Selasa 4 Jumadil Ula 1446 - 5 November 2024
Indonesian

Hukum Memiliki Kitab-Kitab Sebelumnya

Pertanyaan

Apakah boleh bagi seorang muslim memiliki Injil untuk mengetahui firman Allah bagi hamba dan rasulNya, Nabi Isa alaihisholatu wassalam?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak boleh menyimpan kitab sebelum Alquran, baik berupa Injil, Taurat atau selain keduanya, karena dua sebab;

Pertama: Apa yang bermanfaat di dalamnya telah Allah Ta’ala jelaskan dalam Alquranul Karim.

Kedua: Apa yang terdapat dalam Alquran sudah cukup mewakili apa yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْه

سورة آل عمران/ 3

“Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya.” (SQ. Ali Imron: 3)

Juga firmanNya,

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ 

سورة المائدة/ 48

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan.” (SQ. Al-Maidah: 48)

Sesungguhnya kebaikan yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu ada di dalam Alquran.

Adapun ucapan penanya bahwa dia ingin mengetahui firman Allah terhadap Nabi Isa alaihissalam, maka sesungguhnya yang bermanfaat padanya bagi kita telah Allah kisahkan dalam Alquran, maka tidak perlu lagi mencarinya dari selainnya. Di samping itu, Injil yang ada sekarang telah mengalami perubahan. Buktinya adalah bahwa keempat Injil yang ada bertentangan satu sama lain dan bukan Injil yang satu, maka dia tidak dapat dijadikan pedoman.

Adapun bagi orang terpelajar yang memiliki ilmu dan kemampuan mengetahui yang hak dan yang batil, maka tidak mengapa baginya untuk mengetahuinya untuk membantah kebatilan yang terdapat di dalamnya dan menyampaikan argument bagi pemeluk kitab tersebut.

Refrensi: Majmu Fatwa Wa Rasail, Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, 1/32-33