, 6/365).

Siapa yang mempunyai nisab dari harta dan telah melewati satu tahun (haul) maka ia termasuk kaya dalam pandangan agama. Diwajibkan baginya mengeluarkan zakat. Hartanya tidak akan berkurang dari zakat ini. Dan tidak akan berdampak buruk dengan mengeluarkannya sebagaimana sumpah Nabi sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya:

 ثلاثة أقسم عليهن : ما نقص مالُ عبد من صدقة ، ولا ظلم عبد مظلمة فصبر عليها إلا زاده الله عزا ، ولا فتح عبد باب مسألة إلا فتح الله عليه باب فقر (رواه الترمذي، رقم 2325 وغيره ، وصححه الألباني)

“Tiga perkara Aku bersumpah atanya; Tidak akan berkurang harta seorang hamba dengan sadakah. Tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman dan dia bersabar melainkan Allah akan menambahkan kemuliaan padanya. Tidaklah seorang hamba dibukakan pintu meminta (suka meminta-minta) kecuali Allah bukakan baginya pintu kefakiran.” (HR. Tirmizi, no. 2325 dan lainnya dinyatakan shahih oleh Al-Albany)

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam