Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak boleh membeli rumah atau yang lainnya dengan cara riba, baik hal itu terjadi di negeri muslim atau di negeri non muslim; berdasarkan keumuman dalil-dalil yang mengharamkan riba dan melaknat pemakan dan memberi makan riba. Hal ini merupakan mazhab jumhur ulama.
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa boleh mengambil riba dari para pelaku perang di wilayah yang terjadi perang, dan membenarkan setiap akad atau hubungan yang bermanfaat yang kembali kepada seorang muslim selama berdasarkan atas saling menyetujui, dan tidak ada kecurangan dan pengkhianatan.
Al Kasani berkata di dalam Bada’i as Shana’i (7/132):
“Atas dasar ini, jika seorang muslim atau kafir zimmi berada di wilayah perang dengan aman, lalu dia berakad (jual beli) dengan si pelaku perang, dia berakad dengan riba atau yang lainnya dari jenis akad yang batil dalam hukum Islam, maka hal itu boleh menurut Abu Hanifah, Muhammad –rahimahumallah-. Demikian juga kalau dia sebagai tahanan oleh mereka atau dia masuk Islam di wilayah perang dan belum hijrah kepada kita, lalu dia melakukan akad (jual beli) dengan kafir harbi, maka keduanya berpendapat bahwa mengambil riba pada dalam arti merusak harta pelaku perang hukumnya mubah. Hal itu karena tidak ada tuntutan melindungi harta pelaku perang. Maka seorang muslim tidak dapat mengambilnya kecuali dengan jalan curang dan pengkhianatan, apabila dia ridho maka kecurangan ini menjadi hilang”.
Ibnul Hamam berkata dalam kitab Fathul Qadiir (7/39)
“Yang tampak bahwa jawaban ini memberikan pelajaran bahwa ini maksudnya agar seorang muslim mendapatkan tambahan (harta). Para ulama dalam mazhab telah berkomitmen dalam pelajaran ini bahwa maksud mereka dari menghalalkan riba dan judi adalah agar diraih tambahan bagi seorang muslim dengan melihat latar belakangnya”.
(Lihat: Tabyiin Haqaiq (4/97), Al Inayah Syarh Al Hidayah (7/38), Hasyiyatu Ibni ‘Abidin (5/186).
Dan hal ini menjadi jelas bahwa mazhab Hanafi membolehkan mengambil riba dari kafir harbi (pelaku perang) – di wilayah perang, karena pada dasarnya harta mereka halal, maka boleh mengambilnya dengan persetujuannya dari jalan riba.
Adapun bahwa seorang muslim membayar riba kepada orang kafir, maka hal ini tidak boleh.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa riba semuanya haram, tidak ada bedanya transaksi antar kedua orang muslim, atau seorang muslim dengan orang kafir, dan pemakan riba dan yang memberi makan keduanya terancam dengan ancaman yang keras, Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
سورة البقرة: 278-279
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin., Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). ”. (QS. Al Baqarah: 278-279)
Imam Muslim (1598) telah meriwayatkan dari Jabir –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang memerintakannya, penulis dan kedua saksinya. Dan beliau bersabda: “Mereka semua sama”.
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata di dalam Al Mughni (4/47):
“Diharamkan riba di dalam wilayah perang, seperti haramnya di wilayah Islam. Inilah pendapat Malik, Al Auza’i, Abu Yusuf, Syafi’i, dan Ishak….
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وحرم الربا
“Dan Dia telah mengharamkan riba”.
Dan firman Allah:
الذين يأكلون الربا لا يقومون إلا كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس
“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan.”. (QS. Al Baqarah: 275)
Dan firman Allah:
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. (QS. Al Baqarah: 278)
Dan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
“Barang siapa yang menambah atau tertambah maka dia telah melakukan riba”.
Semua itu berlaku umum, demikian juga semua hadits. Dan karena apa yang telah diharamkan di negeri Islam maka haram juga di wilayah perang, seperti riba antara kedua orang muslim”.
Kedua:
Jika suami anda bersikeras bermualah dengan riba, maka dia menanggung dosanya. Dan tidak membahayakan bagi anda selama anda tidak mengingkarinya. Karenanya tidak selayaknya bagi anda untuk meminta talak, namun teruslah menasehatinya dan memperingatkannya agar tidak terjerumus kepada dosa besar. Dan ingatkanlah dia bahwa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal. Tempat tinggal manusia dengan biaya mahal lebih baik daripada kepemilikan rumah dengan cara riba.
Dan tidak ada masalah dalam menggunakan trik yang telah anda sebutkan, dengan menampakkan keinginan untuk membeli rumah dengan harga mahal yang dia tidak mampu membayar cicilannya, agar dia meninggalkan riba.
Semoga Allah memberikan taufik, pelunasan, ridha dan kerelaan kepada anda berdua, dan menjauhkan riba dari anda berdua, dosa, obsesi dan akibat buruknya.
Wallahu A’lam